Hypereport: Bongkar, Rakit, Balap Tamiya, Lalu Untung
08 October 2022 |
22:21 WIB
Pada dekade 90-an, anak-anak di Indonesia sempat dilanda demam mobil mainan asal Jepang, Tamiya. Mobil ini digandrungi bocah-bocah kala itu karena keunikannya. Harus dirakit terlebih dahulu untuk memainkannya. Lebih serunya lagi, mobil ini pun bisa adu balap di lintasan trek.
Dalam beberapa tahun kemudian, tren mainan ini pun meredup. Sebagian dari anak-anak itu pun beralih ke mainan lain. Namun, sebagian lainnya tidak. Sampai beranjak dewasa, mereka konsisten mencintai mobil mainan tersebut.
Kalian perlu ketahui, mainan Mini 4WD yang biasa disebut Mini Yonku di Jepang, merupakan sejenis model miniatur mobil balap rakitan berbahan plastik. Sementara nama Tamiya sendiri berasal dari perusahaan atau produsen mainan mobil balap Mini 4WD yang didirikan oleh Yoshio Tamiya pada 1946.
Ada banyak alasan mengapa mainan ini kembali diminati. Mulai dari keseruan saat merakit, berburu uang dari lomba dan penjualan, hingga berbagi trick sesama anggota komunitas Tamiya.
Salah satu kolektor Mini 4WD, Alfian. menuturkan dia tertarik dengan mainan Tamiya sejak duduk di bangku sekolah dasar. Bukan tanpa alasan, Alfian sudah dikenalkan dengan Tamiya saat usia belia karena sang ayah memiliki minat yang sama dengan mainan ini.
Alfian menyebut, menggeluti Mini 4WD menantangnya untuk berkreasi mengingat mainan ini menekankan pada konsep rakit dan balap. Bahkan menurutnya, keseruan membongkar dan merakit mainan ini menjadi alasan utama mengapa Tamiya disukai banyak anak muda.
“Keseruannya ada saat merakit dan lomba. Apalagi kalau lomba, kita suka set spesifikasi yang sama. Jadi di tengah permainan yang fairplay ini harus memutar otak bagaimana caranya kita bisa jadi juara melawan lainnya,” kata Alfian.
Pria yang mengoleksi puluhan rakitan Mini 4WD ini mendapatkan mainan ini dari toko fisik, serta toko online dengan harga termahal Rp2,5 juta. “Untuk satu mobil spek side damper, kira-kira saya keluar uang Rp2 juta. Part yang paling mahal biasanya sasis Rp250.000 sama roller sekitar Rp300.000,” lanjut Alfian.
Secara umum, untuk seluruh koleksi Tamiyanya saja, Alfian sudah merogoh kocek hingga Rp15 juta. Angka tersebut, menurutnya, belum termasuk kit seperti part, cash, hingga alat box.
Kecintaan dalam menggeluti dunia Tamiya membuat pria asal Semarang ini pernah menjuarai kompetisi regional dan nasional serta meraup piala dan uang puluhan juta.
Menyediakan jasa rakit mobil Tamiya, Mario melihat target pasar yang signifikan dalam penjualan Mini 4WD ini. “Kita menyasar anak muda angkatan 90-an yang memang hobi Tamiya, tapi sibuk dan tidak sempat merakit mobil mainan ini,” kata Mario.
Mario mengiyakan jika beberapa tahun terakhir ada kenaikan minat terhadap koleksi mainan ini. Hal itu ditandai dengan permintaan yang cukup banyak dari pelanggan.
“Antusiasme terhadap Tamiya masih tinggi dan banyak peminatnya, meski seller harus pintar menjangkau pelanggan karena sekarang penjual besar masih mendominasi dan mengendalikan stok serta harga,” kata Alfian mengungkap kendala penjualan mainan ini.
Red Tamiya Store memilih untuk mendapatkan item Tamiya melalui jalur impor karena kualitas dalam negeri dianggap masih terlalu buruk. “Kita masih impor karena lebih berkualitas, dapat itemnya juga enggak sulit kok. Kecuali memang rare item itu sulit dan memang mahal,” kata Mario.
