KGPAA Mangkunegoro IX Wafat, Sosok Raja dengan Minat Kesenian Tinggi
14 August 2021 |
11:58 WIB
Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro IX atau lebih dikenal dengan KGPAA Mangkunegoro IX tutup usia pada 13 Agustus 2021. Melalui unggahan di akun instagram Puro Mangkunegaran, KGPAA Mangkunegoro IX diinformasikan wafat di Jakarta karena penyakit jantung.
Melansir dari situs resmi Puro Mangkunegaran, KGPAA Mangkunegoro IX dilahirkan di Surakarta pada tanggal 18 Agustus 1951. Dia adalah putra laki-laki kedua dari pasangan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegoro VIII dan Raden Ajeng Sunituti atau Gusti Kanjeng Putri Mangkunegioro VIII. Namun, pada masa remaja, KGPAA Mangkunegoro IX bernama Gusti Pangeran Haryo Sudjiwo Kusumo.
KGPAA Mangkunegoro IX adalah sosok yang memiliki minat besar terhadap kesenian terutama seni tari. Hal itu ditunjukkan dengan kemahirannya memerankan Bambangan, seorang ksatria lemah lembut dan halus. Pasalnya, peran Bambangan membutuhkan karakter yang kuat dan latihan yang keras untuk mencapai tingkat seorang penari yang layak tampil.
Akan tetapi, setelah Mangkunegoro VIII wafat, Pura Mangkunegaran selama kurang lebih satu tahun tidak memiliki penguasa. Akhirnya, pada 2 Januari 1988, KGPAA Mangkunegoro IX dipilih untuk mengisi kekosongan tersebut dan dinobatkan menjadi penguasa Mangkunegaran dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aryo Mangkunegoro IX.
Penobatan KGPAA Mangkunegoro IX menjadi penguasa Mangkunegaran merupakan peristiwa besar yakni seorang putra mahkota memimpin kerajaan. Tak heran jika penobatannya diiringi dengan suasana yang sakral, serta menggelar Tari Bedhaya Anglir Mendhung dan Tari Palguna Palgunadi.
Meskipun begitu, minat KGPAA Mangkunegoro IX terhadap kesenian tidak terhenti. Di bawah kepemimpinannya, Pura Mangkunegaran dihadirkan bukan hanya menjadi singgasana raja, melainkan menjadi pusat budaya Jawa dengan menyuguhkan beragam kegiatan kesenian seperti tari, wayang kulit, dan fragmen.
Bahkan, kehidupan tari gaya Mangkunegaran makin berkembang dengan dihasilkannya karya-karya tari seperti Tari Bedhaya Suryosumirat (1990), Tari Kontemporer Panji Sepuh (1993), Tari Harjuna Sasrabahu, Tari Puspita Ratna (1998), Tari Kontemporer Negeri Sembako (1998), Tari Kontemporer Krisis (1999), Drama Tari Mintaraga, dan Drama Tari Dewa Ruci.
Editor: Fajar Sidik
Melansir dari situs resmi Puro Mangkunegaran, KGPAA Mangkunegoro IX dilahirkan di Surakarta pada tanggal 18 Agustus 1951. Dia adalah putra laki-laki kedua dari pasangan Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegoro VIII dan Raden Ajeng Sunituti atau Gusti Kanjeng Putri Mangkunegioro VIII. Namun, pada masa remaja, KGPAA Mangkunegoro IX bernama Gusti Pangeran Haryo Sudjiwo Kusumo.
KGPAA Mangkunegoro IX adalah sosok yang memiliki minat besar terhadap kesenian terutama seni tari. Hal itu ditunjukkan dengan kemahirannya memerankan Bambangan, seorang ksatria lemah lembut dan halus. Pasalnya, peran Bambangan membutuhkan karakter yang kuat dan latihan yang keras untuk mencapai tingkat seorang penari yang layak tampil.
Persembahan spesial Kinarya Soerya Soemirat dalam Mangkunegaran Jazz Festival 2019 (Solo, 30 Maret 2019)-Dok. Puro Mangkunegaran
Penobatan KGPAA Mangkunegoro IX menjadi penguasa Mangkunegaran merupakan peristiwa besar yakni seorang putra mahkota memimpin kerajaan. Tak heran jika penobatannya diiringi dengan suasana yang sakral, serta menggelar Tari Bedhaya Anglir Mendhung dan Tari Palguna Palgunadi.
Meskipun begitu, minat KGPAA Mangkunegoro IX terhadap kesenian tidak terhenti. Di bawah kepemimpinannya, Pura Mangkunegaran dihadirkan bukan hanya menjadi singgasana raja, melainkan menjadi pusat budaya Jawa dengan menyuguhkan beragam kegiatan kesenian seperti tari, wayang kulit, dan fragmen.
Bahkan, kehidupan tari gaya Mangkunegaran makin berkembang dengan dihasilkannya karya-karya tari seperti Tari Bedhaya Suryosumirat (1990), Tari Kontemporer Panji Sepuh (1993), Tari Harjuna Sasrabahu, Tari Puspita Ratna (1998), Tari Kontemporer Negeri Sembako (1998), Tari Kontemporer Krisis (1999), Drama Tari Mintaraga, dan Drama Tari Dewa Ruci.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.