Goethe-Institut Bandung Bakal Gelar Pameran Sound of X
13 March 2023 |
21:00 WIB
Goethe-Institut Bandung akan mengadakan pameran Sound of X dari 17 Maret sampai 15 April 2023. Pameran ini menunjukkan keragaman bebunyian melalui karya video soundscape dari empat kota di Asia Tenggara, yakni Bandung, Kuala Lumpur, Manila, dan Singapura.
Berdasarkan rilis yang diterima Hypeabis.id, Direktur Goethe-Institut Bandung Caroline Brendel, mengatakan para seniman menampilkan persepsi visual dan akustik dengan merujuk pada pendekatan alternatif melalui karya yang dihasilkan dalam proyek ini.
Baca juga: Keren, 4 Siswa Ini Jadi Jawara Olimpiade Bahasa Jerman Goethe-Institut
Mereka akan memberikan wawasan tentang keragaman dunia suara di sejumlah kota dan mengajak para penikmat untuk “melihat” kota lebih intim. Caranya adalah dengan mendengarkan keragaman bunyi yang dibuat oleh para seniman.
“Dan perpustakaan Goethe Institut Bandung sbeagai ruang publik menjadi ruang pamer untuk mengenal kota melalui proses dan perjalanan setiap seniman Sound of X,” katanya.
Dia menuturkan, band situasional GURU akan menampilkan karya berjudul Susur Cikapundung dalam pameran ini. Karya tersebut akan menyajikan proses dan penelitian yang telah dilakukan terhadap kehidupan dan aktivitas di sungai Cikapundung.
Para penikmat pameran akan mendengar riuhnya limbah sungai dan aktivitas pemukiman yang menjadi bahan utama bagi mereka untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di sungai ini.
Komposisi suara dalam Susur Cikapundug diambil dari enam lokasi, yaitu Watervang Leuwilimoes, tepian sungai, perumahan Merdekalio, titik sungai Cikapundung, bendungan Sukaati, dan Kelurahan Mengger Bantaran Sungai.
Selain soundscapes video dan dokumentasi, GURU juga menampilkan artefak, peta, dan material penelitian sebagai bagian dari pameran. Mereka juga memilih empat video soundscape dari seniman yang terlibat dalam program Sound of X Asia Tenggara lainnya.
“Di antaranya adalah KoFlow, Nada dan Brandon Tay (Singapura), Another Universe (Kuala Lumpur), serta Escuri (Manila),” katanya.
Karya-karya yang dipilih itu dinilai memiliki metode penciptaan karya dan penggunaan material yang serupa. Selain itu, karya dari seniman lainnya di sejumlah negara dianggap memiliki kemiripan dalam memperlakukan kota beserta aktivitas penghuninya sebagai instrumen musik.
Untuk diketahui, Sound of X diprakarsai Goethe-Institut sebagai proyek digital internasional sebelum pandemi Covid-19 melanda. Pada fase pertama pameran ini, seniman dari Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru diundang untuk menjadi bagian.
Mereka diminta mengabadikan kota yang ditinggali dalam sebuah video pendek, tanpa kata-kata, semata-mata atas dasar suara, dan akustik lokal yang diringkas menjadi sebuah karya musik yang kemudian dipamerkan.
Dalam konteks lingkungan perkotaan, suara dapat muncul dari kebisingan sekitar yang menyatukan banyak hal, seperti musikalitas kehidupan sehar-hari dan soundtrack kota yang sering diabaikan meskipun tidak terlihat. Msuikalitas dan soundtrack itu kerap mengungkapkan atau mencerminkan struktur sosialnya yang khas.
Sementara itu, GURU adalah band situasional dari Bandung yang beranggotakan Mira Rizki, Bayu P. Pratama, Fahma Rosmansyah, dan Gazza Ryandika. Mereka memraktikkan pertunjukan situasional serta menggunakan suara tonal dan atonal yang dihasilkan.
