Ragam Ekspresi Kisah Panji dalam Pertunjukan Seni Tradisi & Kontemporer
28 October 2024 |
22:13 WIB
Kisah Panji Sekartaji yang terejawantah dalam ragam ekspresi telah mewarnai kebudayaan di Nusantara. Warisan budaya yang telah ditetapkan UNESCO sebagai Ingatan Kolektif Dunia pada 2017, itu juga mengandung nilai-nilai universal yang relevan pada era kiwari, baik dalam bingkai tradisi dan kontemporer.
Belum lama ini, berbagai ragam ekspresi tersebut berhasil diadicitakan dalam Festival Budaya Panji (FBP) 2024 di Gedung Kesenian Jakarta. Alih-alih hanya mengungkai romansa Panji dan Dewi Sekartaji, ajang tahunan ini juga menelisik berbagai cerita tentang Panji yang mungkin awam diketahui publik.
Baca juga: Cek Profil 10 Kelompok Tradisi yang Meramaikan Festival Budaya Panji 2024 di Gedung Kesenian Jakarta
Panji Inu Kertapati merupakan cerita rakyat yang sangat populer dalam sastra Jawa. Karya ini merupakan salah satu warisan budaya asli Jawa Timur, yang menceritakan tentang petualangan dan romansa antara Panji Inu Kertapati dan kekasihnya, Dewi Sekartaji.
Sejak zaman Majapahit, kisah ini juga telah menyebar ke berbagai wilayah dengan banyak versi hingga Malaysia, Filipina, Thailand, Kamboja, dan Myanmar. Cerita Panji juga menjadi simbol diplomasi budaya yang memperkuat hubungan antarbangsa melalui seni dan budaya.
Pada Kamis (24/10/24) malam, aroma dupa terbakar menyambut penonton saat memasuki di Gedung Kesenian Jakarta. Keloneng gamelan dan suling gambuh sayup-sayup bersahutan dari atas panggung. Sementara itu, di depan nayaga, empat sosok penari berdialog dalam bahasa Bali dengan nuansa tradisi yang kental.
Sanggar Seni Satriya Lelana, asal Pulau Dewata mengungkai kisah Panji lewat lakon bertajuk Pranaraga di malam terakhir FBP 2024. Panji Ino Kertapati, diperankan oleh I Made Arma Willingga bergerak lincah dengan mimik ekspresif. Roman semringah terpancar dari wajahnya.
Bukan tanpa alasan memang, sosok satria itu, diceritakan baru saja berhasil menumpas Raja Kebalan. Arkian, Panji pun dihadiahi wilayah Pranaraga oleh Prabu Gegelang, serta berhak meminang Putri Mahkota, meski kebahagian itu hanya bertahan semusim, setelah dia hidup bahagia di Pranaraga.
Syahdan, Raja Pamotan (I Made Suteja), saudara dari Raja Kebalan berusaha membalas dendam. Pecah perang tak dapat dihindari. Kendati begitu, berkat kesaktiannya, Panji Ino kembali membuat wilayah Pranaraga bebas dari angkara murka, dan hidup tentram, gemah ripah loh jinawi di sana.
Momen pertarungan antara Panji dengan Raja Pamotan inilah yang menjadi salah satu adegan paling menarik selama pertunjukan. Sebab, saat kedua keris salin terhunus, dengan trengginas mereka bergerak di atas hingga turun panggung. Layar berkelap-kelip semerah darah, ditingkahi suara gamelan yang ritmis.
"Tantangan dari pementasan ini adalah memadatkan durasi dari 4 jam menjadi setengah jam, tanpa menghilangkan esensinya. Jumlah pemain yang harusnya 40 orang menjadi 12 orang, juga membuat mereka harus multitalenta," kata seniman pendamping Epi Martison saat diskusi bersama publik.
Kisah Panji merupakan kisah rakyat yang mencerminkan keberagaman budaya, etnis, dan kepercayaan di Nusantara. Menjadi gelaran ke sekian kalinya, Festival Budaya Panji dihelat pada 22-24 Oktober 2024 di Gedung Kesenian Jakarta, dan Perpustakaan Nasional dengan mengusung tajuk Cerita Panji dalam Keragaman Budaya Nusantara.
Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Irini Dewi Wanti mengatakan, digelarnya festival ini merupakan salah satu upaya untuk menjaga eksistensi seni budaya Panji. Khususnya untuk mengenalkan budaya Panji kepada masyarakat luas, terutama generasi muda.
Salah satu hal menarik dari FBP 2024, menurut Irini adalah keterlibatan seniman muda saat berkolaborasi dengan para maestro. Ihwal kolaborasi ini dilakukan untuk memastikan bahwa nilai-nilai tradisi masih tetap dilestarikan, sekaligus memberi ruang bagi kreativitas baru.
"Melalui festival ini, kami ingin memperlihatkan bagaimana warisan budaya dapat menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini, sekaligus membuka ruang dialog bagi generasi muda untuk terus merawat dan mengembangkan budaya," katanya.
