Meracik Strategi Digital Parenting, Tantangan Nyata Ortu di Era Internet yang Makin Maju
25 October 2024 |
08:22 WIB
Pada era digital yang kian maju, tantangan untuk melindungi anak-anak dari berbagai risiko online semakin mendesak. Survei UNICEF menunjukkan bahwa sebanyak 500.000 remaja menyatakan pernah mengalami eksploitasi seksual dan perlakuan salah lainnya di dunia maya.
Sementara di Indonesia, sebanyak 95 persen remaja usia 12-17 tahun menggunakan internet minimal 2 kali dalam sehari. Mirisnya, tak semua anak mampu terbuka tentang apa yang dialaminya kepada orang tuanya. Jika dibiarkan, hal ini bisa memengaruhi mental dan kognitif anak.
Dunia nyata dan maya kerap dipisahkan. Padahal pada era digital yang kian terdisrupsi, dua aspek ini terus berkesinambungan dan saling berdampak. Bagaimana perilaku berkomentar di media sosial misalnya, hal ini dapat menimbulkan konsekuensi jangka panjang bagi reputasi pada masa depan anak di kemudian hari.
Tak ayal, tantangan bagi orang tua dalam menjaga anak-anak mereka menjadi pun makin kompleks. Istilah digital parenting pun mencuat, di mana orang tua mulai mengasuh anak dengan prinsip penggunaan teknologi dan internet yang lebih bertanggung jawab.
Baca juga: Bunda, Yuk Terapkan 4 Strategi Digital Parenting
Mom Influencer di TikTok, Halimah, memberikan pandangan yang tajam mengenai peran orang tua dalam mendampingi remaja di dunia maya. Dia mengatakan, usia remaja adalah masa yang penuh eksplorasi.
Mereka sudah bisa berpikir kritis, tapi belum tentu paham konsekuensinya, dan tidak mau dikekang. Betapa rumitnya memahami kebutuhan remaja, sementara orang tua terus dikejar untuk mampu beradaptasi dengan segala bentuk perubahan digital.
Halimah menekankan bahwa remaja memiliki kemampuan untuk berpikir kritis, tetapi juga perlu bimbingan untuk memahami dampak dari tindakan mereka. Menurutnya, cara terbaik yang dapat dilakukan ortu adalah memberikan ruang bagi anak untuk bereksplorasi dan belajar dari pengalaman, tetapi dengan batasan yang jelas guna menjaga mereka tetap aman.
Selain itu, pentingnya komunikasi yang terbuka antara orang tua dan anak dapat menciptakan lingkungan yang mendukung anak merasa nyaman untuk berbagi pengalaman mereka. "Ketika anak merasa tidak dikekang, mereka lebih cenderung terbuka tentang apa yang mereka lakukan di dunia maya," ujarnya.
Halimah juga menekankan pentingnya edukasi mengenai risiko yang mungkin dihadapi anak di dunia maya. Bapak dan ibu perlu aktif mendiskusikan topik seperti privasi, keamanan data, dan dampak dari konten yang mereka konsumsi. "Membicarakan risiko ini tidak harus menakut-nakuti anak, tetapi bisa dilakukan dengan cara yang informatif dan menarik," katanya.
Orang tua juga bisa mengajak anak untuk mengeksplorasi platform digital bersama, sehingga bisa melihat apa yang anak mereka lakukan dan memberikan masukan yang tepat. Lebih lanjut, ortu juga bisa memberi dukungan untuk anak berkarya sambil tetap mengawasi konten yang mereka buat di platform digital.
"Dukungan orang tua sangat penting agar anak merasa dihargai dan termotivasi untuk berkreasi secara positif," kata Halimah.
Selain itu, Halimah menekankan tentang pentingnya menemukan keseimbangan antara kebebasan dan pengawasan. Orang tua tak perlu mengekang atau menghakimi, melainkan dapat menjadi pendukung yang efektif dalam perjalanan digital anak. Selain bersifat melindungi, hal ini juga memungkinkan mereka untuk tumbuh menjadi individu yang bertanggung jawab dan kreatif.
Meski berat, pekerjaan ini tidak hanya dibebankan sepenuhnya pada orang tua. Keterlibatan platform digital untuk terjun menjaga anak juga diperlukan. Studi kolaborasi antara SEJIWA Foundation dan Western Sydney University memberikan gambaran mendalam tentang apa yang diinginkan remaja dari platform digital.
