Menang Kostum Terbaik, Filosofi Baju Ksatria Minahasa yang Dipakai Kaesang Bikin Merinding
17 August 2023 |
13:21 WIB
Anak bungsu Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep menarik perhatian saat tampil dalam Upacara HUT Ke-78 Kemerdekaan RI di Halaman Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (17/8/2023). Pasalnya, dia dan istrinya, Erina Gudono tampil nyentrik dengan memakai baju adat penari Suku Minahasa, Sulawesi Utara.
Tak sia-sia, tampilan menarik itu membuat Kaesang dan Erina memenangkan busana terbaik keempat dalam Upacara HUT Ke-78 hari ini. Dia pun mendapat hadiah sepeda dari Presiden Jokowi yang merupakan ayahnya sendiri.
Baca juga: Rayakan Hari Kemerdekaan RI, Google Doodle Tampilkan Desain Semarak Permainan 17 Agustusan
Memang keluarga Jokowi kali ini tampaknya memilih pakaian para penari tradisional. Jika Iriana Jokowi menggunakan pakaian penari Legong dari Bali, Kaesang dan Erina memakai pakaian penari Kawasaran lengkap dengan atributnya.
Mengutip Instagram Erina Gudono, Kawasaran adalah tradisi leluhur Suku Minahasa, Sulawesi Utara dan merupakan tarian Ksatria Minahasa yang disebut Waraney.
Mulanya Kawasaran dilakukan untuk menjalankan ritual Mahsasau. Kawasaran terdiri dari dua suku kata, yakni ‘kawak’ yang berarti ‘melindungi’ dan ‘asaran’ yang berarti ‘sama atau berlaku seperti’. “Artinya, Kawasaran menjadi sama seperti leluhur di masa lalu, menjadi pelindung tanah, pelindung negeri, pelindung kehidupan,” tulis Erina dalam laman Instagramnya, dikutip Hypeabis.id, Kamis (17/8/2023).
Adapun bagian dasar baju yang dipakai Kaesang dan Erina merupakan kayu alam yang diikat dengan kain tenun pampele dan dipadu-padankan dengan kain tenun kaiwu patola. Tata busana dan aksesoris katanya dibuat mengacu pada sustainable fashion dan tidak menggunakan materi hewan asli.
Erina menuliskan ada tiga simbol utama Kawasaran. Pertama, gegenang (ingatan) yang disimbolisasikan dengan porong di bagian kepala menggunakan bulu ayam jago dan kepala burung uak. Hiasan kepala ini dimaknai sebagai melakukan kebaikan.
Kedua, pemenden (perasaan) yang disimbolkan dengan karai berupa kulit kayu dan kalung, baik kelana (dari manik-manik), dari taring babi rusa, ataupun kalung dari perunggu. Maknanya, manusia harus selalu menimbang dengan perasaan tetapi jangan berlebihan.
Ketiga, keketez (kekuatan) yang disimbolkan dengan ikatan-ikatan di tangan, di kaki dan pinggang. Ikatan ini telah didoakan ke Sang Khalik dan dipercaya bisa memberi kekuatan.
Atribut penting lain yang biasa digunakan adalah santi (pedang) sebagai simbol pembuka jalan kehidupan, pemelihara kehidupan dan pelindung kehidupan itu. Tengkorak merupakan simbol pemburu.
Erina menjelaskan dalam tarian ini sering dilakukan “I Yayat U Santi” yang berarti angkat pedang dan mainkan (acung-acungkan). Maknanya penyemangat menghadapi tantangan kehidupan.
“Kami memakai baju Kawasaran sebagai lambang penghormatan kami kepada para WARANEY (ksatria) bangsa yang telah berjuang melawan penjajah. Kami nyalakan jiwa muda ksatria WARANEY untuk melanjutkan perjuangan memajukan bangsa,” tegas Erina dalam postingan-nya.
