Yuk Intip Showroom Malique Selatan Djakarta, Tempatnya Berburu Mobil Retro
26 July 2021 |
21:37 WIB
Dahulu, berburu mobil retro atau klasik dengan kondisi baik layaknya mobil baru bukanlah perkara mudah. Pangsa pasar yang terbilang sempit dan tidak adanya patokan harga yang pasti seperti mobil bekas pada umumnya membuat banyak pedagang mobil bekas enggan menjajakannya.
Mau tidak mau, mereka yang berencana membeli mobil klasik harus membeli secara langsung dari pemilik. Bagi mereka yang punya banyak waktu untuk mencari informasi dan menyambangi satu per satu pemilik mungkin tak jadi persoalan.
Namun, seiring berjalannya waktu bermunculan pedagang yang khusus menawarkan mobil-mobil bekas retro atau klasik. Mereka menyadari bahwa pangsa pasar yang sempit itu punya potensi cukup besar.
Sebagian besar pedagang mobil retro dan klasik mengandalkan sosial media dan jejaring masing-masing untuk memasarkan dagangannya. Mereka juga tak menyiapkan ruang pamer khusus seperti pedagang mobil bekas pada umumnya.
Akan tetapi, sejak setahun belakangan satu per satu pedagang mobil retro dan klasik mulai meramaikan bursa mobil bekas di ruang bawah tanah (basement) Blok M Mall, Jakarta Selatan. Salah satu diantaranya adalah Bima Maliki lewat diler miliknya, Malique Selatan Djakarta.
Boleh dibilang, Bima merupakan pelopor hadirnya mobil-mobil retro dan klasik di bursa mobil bekas yang berada tepat di bawah Terminal Bus Blok M, Jakarta Selatan itu. “Dua tahun lalu, saya buka showroom di sini, awalnya yang jual [mobil retro dan klasik] cuma saya. Sekarang hampir semuanya”.
Bima awalnya hanya mengandalkan media sosial dan jejaring penggemar mobil-mobil retro dan klasik untuk memasarkan dagangannya. Namun, akhirnya dia menyadari bahwa ruang pamer tetap dibutuhkan untuk menjangkau calon pembeli yang tidak menggunakan sosial media dan bergabung dalam komunitas penggemar.
Mobil-mobil yang ditawarkan oleh pria yang mengawali bisnisnya saat duduk di bangku SMA itu cukup beragam. Namun, bisa dipastikan seluruhnya dalam kondisi prima dan terjaga orisinalitasnya layaknya mobil baru.Bima menegaskan dirinya tak mau main-main dengan kualitas barang dagangannya. Dia mengaku sangat selektif saat memburu mobil-mobil yang akan dia tawarkan kepada calon pembeli.
Sebisa mungkin mobil yang dia dapatkan untuk dijual tak perlu direstorasi. Karena menurutnya restorasi selain membutuhkan biaya tak sedikit juga menghabiskan waktu cukup lama apabila menginginkan hasil seperti kondisi mobil saat baru.
Belum lagi, kesulitan saat mencari bagian bodi dan interior yang tidak lengkap atau rusak. Barang yang dicari selain mahal juga tak selalu tersedia di pasaran.
“Saya maunya yang orisinal dan terjaga, terutama untuk interiornya, mobil juga kalau bisa jangan sampai sudah dicat ulang apalagi diganti part-nya. Saya belinya agak tinggi juga nggak apa-apa asal berkualitas”.
Bahkan, tak jarang pula Bima menjual mobil dalam kondisi baru stok lama (new old stock/NOS) yang angka odometernya sangat rendah dan interiornya masih terbungkus plastik. Mobil tersebut biasanya hanya disimpan di garasi tanpa pernah digunakan atau hanya digunakan sesekali oleh pemiliknya.
Mobil dalam kondisi NOS biasanya lebih cepat terjual dibandingkan dengan mobil-mobil yang direstorasi. Terlebih jika mobil tersebut adalah mobil yang populer di zamannya.
“Tapi ya tergantung mobil juga. Mobil yang populer kaya BMW E30, Toyota Starlet, Toyota Corolla DX [KE70], Mercy [Mercedes Benz] Tiger W123 itu pasti cepat lakunya, apalagi kalau NOS.”
Selain kondisi mobil, Bima juga memperhatikan betul kelengkapan surat-surat kendaraan yang dia jual. Dia memastikan bahwa mobil-mobil yang ada di Malique Selatan Djakarta tak melanggar hukum dan bisa digunakan di jalan umum.
“Kondisi bagus tapi suratnya bermasalah, seperti surat kawinan nomor rangka sama nomor mesin nggak sesuai mending yang lain aja deh. Daripada saya dan pembeli kena masalah”.
Tingginya standar yang ditentukan oleh Bima tentunya berpengaruh pada tingginya harga jual. Dia sendiri tak menampik bahwa barang dagangannya seringkali dianggap terlampau mahal oleh calon pembeli, khususnya yang bukan berasal dari kalangan kolektor.