Laporan tersebut menunjukkan hasil bahwa remaja memiliki keinginan yang kuat untuk mendapatkan bimbingan yang kreatif dan menyenangkan mengenai cara merasa aman di ruang digital.
Communications Director TikTok Indonesia, Anggini Setiawan, mengatakan bahwa remaja ingin merasa aman di ruang digital. Hal ini menandakan bahwa selain perlindungan, remaja juga butuh dukungan untuk menavigasi dunia digital dengan cara yang positif dan produktif.
Anggini menyebut, TikTok membuat fitur Family Pairing yang memungkinkan orang tua untuk memantau dan mengatur aktivitas anak mereka di platform. Dia menjelaskan, fitur ini bertujuan agar orang tua dapat mengatur batasan-batasan yang ingin mereka terapkan pada remaja
Pengaturan ini mencerminkan prinsip yang sama dengan pengawasan di dunia nyata, di mana orang tua dapat melihat dan memantau aktivitas anak saat bermain di luar. Fitur ini juga bisa menjadi alat bagi ortu untuk memantau dan mengatur aktivitas online anak mereka yang diharapkan dapat meningkatkan rasa aman bagi keluarga.
Fitur ini mencakup batasan personal messages, screen time, dan lainnya yang bisa dikontrol oleh orang tua dari akun yang saling terhubung. "Ini mencakup pengaturan waktu layar, di mana waktu penggunaan TikTok dapat dibatasi hingga 50 menit secara default dengan opsi bagi orang tua untuk menyesuaikannya,” kata Anggini.
Edukasi juga merupakan bagian penting dari upaya menjaga keamanan digital remaja. Bagi Anggini, baik anak, orang tua, sekolah, dan platform digital harus menciptakan sinergi untuk membuat kehidupan digital anak terjamin. "Kami ingin menciptakan percakapan yang sehat antara orang tua, sekolah, dan remaja,”imbuhnya.
Keterlibatan orang tua dan komunitas menjadi kunci dalam menciptakan relasi yang sehat antara remaja dan teknologi. Tidak hanya ditujukan agar dapat berinteraksi secara aman di dunia maya, orang tua juga perlu mengawal agar anak menjadi pengguna digital yang bertanggung jawab, bahkan mampu memberikan kontribusi yang positif dengan berkreasi.
Baca juga: Moms, Yuk Kenali Gentle Parenting dan Pentingnya Mendorong Bonding
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Sementara di Indonesia, sebanyak 95 persen remaja usia 12-17 tahun menggunakan internet minimal 2 kali dalam sehari. Mirisnya, tak semua anak mampu terbuka tentang apa yang dialaminya kepada orang tuanya. Jika dibiarkan, hal ini bisa memengaruhi mental dan kognitif anak.
Dunia nyata dan maya kerap dipisahkan. Padahal pada era digital yang kian terdisrupsi, dua aspek ini terus berkesinambungan dan saling berdampak. Bagaimana perilaku berkomentar di media sosial misalnya, hal ini dapat menimbulkan konsekuensi jangka panjang bagi reputasi pada masa depan anak di kemudian hari.
Tak ayal, tantangan bagi orang tua dalam menjaga anak-anak mereka menjadi pun makin kompleks. Istilah digital parenting pun mencuat, di mana orang tua mulai mengasuh anak dengan prinsip penggunaan teknologi dan internet yang lebih bertanggung jawab.
Baca juga: Bunda, Yuk Terapkan 4 Strategi Digital Parenting
Mom Influencer di TikTok, Halimah, memberikan pandangan yang tajam mengenai peran orang tua dalam mendampingi remaja di dunia maya. Dia mengatakan, usia remaja adalah masa yang penuh eksplorasi.
Mereka sudah bisa berpikir kritis, tapi belum tentu paham konsekuensinya, dan tidak mau dikekang. Betapa rumitnya memahami kebutuhan remaja, sementara orang tua terus dikejar untuk mampu beradaptasi dengan segala bentuk perubahan digital.
Halimah menekankan bahwa remaja memiliki kemampuan untuk berpikir kritis, tetapi juga perlu bimbingan untuk memahami dampak dari tindakan mereka. Menurutnya, cara terbaik yang dapat dilakukan ortu adalah memberikan ruang bagi anak untuk bereksplorasi dan belajar dari pengalaman, tetapi dengan batasan yang jelas guna menjaga mereka tetap aman.
