Menyulap Limbah Padat Jadi Barang Berguna, Apa Mungkin?
23 August 2023 |
21:00 WIB
Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional pada 2022 mencatat limbah padat sisa makanan dan plastik menempati urutan tertinggi menurut jenis sampah yang paling banyak ditemukan. Sumbangan limbah pangan mencapai 41,23 persen, sedangkan plastik 18,19 persen.
Meski jadi yang terbesar, sebenarnya dua limbah padat ini sebenarnya punya potensi besar dalam menghasilkan nilai ekonomi tambahan jika mampu dikelola dengan baik. Pakar Lingkungan Hidup dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Zaenal Abidin mengatakan bahwa limbah plastik perlu pengolahan khusus agar bisa menjadi produk yang bermanfaat kembali.
Baca juga: Kurangi Limbah, Cek Kiat Daur Ulang Sampah Barang Elektronik
Limbah jenis ini memang tidak bisa asal dimusnahkan, seperti dibakar, karena akan mencemari lingkungan. Secara sederhana, limbah plastik bisa dimanfaatkan dengan mudah menjadi sebuah kerajinan. Plastik yang sudah tidak digunakan bisa menjadi tas, karpet, pot, dan barang jadi lain yang memiliki nilai jual.
Akan tetapi, pemanfaatannya sebenarnya tidak sampai pada hal itu saja. Ahli Kimia Mineralogi ini juga menjelaskan bahan utama dari plastik sebenarnya adalah minyak mentah atau minyak bumi. Oleh karena itu, saat kefungsiannya sudah habis, sebenarnya plastik bisa diubah kembali ke bentuk aslinya, yakni minyak bumi.
Secara umum, proses pengolahan plastik menjadi bahan bakar minyak bisa menggunakan metode pirolisis. Plastik akan dipanaskan dengan suhu di atas 4.000 derajat Celcius tanpa oksigen. Lelehan plastik akan berubah menjadi gas, sebelum akhirnya melalui proses pendinginan dan menjadi cairan. Cairan tersebutlah yang nantinya bisa menjadi bahan bakar.
Di sisi lain, plastik juga bisa diubah menjadi amonia. Sebab, plastik memiliki unsur hidrogen yang mana bisa diubah menjadi amonia. Sebagai informasi, amonia saat ini banyak digunakan dalam proses produksi urea, industri bahan kimia, serta industri bubur dan kertas.
“Plastik itu kan sebenarnya macam-macam juga, seperti styrofoam, PET, dan sebagainya. Dalam satu botol air kemasan saja, ada beberapa jenis plastik yang jika dipisah, itu masing-masing akan menghasilkan nilai ekonomisnya sendiri,” jelas Zaenal.
Sementara itu, makanan juga termasuk limbah di industri kuliner yang sebenarnya punya manfaat banyak. Terlebih, limbah tersebut termasuk yang cukup besar di Indonesia. Data Program Lingkungan PBB (UNEP) mencatat Indonesia menghasilkan 20,93 juta ton limbah makanan setiap tahun. Angka ini membuat Indonesia jadi negara penghasil limbah makanan terbesar di Asia Tenggara pada 2021.
Limbah padat organik ini punya manfaat besar jika dikelola dengan baik. Salah satu hal sederhana yang bisa dilakukan ialah dengan menjadikannya bahan makanan bagi industri peternakan, seperti ayam, entok, dan sebagainya.
Sisa makanan juga menjadi pangan yang bisa digunakan untuk mereka yang menjalankan budidaya ulat maggot. Selain itu, tentu saja pengelolaannya bisa menjadi pupuk bagi tanaman.
“Namun, salah satu kelemahan di Indonesia adalah pemilahannya. Lantaran tercampur dengan banyak hal lain, hasil dari pengolahannya di Indonesia jadi bisa dibilang kurang signifikan,” imbuhnya.
Zaenal lantas membandingkan dengan pengelolaan limbah di Jepang. Negeri Sakura itu punya sistem pengelolaan limbah lebih baik bukan hanya karena memiliki skema di bagian hilir yang kuat, melainkan juga mempunyai sistem di hulu yang telah terstruktur. Alhasil, ekonomi sirkular bisa terbentuk dengan baik.