Hal tersebut menurutnya tak menjadi persoalan karena kebanyakan calon pembeli mobil retro dan klasik adalah mereka yang tak sensitif terhadap harga. Bahkan tak jarang diantaranya yang menyatakan siap membayar dengan harga berapapun asalkan mendapatkan mobil sesuai keinginan mereka.
“Mereka nggak masalah karena memang ini ya barang hobi. Pembelinya juga kalangan atas yang daya belinya tinggi. Mereka berani bayar berapapun asal dapat. Kadang ya ada barang sudah dibayar orang tapi ada yang memaksa beli dengan harga lebih tinggi”.
Tawaran seperti itu tentunya sangat menggiurkan, akan tetapi Bima lagi-lagi tak ingin merusak reputasinya lantaran tidak menjaga amanah. Solusinya, dia mempertemukan calon pembeli yang menawar dengan harga tinggi dan pembeli yang sudah membayar untuk berunding.
Bima tak mau ikut campur dalam perundingan tersebut, apapun hasilnya dia siap menerima. Menurutnya, apapun hasilnya keduanya akan menjadi teman baik dengan kegemaran yang sama.
“Intinya bisnis ini itu amanah dan kekeluargaan. Karena bisnis ini awalnya kan dari kecintaan terhadap mobil [retro dan klasik]. Baik pembeli dan saya selaku penjual ya yang penting senang dan punya teman baru.”
Lebih lanjut, Bima mengungkapkan reputasi baik yang berhasil dibangun juga mempermudah dirinya mendapatkan mobil-mobil dalam kondisi prima dan orisinil. Karena biasanya pemilik mobil retro dan klasik meyakini di tangan penjual yang baik mobil kesayangan mereka akan jatuh ke tangan pembeli yang mampu merawatnya dengan baik juga.
Seperti yang terjadi saat Bima memperoleh Mercedes Benz W123 dan W210 dalam kondisi terbungkus rapi yang tersimpan lebih dari dua dekade di sebuah rumah kosong di Bandung. Pemilik mobil yang tak lagi tinggal di Tanah Air menghubunginya secara langsung menawarkan dua unit mobil kesayangannya itu.
Terakhir, terkait dengan pandemi Covid-19, Bima mengaku tak merasakan dampak seperti yang dirasakan oleh penjual mobil bekas pada umumnya. Alih-alih sepi pembeli, dia justru sempat kewalahan menerima permintaan, terutama untuk mobil-mobil populer yang dibeli untuk bernostalgia.
“Awal pandemi kaget sebulan agak sepi, tapi setelahnya malah ramai kok. Malah ini barang mulai habis, belum sampai sini sudah dibeli duluan ada. Orang-orang kaya yang uangnya biasa dipakai berlibur kan sekarang nggak bisa, akhirnya beli mobil buat ingat-ingat masa lalu,” tutupnya.
Editor: Dika Irawan
Mau tidak mau, mereka yang berencana membeli mobil klasik harus membeli secara langsung dari pemilik. Bagi mereka yang punya banyak waktu untuk mencari informasi dan menyambangi satu per satu pemilik mungkin tak jadi persoalan.
Namun, seiring berjalannya waktu bermunculan pedagang yang khusus menawarkan mobil-mobil bekas retro atau klasik. Mereka menyadari bahwa pangsa pasar yang sempit itu punya potensi cukup besar.
Sebagian besar pedagang mobil retro dan klasik mengandalkan sosial media dan jejaring masing-masing untuk memasarkan dagangannya. Mereka juga tak menyiapkan ruang pamer khusus seperti pedagang mobil bekas pada umumnya.
Akan tetapi, sejak setahun belakangan satu per satu pedagang mobil retro dan klasik mulai meramaikan bursa mobil bekas di ruang bawah tanah (basement) Blok M Mall, Jakarta Selatan. Salah satu diantaranya adalah Bima Maliki lewat diler miliknya, Malique Selatan Djakarta.
Bima Maliki dan Starlet EP71 Automatic yang dijual di showroom Malique Selatan Djakarta (dok: Hypeabis/Rezha Hadyan)
Boleh dibilang, Bima merupakan pelopor hadirnya mobil-mobil retro dan klasik di bursa mobil bekas yang berada tepat di bawah Terminal Bus Blok M, Jakarta Selatan itu. “Dua tahun lalu, saya buka showroom di sini, awalnya yang jual [mobil retro dan klasik] cuma saya. Sekarang hampir semuanya”.
Bima awalnya hanya mengandalkan media sosial dan jejaring penggemar mobil-mobil retro dan klasik untuk memasarkan dagangannya. Namun, akhirnya dia menyadari bahwa ruang pamer tetap dibutuhkan untuk menjangkau calon pembeli yang tidak menggunakan sosial media dan bergabung dalam komunitas penggemar.
Mobil-mobil yang ditawarkan oleh pria yang mengawali bisnisnya saat duduk di bangku SMA itu cukup beragam. Namun, bisa dipastikan seluruhnya dalam kondisi prima dan terjaga orisinalitasnya layaknya mobil baru.Bima menegaskan dirinya tak mau main-main dengan kualitas barang dagangannya. Dia mengaku sangat selektif saat memburu mobil-mobil yang akan dia tawarkan kepada calon pembeli.