Band situasional ini akan membuka pameran dengan penampilannya pada Jumat, 17 Maret 2023 pukul 19.00 WIB – 21.00 WIB di Goethe-Institut Bandung.
Editor: Fajar Sidik
Berdasarkan rilis yang diterima Hypeabis.id, Direktur Goethe-Institut Bandung Caroline Brendel, mengatakan para seniman menampilkan persepsi visual dan akustik dengan merujuk pada pendekatan alternatif melalui karya yang dihasilkan dalam proyek ini.
Baca juga: Keren, 4 Siswa Ini Jadi Jawara Olimpiade Bahasa Jerman Goethe-Institut
Mereka akan memberikan wawasan tentang keragaman dunia suara di sejumlah kota dan mengajak para penikmat untuk “melihat” kota lebih intim. Caranya adalah dengan mendengarkan keragaman bunyi yang dibuat oleh para seniman.
“Dan perpustakaan Goethe Institut Bandung sbeagai ruang publik menjadi ruang pamer untuk mengenal kota melalui proses dan perjalanan setiap seniman Sound of X,” katanya.
Dia menuturkan, band situasional GURU akan menampilkan karya berjudul Susur Cikapundung dalam pameran ini. Karya tersebut akan menyajikan proses dan penelitian yang telah dilakukan terhadap kehidupan dan aktivitas di sungai Cikapundung.
Para penikmat pameran akan mendengar riuhnya limbah sungai dan aktivitas pemukiman yang menjadi bahan utama bagi mereka untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi di sungai ini.
Komposisi suara dalam Susur Cikapundug diambil dari enam lokasi, yaitu Watervang Leuwilimoes, tepian sungai, perumahan Merdekalio, titik sungai Cikapundung, bendungan Sukaati, dan Kelurahan Mengger Bantaran Sungai.
Selain soundscapes video dan dokumentasi, GURU juga menampilkan artefak, peta, dan material penelitian sebagai bagian dari pameran. Mereka juga memilih empat video soundscape dari seniman yang terlibat dalam program Sound of X Asia Tenggara lainnya.
“Di antaranya adalah KoFlow, Nada dan Brandon Tay (Singapura), Another Universe (Kuala Lumpur), serta Escuri (Manila),” katanya.
Karya-karya yang dipilih itu dinilai memiliki metode penciptaan karya dan penggunaan material yang serupa. Selain itu, karya dari seniman lainnya di sejumlah negara dianggap memiliki kemiripan dalam memperlakukan kota beserta aktivitas penghuninya sebagai instrumen musik.
Untuk diketahui, Sound of X diprakarsai Goethe-Institut sebagai proyek digital internasional sebelum pandemi Covid-19 melanda. Pada fase pertama pameran ini, seniman dari Asia Tenggara, Australia, dan Selandia Baru diundang untuk menjadi bagian.
Mereka diminta mengabadikan kota yang ditinggali dalam sebuah video pendek, tanpa kata-kata, semata-mata atas dasar suara, dan akustik lokal yang diringkas menjadi sebuah karya musik yang kemudian dipamerkan.
Dalam konteks lingkungan perkotaan, suara dapat muncul dari kebisingan sekitar yang menyatukan banyak hal, seperti musikalitas kehidupan sehar-hari dan soundtrack kota yang sering diabaikan meskipun tidak terlihat. Msuikalitas dan soundtrack itu kerap mengungkapkan atau mencerminkan struktur sosialnya yang khas.
Sementara itu, GURU adalah band situasional dari Bandung yang beranggotakan Mira Rizki, Bayu P. Pratama, Fahma Rosmansyah, dan Gazza Ryandika. Mereka memraktikkan pertunjukan situasional serta menggunakan suara tonal dan atonal yang dihasilkan.
Band situasional ini akan membuka pameran dengan penampilannya pada Jumat, 17 Maret 2023 pukul 19.00 WIB – 21.00 WIB di Goethe-Institut Bandung.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.