Di balik mulai naiknya minat terhadap Mini 4WD, Mario berpendapat jika euforia nostalgia jadi alasan terkuat hingga saat ini. “Hobi ini membawa kita ke masa kecil, dulu kita tidak punya uang karena masih kecil, sekarang sudah menghasilkan uang sendiri dan fasilitasnya pun mendukung. Barang bisa mudah didapat dan track bermainnya sudah banyak di Indonesia,” kata Mario.
Toko yang sudah berdiri sejak 16 tahun ini menjual Mini 4WD dengan harga termurah Rp175 ribu hingga Rp5 juta. “Kita juga menjual kelengkapan kit-nya mulai dari kelas standar box, cross box, side damper, b max, sampai sto,” kata Mario.
Berkat menggeluti usaha ini hingga belasan tahun, Mario mengaku bisa mendapat omset hingga Rp10 juta per bulan. “Omset didapat dari hasil penjualan Tamiya dan rakitan, kayak nose tail carbon ms chassis itu part-nya bisa harga Rp1 jutaan,” katanya.
Hobi Mini 4WD juga tidak lepas dari diskusi yang berlangsung di komunitas-komunitas. Seperti Komunitas Brother Tamiya yang sering berkumpul di area Cijantung, Jakarta Timur. Salah satu pengurus Komunitas Brother Tamiya, Leohardy, mengaku telah mewadahi pehobi Tamiya dalam berbagai agenda yang menarik.
“Agenda kita biasanya diskusi dan sharing seting bersama. Membahas lomba-lomba juga karena lomba biasa diadakan setahun sekali jadi bahas spesifikasi dan strategi untuk menang,” kata Leohardy.
Leohardy sendiri sudah mengikuti keseruan bermain Tamiya sejak tenarnya film Dash Yonkuro, serial manga Jepang karya Zaurus Tokuda yang kemudian diangkat menjadi film. “Rata-rata yang bermain kelahiran 80-90an, karena saat itu film Dash Yonkuro disukai banyak anak semasanya, sekarang banyak yang menyukai Mini 4WD karena bisa bernostalgia juga,” katanya.
Artikel lainnya: Melihat Geliat Bisnis Tamiya, di Balik Nostalgia dan Ajang Kompetisi Penuh Cuan
Editor: Dika Irawan
Dalam beberapa tahun kemudian, tren mainan ini pun meredup. Sebagian dari anak-anak itu pun beralih ke mainan lain. Namun, sebagian lainnya tidak. Sampai beranjak dewasa, mereka konsisten mencintai mobil mainan tersebut.
Kalian perlu ketahui, mainan Mini 4WD yang biasa disebut Mini Yonku di Jepang, merupakan sejenis model miniatur mobil balap rakitan berbahan plastik. Sementara nama Tamiya sendiri berasal dari perusahaan atau produsen mainan mobil balap Mini 4WD yang didirikan oleh Yoshio Tamiya pada 1946.
Ada banyak alasan mengapa mainan ini kembali diminati. Mulai dari keseruan saat merakit, berburu uang dari lomba dan penjualan, hingga berbagi trick sesama anggota komunitas Tamiya.
Salah satu kolektor Mini 4WD, Alfian. menuturkan dia tertarik dengan mainan Tamiya sejak duduk di bangku sekolah dasar. Bukan tanpa alasan, Alfian sudah dikenalkan dengan Tamiya saat usia belia karena sang ayah memiliki minat yang sama dengan mainan ini.
Alfian menyebut, menggeluti Mini 4WD menantangnya untuk berkreasi mengingat mainan ini menekankan pada konsep rakit dan balap. Bahkan menurutnya, keseruan membongkar dan merakit mainan ini menjadi alasan utama mengapa Tamiya disukai banyak anak muda.
“Keseruannya ada saat merakit dan lomba. Apalagi kalau lomba, kita suka set spesifikasi yang sama. Jadi di tengah permainan yang fairplay ini harus memutar otak bagaimana caranya kita bisa jadi juara melawan lainnya,” kata Alfian.