Adapun busana Kawasaran Minahasa dibuat desainer muda Angga Arisman Ananta yang berkolaborasi dengan Tona’as atau pemimpin ritual dan pemimpin kelompok masyarakat budaya di Minahasa, Rinto Taroreh.
Edior: Indyah Sutriningrum
Tak sia-sia, tampilan menarik itu membuat Kaesang dan Erina memenangkan busana terbaik keempat dalam Upacara HUT Ke-78 hari ini. Dia pun mendapat hadiah sepeda dari Presiden Jokowi yang merupakan ayahnya sendiri.
Baca juga: Rayakan Hari Kemerdekaan RI, Google Doodle Tampilkan Desain Semarak Permainan 17 Agustusan
Memang keluarga Jokowi kali ini tampaknya memilih pakaian para penari tradisional. Jika Iriana Jokowi menggunakan pakaian penari Legong dari Bali, Kaesang dan Erina memakai pakaian penari Kawasaran lengkap dengan atributnya.
Mengutip Instagram Erina Gudono, Kawasaran adalah tradisi leluhur Suku Minahasa, Sulawesi Utara dan merupakan tarian Ksatria Minahasa yang disebut Waraney.
Mulanya Kawasaran dilakukan untuk menjalankan ritual Mahsasau. Kawasaran terdiri dari dua suku kata, yakni ‘kawak’ yang berarti ‘melindungi’ dan ‘asaran’ yang berarti ‘sama atau berlaku seperti’. “Artinya, Kawasaran menjadi sama seperti leluhur di masa lalu, menjadi pelindung tanah, pelindung negeri, pelindung kehidupan,” tulis Erina dalam laman Instagramnya, dikutip Hypeabis.id, Kamis (17/8/2023).
Adapun bagian dasar baju yang dipakai Kaesang dan Erina merupakan kayu alam yang diikat dengan kain tenun pampele dan dipadu-padankan dengan kain tenun kaiwu patola. Tata busana dan aksesoris katanya dibuat mengacu pada sustainable fashion dan tidak menggunakan materi hewan asli.
Erina menuliskan ada tiga simbol utama Kawasaran. Pertama, gegenang (ingatan) yang disimbolisasikan dengan porong di bagian kepala menggunakan bulu ayam jago dan kepala burung uak. Hiasan kepala ini dimaknai sebagai melakukan kebaikan.
Kedua, pemenden (perasaan) yang disimbolkan dengan karai berupa kulit kayu dan kalung, baik kelana (dari manik-manik), dari taring babi rusa, ataupun kalung dari perunggu. Maknanya, manusia harus selalu menimbang dengan perasaan tetapi jangan berlebihan.
Ketiga, keketez (kekuatan) yang disimbolkan dengan ikatan-ikatan di tangan, di kaki dan pinggang. Ikatan ini telah didoakan ke Sang Khalik dan dipercaya bisa memberi kekuatan.
Atribut penting lain yang biasa digunakan adalah santi (pedang) sebagai simbol pembuka jalan kehidupan, pemelihara kehidupan dan pelindung kehidupan itu. Tengkorak merupakan simbol pemburu.
Erina menjelaskan dalam tarian ini sering dilakukan “I Yayat U Santi” yang berarti angkat pedang dan mainkan (acung-acungkan). Maknanya penyemangat menghadapi tantangan kehidupan.
“Kami memakai baju Kawasaran sebagai lambang penghormatan kami kepada para WARANEY (ksatria) bangsa yang telah berjuang melawan penjajah. Kami nyalakan jiwa muda ksatria WARANEY untuk melanjutkan perjuangan memajukan bangsa,” tegas Erina dalam postingan-nya.
Adapun busana Kawasaran Minahasa dibuat desainer muda Angga Arisman Ananta yang berkolaborasi dengan Tona’as atau pemimpin ritual dan pemimpin kelompok masyarakat budaya di Minahasa, Rinto Taroreh.
Edior: Indyah Sutriningrum
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.