Selain Sanggar Satriya Lelana, sejumlah kelompok sebelumnya juga telah mengekspresikan ragam budaya Panji dengan sangkil dan estetik. Pada hari pembukaan pada 22 Oktober 2024 misalnya, Sanggar Sekar Kedhaton Somakaton asal Klaten, Jawa Tengah mengungkai kisah Joko Bluwo Prabu Klana Jaka.
Kemudian, Komunitas seni Tadulako, dari Palu, Sulawesi Tengah, membawakan lakon Tadulako Memeas, yang diangkat dari cerita rakyat berjudul Vuyul Punsu Negunggun. Ada pula Sanggar Wayang Bundeng Gepuk, asal Wonosobo, Jawa Tengah yang membawakan lakon Gunungsari Mbarang Jantur.
Pada hari kedua, Yayasan Topeng Mimi Rasinah juga membawakan lakon Ritus Tari Topeng, yang diambil dari khasanah cerita Panji di Indramayu, Jawa Barat. Lalu disusul Komunitas Topeng Ghulur (Sumenep) yang membawakan lakon Re-ritus, dari tradisi ritus topeng Ghulur.
Arkian, ada juga Sanggar Albanyiuri dari Banjarmasin, yang membawakan lakon Panji Matan Banyiur, yang sarat akan nilai-nilai keislaman. Kemudian ditutup dengan kisah Panji yang jarang didengar, yakni cerita tentang dirinya sebagai paricaraka, atau ahli pengobatan.
Baca juga: Mengungkai Ragam Kisah Panji, yang Nyatanya Bukan Hanya Kisah Romansa Cinta
Visual tersebut terefleksi dalam lakon Panji Paricaraka, dari Padepokan Mangun Dharma, asal Malang, Jawa Timur. Kisah ini, diangkat dari prasasti Pabanolan (1381 M) yang ditemukan di Desa Gubuk Klakah, Poncokusumo, Malang, yang kini prasastinya disimpan di Museum Nasional Indonesia.
"Jika tahun sebelumnya FBP hanya mementaskan lakon-lakon mainstream. Kali ini memang menyajikan keragaman kisah Panji yang memberi turunan-turunan seni pertunjukan di berbagai daerah. Ini kan menunjukan bahwa seni tradisi itu tidak statis," kata Seno Joko Suyono, salah satu kurator Festival Budaya Panji 2024.
Editor: Fajar Sidik
Belum lama ini, berbagai ragam ekspresi tersebut berhasil diadicitakan dalam Festival Budaya Panji (FBP) 2024 di Gedung Kesenian Jakarta. Alih-alih hanya mengungkai romansa Panji dan Dewi Sekartaji, ajang tahunan ini juga menelisik berbagai cerita tentang Panji yang mungkin awam diketahui publik.
Baca juga: Cek Profil 10 Kelompok Tradisi yang Meramaikan Festival Budaya Panji 2024 di Gedung Kesenian Jakarta
Panji Inu Kertapati merupakan cerita rakyat yang sangat populer dalam sastra Jawa. Karya ini merupakan salah satu warisan budaya asli Jawa Timur, yang menceritakan tentang petualangan dan romansa antara Panji Inu Kertapati dan kekasihnya, Dewi Sekartaji.
Sejak zaman Majapahit, kisah ini juga telah menyebar ke berbagai wilayah dengan banyak versi hingga Malaysia, Filipina, Thailand, Kamboja, dan Myanmar. Cerita Panji juga menjadi simbol diplomasi budaya yang memperkuat hubungan antarbangsa melalui seni dan budaya.
Pada Kamis (24/10/24) malam, aroma dupa terbakar menyambut penonton saat memasuki di Gedung Kesenian Jakarta. Keloneng gamelan dan suling gambuh sayup-sayup bersahutan dari atas panggung. Sementara itu, di depan nayaga, empat sosok penari berdialog dalam bahasa Bali dengan nuansa tradisi yang kental.
Sanggar Seni Satriya Lelana, asal Pulau Dewata mengungkai kisah Panji lewat lakon bertajuk Pranaraga di malam terakhir FBP 2024. Panji Ino Kertapati, diperankan oleh I Made Arma Willingga bergerak lincah dengan mimik ekspresif. Roman semringah terpancar dari wajahnya.
Bukan tanpa alasan memang, sosok satria itu, diceritakan baru saja berhasil menumpas Raja Kebalan. Arkian, Panji pun dihadiahi wilayah Pranaraga oleh Prabu Gegelang, serta berhak meminang Putri Mahkota, meski kebahagian itu hanya bertahan semusim, setelah dia hidup bahagia di Pranaraga.
