Pintar Membaca Perubahan Selera Pasar, Kunci Keberhasilan Ekspor Kriya Indonesia
06 March 2023 |
13:36 WIB
Indonesia tuh punya potensi buat mengembangkan ekonomi kriya. Soalnya, produk-produk kerajinan kita selalu laris manis di pasaran, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Kayaknya negara ini memang surganya produk-produk kerajinan.
Mulai dari kerajinan kayu, kain, dan logam semuanya punya nilai seni dan ekonomi yang lumayan. Apalagi, tiap daerah di Indonesia juga punya keunikan sendiri-sendiri lho. Jadi, kalo kita bisa strategi dengan tepat, kriya bisa jadi produk andalan kita untuk diekspor ke mancanegara.
Baca juga: Ini Perkembangan Proses Digitalisasi Perizinan di Sektor Ekonomi Kreatif
Kriya adalah kerajinan tangan yang dicipitakan lewat keahlian dan keterampilan tertentu. Biasanya kriya dibuat dari bahan-bahan alami atau daur ulang, seperti kayu, bambu, kain, kulit, logam, dan kerang.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira sepakat kalau produk-produk kriya asli Indonesia bisa menghasilkan keuntungan ekonomi cukup signifikan bagi negara. Menurut Bhima, potensi ekspor kerajinan tangan asal Indonesia bisa lebih dari Rp11 triliun-14 triliun pada 2023.
Saat ini potensi pasar kerajinan produksi dalam negeri juga mulai terdiversifikasi ke pasar non-tradisional, seperti Afrika hingga Amerika Latin. Di kawasan ASEAN, paparnya, berbagai produk kerajinan asal Indonesia juga memiliki potensi yang lebih besar, terlebih paskapandemi.
Sementara itu, sejumlah negara lain, yang lebih dahulu mengenal kriya Indonesia, masih jadi langganan tetap tujuan ekspor. Misalnya, Jepang, Eropa (Inggris dan belanda), serta kawasan ASEAN. Malaysia, kata Bhima, itu sangat tertarik produk kandang hias untuk hewan peliharaan dari Indonesia.
"Peluang menjanjikan karena sebagian pengrajin mulai mengunakan teknologi, baik untuk proses produksi, packaging dan pemasaran. Jaringan distribusi pun juga cukup berkembang, terutama dengan adanya marketplace atau jual-beli online," ungkap Bhima kepada Hypeabis.id, beberapa waktu lalu.
Meski sebenarnya cukup menjanjikan, ekonomi kriya di Indonesia juga masih memiliki sederet tantangan. Salah satunya ialah soal regenerasi pelaku kriya yang mesti harus diperhatikan.
Menurut Bhima, regenerasi pengrajin perlu dipercepat karena ada indikasi beberapa daerah penghasil kerajinan mulai kehilangan penerus. Tantangan berikutnya berkaitan dengan prosedur ekspor, pajak, dan perizinan, yang harapannya bisa lebih dipermudah bagi para pelaku ekonomi kriya.
Selain itu, Bhima menyarankan pengrajin agar saat ini tidak hanya berfokus pada kuantitas produk. Dengan menggarap pasar yang lebih luas dan berkelanjutan, menjaga produk tetap kualitas juga mesti diutamakan. Oleh karena itu, peran quality control (QC) sangat penting agar daya saing produk kerajinan Indonesia bisa tetap terjaga.
Untuk menjaga keberlanjutan ekspor, Bhima juga menyarankan pelaku usaha rutin membaca ulang perubahan gaya hidup dan selera masyarakat di negara tujuan utama ekspornya. Saat pandemi, misalnya, banyak kerajinan tangan seperti gerabah laris ke pasar Eropa karena adanya pembatasan sosial.
Akan tetapi, saat pandemi mulai mereda dan mobilitas longgar, muncul tantangan baru soal perubahan selera. Perlu ada kejelian dan intelijen pasar yang baik untuk memantau hal tersebut. Dengan demikian, produk kriya asal Indonesia bisa terus relevan dengan pasar.
Selain itu, pelaku usaha juga mesti mencari strategi lain untuk mensiasati potensi naiknya biaya logistik ekspor, bisa mengirimkan produk kerajinan dengan sistem bulk atau pengiriman bersama dengan kelompok pengrajin lain yang memiliki tujuan negara sama.
Ekonomi yang timbul dari ekraf, termasuk kerajinan tangan, diharapkan punya dampak yang baik bagi perkembangan ekonomi nasional.
Sandi menjelaskan bahwa Indonesia saat ini masuk ke dalam tiga besar ekonomi kreatif terbesar di dunia, setelah Amerika Serikat dan Korea Selatan. Dengan potensi yang besar tersebut, pemerintah akan selalu mendukung upaya pelaku UMKM ekraf terus berkembang dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Sandiaga menargetkan transaksi ritel hingga Rp145 miliar dengan kontak dagang diharapkan mencapai US$12 juta atau sekitar 182 miliar. Target tersebut mengalami kenaikan dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Baca juga: Menparekraf Optimis Festival Family Sunday Movie Bangkitkan Ekonomi Kreatif
Editor: Dika Irawan
Mulai dari kerajinan kayu, kain, dan logam semuanya punya nilai seni dan ekonomi yang lumayan. Apalagi, tiap daerah di Indonesia juga punya keunikan sendiri-sendiri lho. Jadi, kalo kita bisa strategi dengan tepat, kriya bisa jadi produk andalan kita untuk diekspor ke mancanegara.
