Kedai Kopi Es Tak Kie (Sumber foto: IG/kopiestakkieglodok)

Hypereport: Menjaga Cita Rasa, Cara Kedai Kopi & Rujak Legendaris di Glodok Bertahan hingga Kini

30 October 2023   |   14:30 WIB
Image
Yudi Supriyanto Jurnalis Hypeabis.id

Kawasan Glodok, Jakarta, tidak hanya kaya akan tradisi, tetapi juga kulinernya. Di tempat ini terdapat berbagai kuliner legendaris, yang ada sejak dahulu kala. Salah satunya, kedai Kopi Es Tak Kie. Kafe ini masih mempertahankan keotentikannya di tengah gempuran kafe-kafe modernan nan kekinian. 

Kedai yang menyediakan kopi itu masih menjadi pilihan banyak orang. Beberapa orang tersohor negeri ini tercatat pernah mengunjungi dan mencicipi nikmatnya kopi di sana. Willy, generasi keempat dari usaha Kopi Es Tak Kie, mengungkapkan bahwa kedai telah melakukan berbagai hal untuk dapat bertahan sampai dengan saat ini, sejak 1927 silam.
 

Baca juga: 
Untuk dapat terus meraih pelanggan, kedai kopi itu juga mulai menjemput “bola”. Stand bazar dan outlet di beberapa foodcourt pusat perbelanjaan atau mall pun dibuka, dengan harapan kian banyak orang melihat kedai ini. Di sisi lain, dalam rangka memasarkan produk, media sosial seperti instagram juga tidak lepas dari penggunaan mengingat zaman memang mengharuskan.

Kunci Kopi Es Tak Kie dapat bertahan selama ini juga tidak dapat dilepaskan dari rasa minuman kopi yang dijualnya. Konsistensi rasa menjadi sesuatu yang tidak bisa ditawar lagi.

Kondisi ini tentu menjadi tantangan karena akan berpengaruh terhadap kepuasan konsumen. Bukan tanpa sebab, kopi adalah komoditas perkebunan yang masa panennya tidak selalu baik. Jadi, keluarga melakukan beberapa hal agar rasa kopi yang disajikan kepada pelanggan tetap memiliki rasa yang selalu dicari. Kontrol kualitas dari pemilihan biji kopi, proses roasting, sampai dengan cara memasak pun dilakukan.

“Selalu kami perhatikan tim kami, agar tidak salah dalam proses pengolahannya,” katanya.

Tidak jauh berbeda dengan Kopi Es Tak Kie, Rujak Shanghai Encim juga mampu mempertahankan eksistensinya. Berdiri sejak, bisnis ini selalu menjaga rasa dari produk yang dijualnya kepada masyarakat. 

Resep yang diperoleh dari generasi pertama sampai dengan saat ini yang telah memasuki generasi ketiga masih terjaga. Tidak ada perubahan atau inovasi sedikit pun mengenai bumbu dan bahan-bahan untuk membuatnya. 

Budiman yang merupakan generasi ketiga juga menuturkan bahwa memiliki pemasok tersendiri terkait dengan bahan ubur-ubur. Pedagang yang menjadi pemsok pun sudah menjadi langganan, sehingga kualitasnya bisa terjaga. 

Rasa yang tetap terjaga selama puluhan tahun ini membuat para pelanggan tidak pernah pergi. Beberapa di antara mereka bahkan membeli Rujak Shanghai Encim lantaran cerita dari generasi sebelumnya.  Tidak hanya itu, mereka yang sudah pergi ke luar negeri kerap merasa kangen dan mencari makanan yang terdiri dari sayur seperti kangkung, juhi, lobak, dan mentimum selain ubur-ubur. 

“Rata-rata orangnya sama, dari ibunya turun ke anaknya. Anaknya suka, ke anaknya lagi,” ujarnya. 

Saat ini, Rujak Shanghai Encim tidak melakukan perubahan atau inovasi terkait dengan resep yang dijual lantaran para pelanggan kerap mencari keaslian dari rasanya. 