Seniman dari Sanggar Seni Satriya Lelana tampil pada acara Festival Budaya Panji (FBP) 2024 di Gedung Kesenian Jakarta, Kamis (24/10/2024). (sumber gambar: Hypeabis.id/Himawan L Nugraha)
Syahdan, Raja Pamotan (I Made Suteja), saudara dari Raja Kebalan berusaha membalas dendam. Pecah perang tak dapat dihindari. Kendati begitu, berkat kesaktiannya, Panji Ino kembali membuat wilayah Pranaraga bebas dari angkara murka, dan hidup tentram, gemah ripah loh jinawi di sana.
Momen pertarungan antara Panji dengan Raja Pamotan inilah yang menjadi salah satu adegan paling menarik selama pertunjukan. Sebab, saat kedua keris salin terhunus, dengan trengginas mereka bergerak di atas hingga turun panggung. Layar berkelap-kelip semerah darah, ditingkahi suara gamelan yang ritmis.
"Tantangan dari pementasan ini adalah memadatkan durasi dari 4 jam menjadi setengah jam, tanpa menghilangkan esensinya. Jumlah pemain yang harusnya 40 orang menjadi 12 orang, juga membuat mereka harus multitalenta," kata seniman pendamping Epi Martison saat diskusi bersama publik.
Kekayaan Tradisi Nusantara
Kisah Panji merupakan kisah rakyat yang mencerminkan keberagaman budaya, etnis, dan kepercayaan di Nusantara. Menjadi gelaran ke sekian kalinya, Festival Budaya Panji dihelat pada 22-24 Oktober 2024 di Gedung Kesenian Jakarta, dan Perpustakaan Nasional dengan mengusung tajuk Cerita Panji dalam Keragaman Budaya Nusantara.Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan, Irini Dewi Wanti mengatakan, digelarnya festival ini merupakan salah satu upaya untuk menjaga eksistensi seni budaya Panji. Khususnya untuk mengenalkan budaya Panji kepada masyarakat luas, terutama generasi muda.
Salah satu hal menarik dari FBP 2024, menurut Irini adalah keterlibatan seniman muda saat berkolaborasi dengan para maestro. Ihwal kolaborasi ini dilakukan untuk memastikan bahwa nilai-nilai tradisi masih tetap dilestarikan, sekaligus memberi ruang bagi kreativitas baru.
"Melalui festival ini, kami ingin memperlihatkan bagaimana warisan budaya dapat menjadi jembatan antara masa lalu dan masa kini, sekaligus membuka ruang dialog bagi generasi muda untuk terus merawat dan mengembangkan budaya," katanya.
Selain Sanggar Satriya Lelana, sejumlah kelompok sebelumnya juga telah mengekspresikan ragam budaya Panji dengan sangkil dan estetik. Pada hari pembukaan pada 22 Oktober 2024 misalnya, Sanggar Sekar Kedhaton Somakaton asal Klaten, Jawa Tengah mengungkai kisah Joko Bluwo Prabu Klana Jaka.
Kemudian, Komunitas seni Tadulako, dari Palu, Sulawesi Tengah, membawakan lakon Tadulako Memeas, yang diangkat dari cerita rakyat berjudul Vuyul Punsu Negunggun. Ada pula Sanggar Wayang Bundeng Gepuk, asal Wonosobo, Jawa Tengah yang membawakan lakon Gunungsari Mbarang Jantur.
Yayasan Topeng Mimi Rasinah saat beraksi di Festival Budaya Panji di Gedung Kesenian Jakarta pada Rabu, (23/10/24) (Sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Pada hari kedua, Yayasan Topeng Mimi Rasinah juga membawakan lakon Ritus Tari Topeng, yang diambil dari khasanah cerita Panji di Indramayu, Jawa Barat. Lalu disusul Komunitas Topeng Ghulur (Sumenep) yang membawakan lakon Re-ritus, dari tradisi ritus topeng Ghulur.
Arkian, ada juga Sanggar Albanyiuri dari Banjarmasin, yang membawakan lakon Panji Matan Banyiur, yang sarat akan nilai-nilai keislaman. Kemudian ditutup dengan kisah Panji yang jarang didengar, yakni cerita tentang dirinya sebagai paricaraka, atau ahli pengobatan.
Baca juga: Mengungkai Ragam Kisah Panji, yang Nyatanya Bukan Hanya Kisah Romansa Cinta
Visual tersebut terefleksi dalam lakon Panji Paricaraka, dari Padepokan Mangun Dharma, asal Malang, Jawa Timur. Kisah ini, diangkat dari prasasti Pabanolan (1381 M) yang ditemukan di Desa Gubuk Klakah, Poncokusumo, Malang, yang kini prasastinya disimpan di Museum Nasional Indonesia.
"Jika tahun sebelumnya FBP hanya mementaskan lakon-lakon mainstream. Kali ini memang menyajikan keragaman kisah Panji yang memberi turunan-turunan seni pertunjukan di berbagai daerah. Ini kan menunjukan bahwa seni tradisi itu tidak statis," kata Seno Joko Suyono, salah satu kurator Festival Budaya Panji 2024.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.