Baca juga: Ini Perkembangan Proses Digitalisasi Perizinan di Sektor Ekonomi Kreatif
Kriya adalah kerajinan tangan yang dicipitakan lewat keahlian dan keterampilan tertentu. Biasanya kriya dibuat dari bahan-bahan alami atau daur ulang, seperti kayu, bambu, kain, kulit, logam, dan kerang.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira sepakat kalau produk-produk kriya asli Indonesia bisa menghasilkan keuntungan ekonomi cukup signifikan bagi negara. Menurut Bhima, potensi ekspor kerajinan tangan asal Indonesia bisa lebih dari Rp11 triliun-14 triliun pada 2023.
Saat ini potensi pasar kerajinan produksi dalam negeri juga mulai terdiversifikasi ke pasar non-tradisional, seperti Afrika hingga Amerika Latin. Di kawasan ASEAN, paparnya, berbagai produk kerajinan asal Indonesia juga memiliki potensi yang lebih besar, terlebih paskapandemi.
Sementara itu, sejumlah negara lain, yang lebih dahulu mengenal kriya Indonesia, masih jadi langganan tetap tujuan ekspor. Misalnya, Jepang, Eropa (Inggris dan belanda), serta kawasan ASEAN. Malaysia, kata Bhima, itu sangat tertarik produk kandang hias untuk hewan peliharaan dari Indonesia.
"Peluang menjanjikan karena sebagian pengrajin mulai mengunakan teknologi, baik untuk proses produksi, packaging dan pemasaran. Jaringan distribusi pun juga cukup berkembang, terutama dengan adanya marketplace atau jual-beli online," ungkap Bhima kepada Hypeabis.id, beberapa waktu lalu.
(Sumber gambar: Freepik)
Menurut Bhima, regenerasi pengrajin perlu dipercepat karena ada indikasi beberapa daerah penghasil kerajinan mulai kehilangan penerus. Tantangan berikutnya berkaitan dengan prosedur ekspor, pajak, dan perizinan, yang harapannya bisa lebih dipermudah bagi para pelaku ekonomi kriya.
Selain itu, Bhima menyarankan pengrajin agar saat ini tidak hanya berfokus pada kuantitas produk. Dengan menggarap pasar yang lebih luas dan berkelanjutan, menjaga produk tetap kualitas juga mesti diutamakan. Oleh karena itu, peran quality control (QC) sangat penting agar daya saing produk kerajinan Indonesia bisa tetap terjaga.
Untuk menjaga keberlanjutan ekspor, Bhima juga menyarankan pelaku usaha rutin membaca ulang perubahan gaya hidup dan selera masyarakat di negara tujuan utama ekspornya. Saat pandemi, misalnya, banyak kerajinan tangan seperti gerabah laris ke pasar Eropa karena adanya pembatasan sosial.
Akan tetapi, saat pandemi mulai mereda dan mobilitas longgar, muncul tantangan baru soal perubahan selera. Perlu ada kejelian dan intelijen pasar yang baik untuk memantau hal tersebut. Dengan demikian, produk kriya asal Indonesia bisa terus relevan dengan pasar.
Selain itu, pelaku usaha juga mesti mencari strategi lain untuk mensiasati potensi naiknya biaya logistik ekspor, bisa mengirimkan produk kerajinan dengan sistem bulk atau pengiriman bersama dengan kelompok pengrajin lain yang memiliki tujuan negara sama.
Dukungan dari Berbagai Pihak Jadi Kunci
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno optimistis dengan produk-produk ekonomi kreatif (ekraf) kerajinan tangan dari Indonesia. Dalam pembukaan Jakarta International Handicraft Trade Fair (INACRAFT) 2023 beberapa waktu lalu, Sandi mendorong para pelaku ekraf menjadi aktor penting kebangkitan ekonomi nasional.Ekonomi yang timbul dari ekraf, termasuk kerajinan tangan, diharapkan punya dampak yang baik bagi perkembangan ekonomi nasional.
Sandi menjelaskan bahwa Indonesia saat ini masuk ke dalam tiga besar ekonomi kreatif terbesar di dunia, setelah Amerika Serikat dan Korea Selatan. Dengan potensi yang besar tersebut, pemerintah akan selalu mendukung upaya pelaku UMKM ekraf terus berkembang dan menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Sandiaga menargetkan transaksi ritel hingga Rp145 miliar dengan kontak dagang diharapkan mencapai US$12 juta atau sekitar 182 miliar. Target tersebut mengalami kenaikan dibanding tahun-tahun sebelumnya.
Baca juga: Menparekraf Optimis Festival Family Sunday Movie Bangkitkan Ekonomi Kreatif
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.