Isna Marifa Hadirkan Sejarah Nusantara yang Terpenggal di Novel Sapaan Sang Giri
04 August 2024 |
06:57 WIB
Penikmat cerita fiksi sejarah ada kabar gembira nih buat kalian. Pasalnya novel Sapaan Sang Giri dari Isna Marifa Kembali diterbitkan ulang oleh Kabar Media Books. Karya ini menyoroti babak penting dalam sejarah Indonesia. Yakni tentang perbudakan masyarakat Jawa di Afrika Selatan pada masa penjajahan Belanda.
Sapaan Sang Giri secara umum menyajikan sebuah narasi yang menyentuh. Termasuk mendalami babak sejarah yang kurang dikenal, tapi memiliki dampak yang sangat besar bagi sebagian besar masyarakat Jawa pada era kolonial.
Dalam diskusi yang dihelat di Da.Lo.Gue, Jakarta, Isna Marifa mengatakan, kolonialisme berdampak cukup besar pada perbudakan penduduk Nusantara. Mereka dibuang ke Afrika Selatan, yang kelak membentuk suatu komunitas multikultural bernama kaum Cape Malay.
Baca juga: Petualangan Mo Bersaudara Berlanjut di Novel Mari Pergi Lebih Jauh
Novel ini telah diterjemahkan ke bahasa Inggris dengan judul Mountains More Ancient. Sapaan Sang Giri dengan lugas juga menggambarkan pengalaman orang-orang yang tercerabut dari Tanah Air dan secara paksa masuk ke dalam dunia yang penuh eksploitasi dan penindasan.
"Saat melakukan riset di Afrika Selatan, sebagian besar penduduk di ketika saya tanya mereka keturunan siapa, semua langsung menjawab keturunan Jawa. Sementara di sini tidak banyak yang tahu, dan pengetahuan itu terkubur," katanya.
Selaras, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek Hilmar Farid mengatakan, tokoh-tokoh yang hadir dalam novel ini merepresentasikan sesuatu yang pernah ada. Kendati semuanya tidak berdasarkan sejarah, tapi sang penulis berhasil menuangkan cerita melebihi apa yang ada di kenyataan.
Saat pertama kali membaca, Hilmar mengaku langsung mencari tahu lokasi di mana latar novel ini dibuat. Dari momen inilah dia mencoba menarik benang merah sejarah waktu dan geografis kejadian di dalam novel. Menurutnya, premis dari novel ini adalah bentuk kekalahan beruntun dari kerajaaan-kerajaan di Jawa sejak abad ke-16.
"Ini adalah mood dari zamannya. Ini cerita dari tiga generasi, di mana sang penulis mengangkat cerita kaum yang kalah dan tidak punya daya. Dengan horison yang sangat terbatas, para tokohnya mencoba melihat ke luar, tapi saat melihat ke sana ada kekuatan [kolonialisme] yang sangat besar," katanya.
Untuk bisa sampai atau membaca novel ini menurutnya membutuhkan imajinasi yang cukup serius. Sebab, dalam menulisnya sang pengarang juga membutuhkan riset yang mendalam, terutama mengenai orang-orang yang disingkirkan kekuasaan karena menolak kolonialisme, atau mereka yang diperbudak tanpa tahu apa-apa.
Setelah membacanya sampai tuntas, Hilmar menempatkan novel ini sebagai potongan gambar kecil yang hilang dalam sejarah bangsa Indonesia. "Alih-alih membuat novel yang mencoba merekonstruksi sejarah, sang pengarang justru mengambil renik yang kecil dan jarang dibicarakan publik," imbuhnya.
Sapaan Sang Giri menyajikan sebuah narasi yang menyentuh, mendalami babak sejarah yang kurang dikenal namun memiliki dampak yang sangat besar: perbudakan di Afrika Selatan yang melibatkan orang-orang Nusantara dan asal mulanya suatu komunitas multikultural di Afrika Selatan – kaum Cape Malay.
Pertama kali diterbitkan pada bulan September 2020 (Penerbit Ombak), Novel ini dengan lugas juga menggambarkan pengalaman orang-orang yang tercerabut dari Tanah Air dan secara paksa masuk ke dalam dunia yang penuh eksploitasi dan penindasan.
Pembaca diajak melintasi waktu, berjalan beriringan dengan seorang anak perempuan dan ayahnya dari Jawa, menjelajah kehidupan mereka di tanah rantau yang saat itu sedang dikembangkan sebagai koloni oleh VOC. Edisi kedua Sapaan Sang Giri diluncurkan pada Mei 2024 oleh Kabar Media Books.
Ceritanya berkisar pada Parto dan Wulan, yang mendapati diri mereka diperbudak di Tanjung Harapan, Afrika Selatan karena ketidakmampuan Parto membayar utang. Bersama rekan-rekan buruh perkebunan, mereka berupaya mempertahankan budaya dan cara hidup Jawa di lingkungan asing tersebut.