Sebisa mungkin mobil yang dia dapatkan untuk dijual tak perlu direstorasi. Karena menurutnya restorasi selain membutuhkan biaya tak sedikit juga menghabiskan waktu cukup lama apabila menginginkan hasil seperti kondisi mobil saat baru.
Belum lagi, kesulitan saat mencari bagian bodi dan interior yang tidak lengkap atau rusak. Barang yang dicari selain mahal juga tak selalu tersedia di pasaran.
“Saya maunya yang orisinal dan terjaga, terutama untuk interiornya, mobil juga kalau bisa jangan sampai sudah dicat ulang apalagi diganti part-nya. Saya belinya agak tinggi juga nggak apa-apa asal berkualitas”.
Bahkan, tak jarang pula Bima menjual mobil dalam kondisi baru stok lama (new old stock/NOS) yang angka odometernya sangat rendah dan interiornya masih terbungkus plastik. Mobil tersebut biasanya hanya disimpan di garasi tanpa pernah digunakan atau hanya digunakan sesekali oleh pemiliknya.
Mobil dalam kondisi NOS biasanya lebih cepat terjual dibandingkan dengan mobil-mobil yang direstorasi. Terlebih jika mobil tersebut adalah mobil yang populer di zamannya.
“Tapi ya tergantung mobil juga. Mobil yang populer kaya BMW E30, Toyota Starlet, Toyota Corolla DX [KE70], Mercy [Mercedes Benz] Tiger W123 itu pasti cepat lakunya, apalagi kalau NOS.”
Selain kondisi mobil, Bima juga memperhatikan betul kelengkapan surat-surat kendaraan yang dia jual. Dia memastikan bahwa mobil-mobil yang ada di Malique Selatan Djakarta tak melanggar hukum dan bisa digunakan di jalan umum.
“Kondisi bagus tapi suratnya bermasalah, seperti surat kawinan nomor rangka sama nomor mesin nggak sesuai mending yang lain aja deh. Daripada saya dan pembeli kena masalah”.
Tingginya standar yang ditentukan oleh Bima tentunya berpengaruh pada tingginya harga jual. Dia sendiri tak menampik bahwa barang dagangannya seringkali dianggap terlampau mahal oleh calon pembeli, khususnya yang bukan berasal dari kalangan kolektor.
Deretan mobil koleksi showroom Malique Selatan Djakarta (dok: Hypeabis/Rezha Hadyan)
“Mereka nggak masalah karena memang ini ya barang hobi. Pembelinya juga kalangan atas yang daya belinya tinggi. Mereka berani bayar berapapun asal dapat. Kadang ya ada barang sudah dibayar orang tapi ada yang memaksa beli dengan harga lebih tinggi”.
Tawaran seperti itu tentunya sangat menggiurkan, akan tetapi Bima lagi-lagi tak ingin merusak reputasinya lantaran tidak menjaga amanah. Solusinya, dia mempertemukan calon pembeli yang menawar dengan harga tinggi dan pembeli yang sudah membayar untuk berunding.
Bima tak mau ikut campur dalam perundingan tersebut, apapun hasilnya dia siap menerima. Menurutnya, apapun hasilnya keduanya akan menjadi teman baik dengan kegemaran yang sama.
“Intinya bisnis ini itu amanah dan kekeluargaan. Karena bisnis ini awalnya kan dari kecintaan terhadap mobil [retro dan klasik]. Baik pembeli dan saya selaku penjual ya yang penting senang dan punya teman baru.”
Lebih lanjut, Bima mengungkapkan reputasi baik yang berhasil dibangun juga mempermudah dirinya mendapatkan mobil-mobil dalam kondisi prima dan orisinil. Karena biasanya pemilik mobil retro dan klasik meyakini di tangan penjual yang baik mobil kesayangan mereka akan jatuh ke tangan pembeli yang mampu merawatnya dengan baik juga.
Seperti yang terjadi saat Bima memperoleh Mercedes Benz W123 dan W210 dalam kondisi terbungkus rapi yang tersimpan lebih dari dua dekade di sebuah rumah kosong di Bandung. Pemilik mobil yang tak lagi tinggal di Tanah Air menghubunginya secara langsung menawarkan dua unit mobil kesayangannya itu.
Terakhir, terkait dengan pandemi Covid-19, Bima mengaku tak merasakan dampak seperti yang dirasakan oleh penjual mobil bekas pada umumnya. Alih-alih sepi pembeli, dia justru sempat kewalahan menerima permintaan, terutama untuk mobil-mobil populer yang dibeli untuk bernostalgia.
“Awal pandemi kaget sebulan agak sepi, tapi setelahnya malah ramai kok. Malah ini barang mulai habis, belum sampai sini sudah dibeli duluan ada. Orang-orang kaya yang uangnya biasa dipakai berlibur kan sekarang nggak bisa, akhirnya beli mobil buat ingat-ingat masa lalu,” tutupnya.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.