Baca juga: Mengintip Tata Kelola Sampah Organik di Taman Safari, Ternak Maggot Mulai Diminati Warga Sekitar
Editor: Dika Irawan
Meski jadi yang terbesar, sebenarnya dua limbah padat ini sebenarnya punya potensi besar dalam menghasilkan nilai ekonomi tambahan jika mampu dikelola dengan baik. Pakar Lingkungan Hidup dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Zaenal Abidin mengatakan bahwa limbah plastik perlu pengolahan khusus agar bisa menjadi produk yang bermanfaat kembali.
Baca juga: Kurangi Limbah, Cek Kiat Daur Ulang Sampah Barang Elektronik
Limbah jenis ini memang tidak bisa asal dimusnahkan, seperti dibakar, karena akan mencemari lingkungan. Secara sederhana, limbah plastik bisa dimanfaatkan dengan mudah menjadi sebuah kerajinan. Plastik yang sudah tidak digunakan bisa menjadi tas, karpet, pot, dan barang jadi lain yang memiliki nilai jual.
Akan tetapi, pemanfaatannya sebenarnya tidak sampai pada hal itu saja. Ahli Kimia Mineralogi ini juga menjelaskan bahan utama dari plastik sebenarnya adalah minyak mentah atau minyak bumi. Oleh karena itu, saat kefungsiannya sudah habis, sebenarnya plastik bisa diubah kembali ke bentuk aslinya, yakni minyak bumi.
Secara umum, proses pengolahan plastik menjadi bahan bakar minyak bisa menggunakan metode pirolisis. Plastik akan dipanaskan dengan suhu di atas 4.000 derajat Celcius tanpa oksigen. Lelehan plastik akan berubah menjadi gas, sebelum akhirnya melalui proses pendinginan dan menjadi cairan. Cairan tersebutlah yang nantinya bisa menjadi bahan bakar.
Di sisi lain, plastik juga bisa diubah menjadi amonia. Sebab, plastik memiliki unsur hidrogen yang mana bisa diubah menjadi amonia. Sebagai informasi, amonia saat ini banyak digunakan dalam proses produksi urea, industri bahan kimia, serta industri bubur dan kertas.
“Plastik itu kan sebenarnya macam-macam juga, seperti styrofoam, PET, dan sebagainya. Dalam satu botol air kemasan saja, ada beberapa jenis plastik yang jika dipisah, itu masing-masing akan menghasilkan nilai ekonomisnya sendiri,” jelas Zaenal.
Ilustrasi sampah (Sumber gambar: Unsplash/Kenny Eliason)
Limbah padat organik ini punya manfaat besar jika dikelola dengan baik. Salah satu hal sederhana yang bisa dilakukan ialah dengan menjadikannya bahan makanan bagi industri peternakan, seperti ayam, entok, dan sebagainya.
Sisa makanan juga menjadi pangan yang bisa digunakan untuk mereka yang menjalankan budidaya ulat maggot. Selain itu, tentu saja pengelolaannya bisa menjadi pupuk bagi tanaman.
“Namun, salah satu kelemahan di Indonesia adalah pemilahannya. Lantaran tercampur dengan banyak hal lain, hasil dari pengolahannya di Indonesia jadi bisa dibilang kurang signifikan,” imbuhnya.
Zaenal lantas membandingkan dengan pengelolaan limbah di Jepang. Negeri Sakura itu punya sistem pengelolaan limbah lebih baik bukan hanya karena memiliki skema di bagian hilir yang kuat, melainkan juga mempunyai sistem di hulu yang telah terstruktur. Alhasil, ekonomi sirkular bisa terbentuk dengan baik.
Baca juga: Mengintip Tata Kelola Sampah Organik di Taman Safari, Ternak Maggot Mulai Diminati Warga Sekitar
Editor: Dika Irawan
Komentar
Nanas Hasani
24 Aug 2023 - 09:24Harusnya yang kayak gini diperbanyak sih. Emang bener terkendala pemilahannya saja karena orang Indonesia kerap nyampur-nyampur sampah :(
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.