Melalui penceritaan yang rumit dan pengembangan karakter yang bernuansa, Sapaan Sang Giri tidak hanya menggali kerinduan para karakter terhadap Tanah Airnya tetapi juga memberikan gambaran sekilas tentang sejarah Jawa dan Cape Colony.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Sapaan Sang Giri secara umum menyajikan sebuah narasi yang menyentuh. Termasuk mendalami babak sejarah yang kurang dikenal, tapi memiliki dampak yang sangat besar bagi sebagian besar masyarakat Jawa pada era kolonial.
Dalam diskusi yang dihelat di Da.Lo.Gue, Jakarta, Isna Marifa mengatakan, kolonialisme berdampak cukup besar pada perbudakan penduduk Nusantara. Mereka dibuang ke Afrika Selatan, yang kelak membentuk suatu komunitas multikultural bernama kaum Cape Malay.
Baca juga: Petualangan Mo Bersaudara Berlanjut di Novel Mari Pergi Lebih Jauh
Novel ini telah diterjemahkan ke bahasa Inggris dengan judul Mountains More Ancient. Sapaan Sang Giri dengan lugas juga menggambarkan pengalaman orang-orang yang tercerabut dari Tanah Air dan secara paksa masuk ke dalam dunia yang penuh eksploitasi dan penindasan.
"Saat melakukan riset di Afrika Selatan, sebagian besar penduduk di ketika saya tanya mereka keturunan siapa, semua langsung menjawab keturunan Jawa. Sementara di sini tidak banyak yang tahu, dan pengetahuan itu terkubur," katanya.
Diskusi Buku Sapaan Sang Giri dari Isna Marifa (sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Saat pertama kali membaca, Hilmar mengaku langsung mencari tahu lokasi di mana latar novel ini dibuat. Dari momen inilah dia mencoba menarik benang merah sejarah waktu dan geografis kejadian di dalam novel. Menurutnya, premis dari novel ini adalah bentuk kekalahan beruntun dari kerajaaan-kerajaan di Jawa sejak abad ke-16.
"Ini adalah mood dari zamannya. Ini cerita dari tiga generasi, di mana sang penulis mengangkat cerita kaum yang kalah dan tidak punya daya. Dengan horison yang sangat terbatas, para tokohnya mencoba melihat ke luar, tapi saat melihat ke sana ada kekuatan [kolonialisme] yang sangat besar," katanya.
Untuk bisa sampai atau membaca novel ini menurutnya membutuhkan imajinasi yang cukup serius. Sebab, dalam menulisnya sang pengarang juga membutuhkan riset yang mendalam, terutama mengenai orang-orang yang disingkirkan kekuasaan karena menolak kolonialisme, atau mereka yang diperbudak tanpa tahu apa-apa.
Setelah membacanya sampai tuntas, Hilmar menempatkan novel ini sebagai potongan gambar kecil yang hilang dalam sejarah bangsa Indonesia. "Alih-alih membuat novel yang mencoba merekonstruksi sejarah, sang pengarang justru mengambil renik yang kecil dan jarang dibicarakan publik," imbuhnya.
Sinopsis Sapaan Sang Giri
Sapaan Sang Giri menyajikan sebuah narasi yang menyentuh, mendalami babak sejarah yang kurang dikenal namun memiliki dampak yang sangat besar: perbudakan di Afrika Selatan yang melibatkan orang-orang Nusantara dan asal mulanya suatu komunitas multikultural di Afrika Selatan – kaum Cape Malay. Pertama kali diterbitkan pada bulan September 2020 (Penerbit Ombak), Novel ini dengan lugas juga menggambarkan pengalaman orang-orang yang tercerabut dari Tanah Air dan secara paksa masuk ke dalam dunia yang penuh eksploitasi dan penindasan.
Pembaca diajak melintasi waktu, berjalan beriringan dengan seorang anak perempuan dan ayahnya dari Jawa, menjelajah kehidupan mereka di tanah rantau yang saat itu sedang dikembangkan sebagai koloni oleh VOC. Edisi kedua Sapaan Sang Giri diluncurkan pada Mei 2024 oleh Kabar Media Books.
Ceritanya berkisar pada Parto dan Wulan, yang mendapati diri mereka diperbudak di Tanjung Harapan, Afrika Selatan karena ketidakmampuan Parto membayar utang. Bersama rekan-rekan buruh perkebunan, mereka berupaya mempertahankan budaya dan cara hidup Jawa di lingkungan asing tersebut.
Melalui penceritaan yang rumit dan pengembangan karakter yang bernuansa, Sapaan Sang Giri tidak hanya menggali kerinduan para karakter terhadap Tanah Airnya tetapi juga memberikan gambaran sekilas tentang sejarah Jawa dan Cape Colony.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.