Meskipun masih kerap dicari oleh para pelanggannya, Budi menuturkan bahwa pihaknya juga tidak berdiam diri begitu saja. Rujak Shanghai Encim juga menggunakan sejumlah cara untuk menarik pelanggan baru. Mulai dari pemasaran lewat online hingga offline. 

Rujak Shanghai Encim bermula pada 1950 silam. Rujak ini menggunakan nama Shanghai karena pada saat itu sang nenek berjualan di depan sebuah bioskop dengan nama yang sama. 

Faktor Kunci
Pengamat brand dan marketing Yuswohady menturkan ada beberapa faktor yang membuat sebuah bisnis seperti Kopi Es Tak Kie dan beberapa lainnya dapat bertahan. 

Pertama, mengenai Pelaku. Sebagai usaha keluarga, langkah mutlak pertama sebuah bisnis seperti Kopi Es Tak Kie atau lainnya dapat bertahan dalam beberapa generasi atau tidak adalah terkait dengan keberadaan penerusnya atau tidak. 

Kedua, kemampuan bertahan juga akan sangat berpengaruh terhadap perpindahan usaha dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Dia mengingatkan bahwa tongkat estafet dari generasi pertama ke generasi kedua cenderung berjalan mulus. 

Namun, masalah kerap terjadi ketika bisnis harus berpindah dari generasi kedua ke generasi ketiga atau dari generasi ketiga ke generasi keempat. Kondisi ini dapat terjadi lantaran generasi ketiga atau keempat kerap menganggap bisnis yang telah berlangsung selama puluhan tahun sudah cukup kuno. 

Dengan begitu, mereka enggan melanjutkannya karena menilai tidak keren atau malu. Beberapa di antaranya yang telah belajar ke luar negeri juga kerap lebih memilih bekerja di sektor teknologi informasi atau yang lebih modern. 

Ketiga, bisnis dapat bertahan dalam beberapa generasi juga dapat dilihat dari sisi produk dan layanan, yang terdiri atas fungsional dan emosional. Fungsional erat kaitannya dengan produk yang dijual, yakni seperti rasan enak. Sementara emosional berkait dengan narasi yang dibangun oleh pemilik usaha terkait dengan produk dan layanan.

Menurutnya, langkah pelaku bisnis mempertahankan rasa makanan bukan sesuatu yang mudah. Kondisi ini dapat terjadi jika pengusaha memiliki standar operasional prosedur terkait hal itu. Di satu sisi produk inti harus tetap ada dengan rasa yang sama. Di sisi lain, pelaku juga perlu memberikan inovasi rasa dengan produk baru kepada konsumen. 

Inovasi kecil yang sifatnya adaptif dan terus-terusan perlu dilakukan. Tanpa inovasi, sebuah merek berpotensi ditinggalkan oleh pelanggan lantaran dapat merasa bosan. 

Sementara itu, narasi tentang produk atau layanan tidak boleh mengalami perubahan. Sebuah cerita tentang merek akan kian kuat jika makin klasik atau lama. Selain itu, pelaku usaha juga perlu melestarikan tempat usaha walaupun mengalami perbaikan.

Selain produk dan layanan, narasi juga bisa berupa ambience dari tempat sebuah usaha atau bisnis berjalan. 
Dia menuturkan, langkah penting lainnya yang perlu dilakukan oleh sebuah usaha agar dapat tetap bertahan adalah dengan menggunakan produk yang sesuai perkembangan zaman. Selain digital, media pemasaran secara fisik juga harus berjalan. 

“Keklasikan bertemu dengan digital menjadi bagus,” katanya. 

Pilihan media modern bisa meremajakan sebuah merek. Dengan penggunaan media pemasaran yang modern, konsumen tidak melihat sebuah bisnis atau usaha sebagai seusatu yang usang. Mereka bisa menggunakan media sosial yang kekinian tanpa mengubah esensi.

Editor: Dika Irawan

SEBELUMNYA

Hypereport: Legenda Kuliner Blok M, Ada Ada Ayam Taliwang Bersaudara hingga Sate Padang Ajo Ramon

BERIKUTNYA

5 Fakta Kehidupan Matthew Perry, Berusaha Lepas dari Narkoba & Alkohol hingga Impian Bangun Keluarga

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: