Ilustrasi perpustakaan (Sumber gambar: Element5 Digital/Pexels

Gaya Baru Literasi lewat Perpustakaan Berkonsep Kekinian

28 September 2024   |   15:00 WIB
Image
Indah Permata Hati Jurnalis Hypeabis.id

Indonesia masih terus menghadapi berbagai kendala dalam dunia literasi. Menurut survei Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2020, hanya sekitar 10% penduduk Indonesia saja yang rajin membaca buku. Namun secara umum, Global Data mencatat angka literasi Indonesia meningkat sebanyak 0,64 persen dari 2010 hingga 2021.

Selain peran digital, literasi juga didorong dengan minat baca lewat buku-buku fisik. Oleh karena itu, relevansi keberadaan perpustakaan di kota dan daerah juga masuk dalam agen kunci yang mendorong literasi.

Baca juga: Perpustakaan di Indonesia: Mengapa Tak Menjadi Magnet Bagi Masyarakat?

Sudah berabad-abad lamanya, perpustakaan telah dikenal sebagai gerbang literasi dunia. Keberadaan buku menjadi jendela terhadap akses sumber pengetahuan yang inklusif, sementara perpustakaan berperan sebagai wadah yang mendukung misi literasi dunia. Perpustakaan hadir menyediakan koleksi buku hingga jurnal yang memungkinkan manusia mengeksplorasi ide dan memperluas wawasan dan kreativitas mereka.
 
Apabila menarik balik sejarahnya, perpustakaan pertama kali dikenal dalam sejarah muncul di Mesopotamia sekitar abad ke-7 SM. Melansir Britannica, salah satu perpustakaan yang paling awal dan terkenal adalah Perpustakaan Asyur di Ashurbanipal yang terletak di kota kuno Assyria, Nimrud. Perpustakaan ini menyimpan banyak tablet tanah liat berisi teks-teks sastra, ilmiah, dan administratif.
 
Di Indonesia, jejak perpustakaan telah ada sejak zaman kolonial Belanda. Melansir Perpustakaan Nasional Indonesia, perpustakaan telah ada sejak 1867 di Batavia. Kala itu, perpustakaan hanya berfungsi sebagai pusat dokumentasi dan penyimpanan arsip pemerintah kolonial.

Setelah Indonesia merdeka, fungsi perpustakaan berkembang untuk mendukung kebutuhan informasi masyarakat. Seiring dengan perkembangan zaman, kini perpustakaan mulai menemui fungsi-fungsi sebagai ruang bagi komunitas dan program-program literasi yang bertujuan meningkatkan minat baca di kalangan masyarakat.
 
Pegiat literasi Reda Gaudiamo berpendapatan, perpustakaan sebagai lumbung buku memainkan peran kunci dalam literasi di Indonesia. Menurutnya, keberadaan perpustakaan memberi dorongan bagi budaya membaca. Sebab, perpustakaan tidak hanya menyediakan akses terhadap buku, tetapi membuka ruang-ruang aktivitas yang menyemarakkan kegiatan literasi seperti festival buku.
 

Problematika Literasi

Ilustrasi perpustakaan (Sumber gambar; Jessica Ruscello/Unsplash)

Ilustrasi perpustakaan (Sumber gambar; Jessica Ruscello/Unsplash)


Kesuksesan literasi berpegang juga pada keterjangkauan buku. Dalam pandangan Reda, akses buku yang belum merata berkaitan dengan keterjangkauan buku yang dinilai sebagai tantangan besar apabila hendak meningkatkan literasi secara masif. Reda yang sudah biasa bergelut dalam agenda-agenda literasi kota hingga daerah melihat adanya keterbatasan dalam distribusi yang menjadi masalah lain.

Biaya pengiriman logistik yang tinggi membuat pegiat-peguat buku mengalami keterbatasan untuk menjangkau daerah yang lebih luas. Sehingga bagi Reda, peran pemerintah menghidupkan literasi melalui perpustakaan dengan kegiatan-kegiatan kreatif diperlukan untuk menjangkau masyarakat desa dengan inovasi yang menarik bagi pembaca buku.
 
Pemerintah dapat bekerjasama mendorong literasi dengan jaringan-jaringan yang melibatkan komunitas literasi yang kini dinilai Reda mulai bertumbuh di daerah-daerah. "Seperti di Flores itu sudah ada Flores Writers and Readers Festival. Mereka aktif melakukan  pelatihan untuk membantu teman-teman lokal mendorong literasi,” kata Reda. 

Baca juga: 4 Perpustakaan Berdesain Futuristik di Dunia yang Lengkap dan Megah

Langkah ini diharapkan dapat memperluas jangkauan buku dan meningkatkan minat baca di daerah yang lebih terpencil. Oleh karena itu, Reda menyebut dukungan pemerintah mendenyutkan nadi literasi melalui perpustakaan juga dapat dilakukan di samping festival-festival literasi ini.
 
Selain keterjangkauan akses buku, Reda juga mengamati pentingnya relevansi buku-buku dengan pembaca di sekitarnya. Dalam pandangannya, buku tak hanya perlu dilihat dari sisi kualitas, tetapi juga relevan dengan selera dan kebutuhan pembaca.

Hal ini memungkinkan pembaca merasa minatnya terhadap buku diwadahi dan resonan dengan informasi dan kepuasan seperti apa yang mereka cari dalam buku

Editor: Fajar Sidik 

SEBELUMNYA

Cek Hasil Pembagian Grup BWF World Junior Championships 2024

BERIKUTNYA

Sekolah Alam Atelier Jakarta Adopsi Kurikulum Reggio Emilia

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: