Tapak Tilas Bekas Rumah Laksamana Maeda di Jakarta, Lokasi Bersejarah Kemerdekaan RI
17 August 2024 |
11:55 WIB
Tidak jauh dari Taman Suropati, Jakarta, terdapat sebuah bangunan yang menyimpan satu peristiwa sejarah paling penting di Indonesia. Di bangunan yang terletak di Jalan Imam Bonjol Nomor 1, Jakarta Pusat itulah, naskah teks proklamasi Kemerdekaan Indonesia dirumuskan dan diketik.
Perjalanan bangsa Indonesia menyuarakan pekik kemerdekaan memang punya kisah yang panjang. Sepenggal kisah bersejarahnya, terduduk di sebuah rumah bercat putih bergaya art deco tersebut.
Berdiri di atas lahan seluar 3.914 meter persegi, dengan luas bangunan 1.138 meter persegi, bangunan ini dulunya adalah rumah dari Laksamana Muda Tadashi Maeda, seorang perwira tinggi Angkatan Laut (Kaigun) Kekaisaran Jepang. Kini, bangunan tersebut telah menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Maeda adalah satu dari sedikir perwira militer Jepang yang bersimpati dengan perjuangan pemuda Indonesia mewujudkan kemerdekaannya. Dia pun tak keberatan rumahnya digunakan untuk pertemuan jelang Indonesia memerdekakan diri.
Baca juga: Simak Tema & Makna Logo HUT Ke-79 Kemerdekaan RI
16 Agustus 1945, ketika tak ada kesepakatan yang berarti setelah para pemuda menculik dwitunggal, Sukarno dan Mohammad Hatta ke Rengasdengklok, Ahmad Soebardjo datang. Soebardjo membujuk pemuda melepaskan dwitunggal dengan jaminan esok hari pekik kemerdekaan yang didambakan akan berkumandang.
Malam harinya, rombongan berangkat ke Jakarta. Lantaran situasi masih tidak kondusif, rombongan membutuhkan lokasi perumusan rencana kemerdekaan yang aman. Kala itu, rombongan pun menuju ke rumah Laksamana Maeda. Setibanya di sana, tuan rumah menjelaskan permasalahan yang terjadi. Maeda pun menyambut rombongan yang dengan baik.
“Sebagai Perwira Angkatan Laut Jepang dan titah Kaisar Hirohito, tentu Indonesia tidak diizinkan merdeka. Namun, secara pribadi, beliau menyanggupi rumahnya sebagai perumusan naskah proklamasi,” jelas Kurator Jaka Perbawa di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, yang dulunya adalah rumah Laksamana Maeda tersebut.
Sayup-sayup perasaan haru dan ketegangan saat peristiwa itu terjadi, tampak masih bisa dirasakan. Ketika memasuki bangunan, pada bagian muka sisi kiri, meja dan kursi tamu tempat Maeda menerima Sukarno, Hatta, dan Ahmad Soebardjo masih dapat ditemui. Meski, ini hanyalah sebuah replika.
Di ruangan itu, pencahayaan dibuat remang-remang seolah menciptakan hawa yang penuh kegelisahan. Penyambutan rombongan tak berjalan lama. Kala itu, Sukarno, Hatta, dan Soebardjo langsung bergegas ke ruang tengah menjelang dini hari.
Ruang tengah berbeda dari ruang penyambutan dengan luas yang juga lebih lebar. Di dalamnya terdapat meja panjang. Ada tiaga patung lilin tiruan sosok Sukarno, Hatta, dan Soebardjo yang tengah berembuk.
Sukarno kemudian mulai mempersiapkan draft Naskah Proklamasi, sedangkan Bung Hatta dan Soebardjo menyumbangkan pikirannnya secara lisan. Teks tersebut diberi judul Proklamasi. Dialog pertama yang dihasilkan dari kesepakatan tiga tokoh nasional itu adalah “Kami Bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”.
Kemudian, kalimat kedua ditambah oleh Bung Hatta, berupa pernyataan mengenai pengalihan kekuasaan. Akhirnya, selesailah konsep naskah proklamasi dengan beberapa coretan sebagai tanda pertukaran pendapat dalam perumusannya.
Setelah naskah selesai, ketiga tokoh itu bergerak ke serambi muka rumah Maeda. Mereka membacakan naskah tersebut di hadapan para tokoh lain yang telah menunggu. Bung Karno pun meminta persetujuan kepada yang hadir.
Menurut Bung Hatta, jawaban dari hadirin yang hadir adalah gemuruh suara setuju. Namun, perdebatan muncul saat memutuskan siapa yang akan menandatangani proklamasi tersebut.
Bung Hatta sempat mengusulkan semua yang hadir di ruangan itu ikut menandatangani naskah proklamasi. Bung Hatta terinspirasi dari deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat. Namun, para pemuda menyarankan agar penandatanganan cukup diwakili oleh sosok dwitunggal saja.
Usai mencapai kesepakatan, Sukarno menyerahkan naskah tersebut kepada Sayuti Melik untuk diketik ulang. Sayuti kemudian berjalan ke ruangan kecil, di bawah tangga dari rumah Maeda.
Di dampingi BM Diah, Sayuti mulai mengetik dan sedikit mengubah beberapa kata, seperti tempoh menjadi tempo, penanggalan, serta kata wakil-wakil Bangsa Indonesia menjadi atas nama Bangsa Indonesia.
Setelah naskah selesai diketik, Sayuti segera membawa ke tempat hadirin lagi. Bung Karno dan Bung Hatta kemudian menandatangani naskah tersebut di atas piano yang terdapat di bawah tangga ruangan.
Setelahnya adalah sejarah. Teks proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dibacakan oleh Sukarno di teras depan rumahnya, Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta Pusat pada 17 Agustus 1945.
Presiden pertama RI tersebut membacakan teks proklamasi didampingi oleh Mohammad Hatta dan sejumlah pejuang kemerdekaan RI lainnya.
Baca juga: Begini Susunan Upacara Bendera Peringatan HUT ke-79 Kemerdekaan RI
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Perjalanan bangsa Indonesia menyuarakan pekik kemerdekaan memang punya kisah yang panjang. Sepenggal kisah bersejarahnya, terduduk di sebuah rumah bercat putih bergaya art deco tersebut.
Berdiri di atas lahan seluar 3.914 meter persegi, dengan luas bangunan 1.138 meter persegi, bangunan ini dulunya adalah rumah dari Laksamana Muda Tadashi Maeda, seorang perwira tinggi Angkatan Laut (Kaigun) Kekaisaran Jepang. Kini, bangunan tersebut telah menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Maeda adalah satu dari sedikir perwira militer Jepang yang bersimpati dengan perjuangan pemuda Indonesia mewujudkan kemerdekaannya. Dia pun tak keberatan rumahnya digunakan untuk pertemuan jelang Indonesia memerdekakan diri.
Baca juga: Simak Tema & Makna Logo HUT Ke-79 Kemerdekaan RI
Bekas rumah Laksamana Maeda sekarang menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)
Malam harinya, rombongan berangkat ke Jakarta. Lantaran situasi masih tidak kondusif, rombongan membutuhkan lokasi perumusan rencana kemerdekaan yang aman. Kala itu, rombongan pun menuju ke rumah Laksamana Maeda. Setibanya di sana, tuan rumah menjelaskan permasalahan yang terjadi. Maeda pun menyambut rombongan yang dengan baik.
“Sebagai Perwira Angkatan Laut Jepang dan titah Kaisar Hirohito, tentu Indonesia tidak diizinkan merdeka. Namun, secara pribadi, beliau menyanggupi rumahnya sebagai perumusan naskah proklamasi,” jelas Kurator Jaka Perbawa di Museum Perumusan Naskah Proklamasi, yang dulunya adalah rumah Laksamana Maeda tersebut.
Bekas rumah Laksamana Maeda sekarang menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)
Di ruangan itu, pencahayaan dibuat remang-remang seolah menciptakan hawa yang penuh kegelisahan. Penyambutan rombongan tak berjalan lama. Kala itu, Sukarno, Hatta, dan Soebardjo langsung bergegas ke ruang tengah menjelang dini hari.
Ruang tengah berbeda dari ruang penyambutan dengan luas yang juga lebih lebar. Di dalamnya terdapat meja panjang. Ada tiaga patung lilin tiruan sosok Sukarno, Hatta, dan Soebardjo yang tengah berembuk.
Bekas rumah Laksamana Maeda sekarang menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)
Kemudian, kalimat kedua ditambah oleh Bung Hatta, berupa pernyataan mengenai pengalihan kekuasaan. Akhirnya, selesailah konsep naskah proklamasi dengan beberapa coretan sebagai tanda pertukaran pendapat dalam perumusannya.
Setelah naskah selesai, ketiga tokoh itu bergerak ke serambi muka rumah Maeda. Mereka membacakan naskah tersebut di hadapan para tokoh lain yang telah menunggu. Bung Karno pun meminta persetujuan kepada yang hadir.
Menurut Bung Hatta, jawaban dari hadirin yang hadir adalah gemuruh suara setuju. Namun, perdebatan muncul saat memutuskan siapa yang akan menandatangani proklamasi tersebut.
Bung Hatta sempat mengusulkan semua yang hadir di ruangan itu ikut menandatangani naskah proklamasi. Bung Hatta terinspirasi dari deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat. Namun, para pemuda menyarankan agar penandatanganan cukup diwakili oleh sosok dwitunggal saja.
Usai mencapai kesepakatan, Sukarno menyerahkan naskah tersebut kepada Sayuti Melik untuk diketik ulang. Sayuti kemudian berjalan ke ruangan kecil, di bawah tangga dari rumah Maeda.
Bekas rumah Laksamana Maeda sekarang menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)
Setelah naskah selesai diketik, Sayuti segera membawa ke tempat hadirin lagi. Bung Karno dan Bung Hatta kemudian menandatangani naskah tersebut di atas piano yang terdapat di bawah tangga ruangan.
Setelahnya adalah sejarah. Teks proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dibacakan oleh Sukarno di teras depan rumahnya, Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56, Jakarta Pusat pada 17 Agustus 1945.
Presiden pertama RI tersebut membacakan teks proklamasi didampingi oleh Mohammad Hatta dan sejumlah pejuang kemerdekaan RI lainnya.
Baca juga: Begini Susunan Upacara Bendera Peringatan HUT ke-79 Kemerdekaan RI
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.