Alfian dengan trofi kejuaraan Tamiya (Sumber gambar: Alfiyan)
Secara umum, untuk seluruh koleksi Tamiyanya saja, Alfian sudah merogoh kocek hingga Rp15 juta. Angka tersebut, menurutnya, belum termasuk kit seperti part, cash, hingga alat box.
Kecintaan dalam menggeluti dunia Tamiya membuat pria asal Semarang ini pernah menjuarai kompetisi regional dan nasional serta meraup piala dan uang puluhan juta.
Ladang Bisnis
Tidak hanya menjadi ajang kreativitas bagi kolektor, Tamiya juga dilirik banyak penjual sebagai ladang bisnis menjanjikan. Owner Red Tamiya Store, Mario Leonard menuturkan dirinya telah mendulang penghasilan yang cukup besar dengan berjualan Tamiya sejak 2006.Menyediakan jasa rakit mobil Tamiya, Mario melihat target pasar yang signifikan dalam penjualan Mini 4WD ini. “Kita menyasar anak muda angkatan 90-an yang memang hobi Tamiya, tapi sibuk dan tidak sempat merakit mobil mainan ini,” kata Mario.
Mario mengiyakan jika beberapa tahun terakhir ada kenaikan minat terhadap koleksi mainan ini. Hal itu ditandai dengan permintaan yang cukup banyak dari pelanggan.
“Antusiasme terhadap Tamiya masih tinggi dan banyak peminatnya, meski seller harus pintar menjangkau pelanggan karena sekarang penjual besar masih mendominasi dan mengendalikan stok serta harga,” kata Alfian mengungkap kendala penjualan mainan ini.
Red Tamiya Store memilih untuk mendapatkan item Tamiya melalui jalur impor karena kualitas dalam negeri dianggap masih terlalu buruk. “Kita masih impor karena lebih berkualitas, dapat itemnya juga enggak sulit kok. Kecuali memang rare item itu sulit dan memang mahal,” kata Mario.
Di balik mulai naiknya minat terhadap Mini 4WD, Mario berpendapat jika euforia nostalgia jadi alasan terkuat hingga saat ini. “Hobi ini membawa kita ke masa kecil, dulu kita tidak punya uang karena masih kecil, sekarang sudah menghasilkan uang sendiri dan fasilitasnya pun mendukung. Barang bisa mudah didapat dan track bermainnya sudah banyak di Indonesia,” kata Mario.
(Sumber gambar: Alfian)
Berkat menggeluti usaha ini hingga belasan tahun, Mario mengaku bisa mendapat omset hingga Rp10 juta per bulan. “Omset didapat dari hasil penjualan Tamiya dan rakitan, kayak nose tail carbon ms chassis itu part-nya bisa harga Rp1 jutaan,” katanya.
Hobi Mini 4WD juga tidak lepas dari diskusi yang berlangsung di komunitas-komunitas. Seperti Komunitas Brother Tamiya yang sering berkumpul di area Cijantung, Jakarta Timur. Salah satu pengurus Komunitas Brother Tamiya, Leohardy, mengaku telah mewadahi pehobi Tamiya dalam berbagai agenda yang menarik.
“Agenda kita biasanya diskusi dan sharing seting bersama. Membahas lomba-lomba juga karena lomba biasa diadakan setahun sekali jadi bahas spesifikasi dan strategi untuk menang,” kata Leohardy.
Leohardy sendiri sudah mengikuti keseruan bermain Tamiya sejak tenarnya film Dash Yonkuro, serial manga Jepang karya Zaurus Tokuda yang kemudian diangkat menjadi film. “Rata-rata yang bermain kelahiran 80-90an, karena saat itu film Dash Yonkuro disukai banyak anak semasanya, sekarang banyak yang menyukai Mini 4WD karena bisa bernostalgia juga,” katanya.
Artikel lainnya: Melihat Geliat Bisnis Tamiya, di Balik Nostalgia dan Ajang Kompetisi Penuh Cuan
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.