Festival Tradisi Lisan Nusantara, Menyoal Kelestarian Tradisi Bertutur di Era Digital
13 June 2023 |
12:38 WIB
1
Like
Like
Like
Keberadaan tradisi lisan di Indonesia kian terpojok di tengah gempuran dunia digital. Eksistensi sastra tutur ini semakin megap-megap mendekati kepunahan karena regenerasinya terputus akibat generasi muda yang abai terhadap tradisi lisan yang sarat akan nasihat itu.
Dari sinilah Asosiasi Tradisi Lisan akhirnya kembali menggelar Seminar Internasional dan Festival Tradisi Lisan ke-12. Bekerjasama dengan Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek agenda tersebut dihelat di Taman Ismail Marzuki Jakarta pada 12-15 Juni 2023.
Ketua Umum Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) Pudentia mengungkap, tema festival kali adalah Tradisi Lisan Melintasi Pandemi, Konflik dan Teknologi Terbaru Pasca Pandemi dalam Merawat Alam dan Kehidupan. Tajuk tersebut merupakan abstraksi dari pertanyaan-pertanyaan penting terkait eksistensi tradisi lisan dewasa ini, terutama seiring perkembangan zaman.
Baca juga: Cek 5 Pameran Seni Rupa Juni 2023, dari Syakieb Sungkar hingga Museum MACAN
Adapun, festival dua tahunan itu diikuti oleh para akademisi, budayawan atau pegiat, pengurus lembaga kebudayaan dan pihak-pihak lainnya dalam ekosistem kebudayan Indonesia. Selama empat hari mereka akan melangsungkan seminar-seminar untuk membahas isu-isu aktual terkait tradisi lisan Nusantara.
Berbagai topik yang menjadi perhatian para pengkaji dan pelaku tradisi lisan akan selama acara berlangsung untuk mencari solusi dalam melestarikan tradisi lisan. Beberapa di antaranya adalah terkait regenerasi, peran para peneliti, pemangku kepentingan, hingga eksistensi tradisi lisan di tengah gempuran era digital yang kian masif.
“Diharapkan pertemuan ini dapat memperkuat tradisi lisan dan sosialisasi mengenai peranan kebudayaan sebagai kekuatan kultural dalam membangun bangsa. Pasalnya, kekuatan tradisi telah terbukti mampu menjaga keselarasan alam, lingkungan, dan manusia," paparnya.
Agenda tersebut juga diramaikan dengan beragam pertunjukan seni tradisi lisan. Beberapa di antaranya termasuk nyanyian pengobatan dari Tomohon, komedi Betawi, tradisi Ngebeng dari Batanghari. Selain itu, acara ini juga dimeriahkan dengan tradisi lisan Baul & Patachitra oleh kelompok Rural Craft and Cultural, dari India.
Dia pun berharap kegiatan tersebut dapat menjadi momentum untuk menjaring solusi dan program aksi nyata guna memastikan keberlanjutan tradisi lisan di Nusantara, terutama di hadapan perkembangan teknologi. Hilmar menekankan, era dunia digital juga memberikan peluang baru bagi tradisi lisan agar kembali dapat diminati masyarakat.
Menurutnya tradisi lisan sudah melalui sesuatu yang disebut laboratory of survival, yang terjadi selama beratus tahun. Oleh karena itu dia mengungkap tradisi ini bakal tetap bertahan karena ada relevansi, manfaat, dan kegunaannya bagi masyarakat dan akan diteruskan dari generasi ke generasi.
"Namun yang hidup di masa kini punya tugas untuk melanjutkan pengetahuan tersebut pada generasi berikutnya. Jadi pengetahuan ini harus diupdate agar generasi berikutnya dapat menerimanya dengan mudah," papar Hilmar Farid.
Selain itu tradisi lisan dalam kehidupan masyarakat Indonesia juga berkaitan erat dengan kelestarian alam dan keanekaragaman hayati. Sayangnya pengetahuan tersebut seiring waktu juga pudar seiring berubahnya habitat tempat mereka tinggal dan menuanya generasi yang menyimpan pengetahuan itu.
"Saya kira ini menjadi tugas yang mendesak mengenai bagaimana memastikan masyarakat kita tentang keanekaragaman hayati agar dapat dilindungi dengan baik," jelas Hilmar.
Sebagai tambahan informasi, Seminar dan Festival Tradisi Lisan merupakan agenda dua tahunan yang diinisiasi ATL, dan telah dimulai sejak tahun 1993 di Taman Ismail Marzuki. Tahun ini, kegiatan tersebut memasuki acaranya yang ke-12 setelah terakhir kali diselenggarakan di Makassar pada 2019 sebelum pageblug melanda dunia.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Dari sinilah Asosiasi Tradisi Lisan akhirnya kembali menggelar Seminar Internasional dan Festival Tradisi Lisan ke-12. Bekerjasama dengan Ditjen Kebudayaan Kemendikbudristek agenda tersebut dihelat di Taman Ismail Marzuki Jakarta pada 12-15 Juni 2023.
Ketua Umum Asosiasi Tradisi Lisan (ATL) Pudentia mengungkap, tema festival kali adalah Tradisi Lisan Melintasi Pandemi, Konflik dan Teknologi Terbaru Pasca Pandemi dalam Merawat Alam dan Kehidupan. Tajuk tersebut merupakan abstraksi dari pertanyaan-pertanyaan penting terkait eksistensi tradisi lisan dewasa ini, terutama seiring perkembangan zaman.
Baca juga: Cek 5 Pameran Seni Rupa Juni 2023, dari Syakieb Sungkar hingga Museum MACAN
Adapun, festival dua tahunan itu diikuti oleh para akademisi, budayawan atau pegiat, pengurus lembaga kebudayaan dan pihak-pihak lainnya dalam ekosistem kebudayan Indonesia. Selama empat hari mereka akan melangsungkan seminar-seminar untuk membahas isu-isu aktual terkait tradisi lisan Nusantara.
Berbagai topik yang menjadi perhatian para pengkaji dan pelaku tradisi lisan akan selama acara berlangsung untuk mencari solusi dalam melestarikan tradisi lisan. Beberapa di antaranya adalah terkait regenerasi, peran para peneliti, pemangku kepentingan, hingga eksistensi tradisi lisan di tengah gempuran era digital yang kian masif.
“Diharapkan pertemuan ini dapat memperkuat tradisi lisan dan sosialisasi mengenai peranan kebudayaan sebagai kekuatan kultural dalam membangun bangsa. Pasalnya, kekuatan tradisi telah terbukti mampu menjaga keselarasan alam, lingkungan, dan manusia," paparnya.
Agenda tersebut juga diramaikan dengan beragam pertunjukan seni tradisi lisan. Beberapa di antaranya termasuk nyanyian pengobatan dari Tomohon, komedi Betawi, tradisi Ngebeng dari Batanghari. Selain itu, acara ini juga dimeriahkan dengan tradisi lisan Baul & Patachitra oleh kelompok Rural Craft and Cultural, dari India.
Merawat & Menguatkan Tradisi
Dirjen Kebudayaan, Hilmar Farid pun turut menyambut baik dan mengapresiasi pelaksanaan kegiatan tersebut. Menurutnya, gelaran seminar tradisi lisan dapat dijadikan titik tolok untuk kembali menengok dan menguatkan eksistensinya di tengah tantangan yang dihadapi oleh dunia saat ini.Dia pun berharap kegiatan tersebut dapat menjadi momentum untuk menjaring solusi dan program aksi nyata guna memastikan keberlanjutan tradisi lisan di Nusantara, terutama di hadapan perkembangan teknologi. Hilmar menekankan, era dunia digital juga memberikan peluang baru bagi tradisi lisan agar kembali dapat diminati masyarakat.
Menurutnya tradisi lisan sudah melalui sesuatu yang disebut laboratory of survival, yang terjadi selama beratus tahun. Oleh karena itu dia mengungkap tradisi ini bakal tetap bertahan karena ada relevansi, manfaat, dan kegunaannya bagi masyarakat dan akan diteruskan dari generasi ke generasi.
"Namun yang hidup di masa kini punya tugas untuk melanjutkan pengetahuan tersebut pada generasi berikutnya. Jadi pengetahuan ini harus diupdate agar generasi berikutnya dapat menerimanya dengan mudah," papar Hilmar Farid.
Selain itu tradisi lisan dalam kehidupan masyarakat Indonesia juga berkaitan erat dengan kelestarian alam dan keanekaragaman hayati. Sayangnya pengetahuan tersebut seiring waktu juga pudar seiring berubahnya habitat tempat mereka tinggal dan menuanya generasi yang menyimpan pengetahuan itu.
"Saya kira ini menjadi tugas yang mendesak mengenai bagaimana memastikan masyarakat kita tentang keanekaragaman hayati agar dapat dilindungi dengan baik," jelas Hilmar.
Sebagai tambahan informasi, Seminar dan Festival Tradisi Lisan merupakan agenda dua tahunan yang diinisiasi ATL, dan telah dimulai sejak tahun 1993 di Taman Ismail Marzuki. Tahun ini, kegiatan tersebut memasuki acaranya yang ke-12 setelah terakhir kali diselenggarakan di Makassar pada 2019 sebelum pageblug melanda dunia.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.