Selain itu, pentingnya komunikasi yang terbuka antara orang tua dan anak dapat menciptakan lingkungan yang mendukung anak merasa nyaman untuk berbagi pengalaman mereka. "Ketika anak merasa tidak dikekang, mereka lebih cenderung terbuka tentang apa yang mereka lakukan di dunia maya," ujarnya.
Halimah juga menekankan pentingnya edukasi mengenai risiko yang mungkin dihadapi anak di dunia maya. Bapak dan ibu perlu aktif mendiskusikan topik seperti privasi, keamanan data, dan dampak dari konten yang mereka konsumsi. "Membicarakan risiko ini tidak harus menakut-nakuti anak, tetapi bisa dilakukan dengan cara yang informatif dan menarik," katanya.
Orang tua juga bisa mengajak anak untuk mengeksplorasi platform digital bersama, sehingga bisa melihat apa yang anak mereka lakukan dan memberikan masukan yang tepat. Lebih lanjut, ortu juga bisa memberi dukungan untuk anak berkarya sambil tetap mengawasi konten yang mereka buat di platform digital.
"Dukungan orang tua sangat penting agar anak merasa dihargai dan termotivasi untuk berkreasi secara positif," kata Halimah.
Selain itu, Halimah menekankan tentang pentingnya menemukan keseimbangan antara kebebasan dan pengawasan. Orang tua tak perlu mengekang atau menghakimi, melainkan dapat menjadi pendukung yang efektif dalam perjalanan digital anak. Selain bersifat melindungi, hal ini juga memungkinkan mereka untuk tumbuh menjadi individu yang bertanggung jawab dan kreatif.
Keterlibatan Platform Digital
Ilustrasi digital parenting (Sumber gambar: Andrea Piacquadio/Pexels)
Laporan tersebut menunjukkan hasil bahwa remaja memiliki keinginan yang kuat untuk mendapatkan bimbingan yang kreatif dan menyenangkan mengenai cara merasa aman di ruang digital.
Communications Director TikTok Indonesia, Anggini Setiawan, mengatakan bahwa remaja ingin merasa aman di ruang digital. Hal ini menandakan bahwa selain perlindungan, remaja juga butuh dukungan untuk menavigasi dunia digital dengan cara yang positif dan produktif.
Anggini menyebut, TikTok membuat fitur Family Pairing yang memungkinkan orang tua untuk memantau dan mengatur aktivitas anak mereka di platform. Dia menjelaskan, fitur ini bertujuan agar orang tua dapat mengatur batasan-batasan yang ingin mereka terapkan pada remaja
Pengaturan ini mencerminkan prinsip yang sama dengan pengawasan di dunia nyata, di mana orang tua dapat melihat dan memantau aktivitas anak saat bermain di luar. Fitur ini juga bisa menjadi alat bagi ortu untuk memantau dan mengatur aktivitas online anak mereka yang diharapkan dapat meningkatkan rasa aman bagi keluarga.
Fitur ini mencakup batasan personal messages, screen time, dan lainnya yang bisa dikontrol oleh orang tua dari akun yang saling terhubung. "Ini mencakup pengaturan waktu layar, di mana waktu penggunaan TikTok dapat dibatasi hingga 50 menit secara default dengan opsi bagi orang tua untuk menyesuaikannya,” kata Anggini.
Edukasi juga merupakan bagian penting dari upaya menjaga keamanan digital remaja. Bagi Anggini, baik anak, orang tua, sekolah, dan platform digital harus menciptakan sinergi untuk membuat kehidupan digital anak terjamin. "Kami ingin menciptakan percakapan yang sehat antara orang tua, sekolah, dan remaja,”imbuhnya.
Keterlibatan orang tua dan komunitas menjadi kunci dalam menciptakan relasi yang sehat antara remaja dan teknologi. Tidak hanya ditujukan agar dapat berinteraksi secara aman di dunia maya, orang tua juga perlu mengawal agar anak menjadi pengguna digital yang bertanggung jawab, bahkan mampu memberikan kontribusi yang positif dengan berkreasi.
Baca juga: Moms, Yuk Kenali Gentle Parenting dan Pentingnya Mendorong Bonding
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.