Bunda Sibuk Bekerja? Begini Cara Agar Anak Tidak Berulah
25 August 2022 |
20:45 WIB
Banyak ibu memainkan peran ganda saat ini. Selain mengurus keluarga, tidak sedikit dari mereka yang bekerja untuk membantu meningkatkan taraf hidup menjadi lebih baik. Ada pula dari mereka yang memang menjadi kepala keluarga karena suami telah tiada ataupun mengalami perceraian.
Kesibukan ibu yang memainkan peran ganda ini tentu berpengaruh pada sikap dan emosional anak. Beberapa anak yang memiliki sedikit waktu dengan ibunya kemudian berulah di lingkungan maupun sekolah. Seperti menjadi pelaku perundungan, bahkan ketika mereka tidak bermaksud untuk melakukan hal tersebut.
Psikolog Tiga Generasi, Putu Andani menerangkan kerap kali anak belum punya kemampuan untuk mengelola emosinya. Di satu sisi dia menyerap apapun yang dipelajari dari lingkungan. Sebagai contoh dia melihat orang dewasa yang marah, kemudian melampiaskannya dengan cara memukul orang lain.
Akhirnya, hal itu yang ditiru ketika anak merasakan marah atau kesal. “Mereka observer. Terekam di dalam memori anak. Kebetulan yang dia tahu problem solving seperti itu,” ujarnya dalam diskusi bertajuk Cinta Ibu Sempurna, yang digelar Nestle Dancow DortiGro di bilangan Jakarta Selatan, Kamis (25/8/2022).
Ada pula anak yang memang sengaja berulah untuk mendapatkan perhatian orang tuanya, terutama ibu. Ketika mendapat perhatian tersebut namun tidak dengan penanganan yang tepat, lantas hal itu jadi kebiasaan anak untuk ungkapkan perasaannya.
“Aku merasa enggak didengar, enggak dilihat, jadi melakukan sesuatu untuk dilihat. Regulasi emosi mereka belum mateng,” sebutnya.
Memang setiap ibu punya kondisi yang berbeda-beda dan banyak faktor yang tidak bisa dikontrol sendiri. Namun demikian, Putu mengingatkan bahwa yang diharapkan sang buah hati hanyalah sosok ibu yang hadir untuk mereka.
“Buah hati cuma mau cinta bunda. Bahasa cinta banyak, ada waktu, pelukan. Tetapi yang paling susah dicari waktu. Yang si kecil butuhkan, butuh dipahami, dilihat, didengar,” tegasnya.
Bukan waktu selama 24 jam. Kata Putu, yang dibutuhkan adalah waktu berkualitas. Walaupun hanya 20 menit, sebisa mungkin pada menit tersebut perhatian hanya tertuju pada anak.
“Pastikan ini tidak terganggu apapun, pesan yang mau kita sampaikan ke anak dia masih yang utama. Kalau dikit-dikit kita balas WA (WhatsApp), baru sedikit anak ngomong ke-interupsi lagi, anak akan dapat pesan dia memang tidak berarti, hanya jadi yang kedua,” jelasnya.
Ketika orang tua terutama ibu mampu menerapkan waktu berkualitas tersebut, anak pun pada akhirnya akan menjadi paham dan memaklumi kegiatan ibunya yang seorang pekerja.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Nestlé Indonesia, Ganesan Ampalavanar menilai berbagai keterbatasan seperti fisik, jarak, waktu, stereotip terhadap sosok bunda terkadang menjadi tantangan tersendiri untuk membesarkan anak. Para bunda kerap merasa kurang dan tidak optimal dalam membesarkan sang buah hati.
Oleh karena itu, Nestle DANCOW FortiGro mengeluarkan kampanye #CintaBundaSempurna sejak Juli 222 yang menggandeng para ahli dari berbagai bidang dan komunitas untuk saling mendukung.
“Ini dapat dimanfaatkan para bunda untuk merasa aman dan nyaman serta mendorong rasa percaya diri untuk memberikan kasih sayang maksimal bagi buah hati mereka,” imbuhnya.
Nestle juga bekerja sama dengan Single Moms Indonesia (SMI), untuk memfasilitasi komitmen pemberdayaan dan dukungan yang akan memberi edukasi serta pelatihan bisnis bagi para bunda tunggal.
Pendiri SMI Maureen Hitipeuw mengatakan, bentuk kolaborasi ini salah satunya adalah digital book yang dapat diakses secara bebas untuk para ibu.
“Kami berharap berbagai program yang dihadirkan dapat semakin memberdayakan para bunda, khususnya para bunda tunggal, serta semakin meningkatkan kepercayaan diri mereka dalam membesarkan sang buah hati,” jelasnya.
Editor: M R Purboyo
Kesibukan ibu yang memainkan peran ganda ini tentu berpengaruh pada sikap dan emosional anak. Beberapa anak yang memiliki sedikit waktu dengan ibunya kemudian berulah di lingkungan maupun sekolah. Seperti menjadi pelaku perundungan, bahkan ketika mereka tidak bermaksud untuk melakukan hal tersebut.
Psikolog Tiga Generasi, Putu Andani menerangkan kerap kali anak belum punya kemampuan untuk mengelola emosinya. Di satu sisi dia menyerap apapun yang dipelajari dari lingkungan. Sebagai contoh dia melihat orang dewasa yang marah, kemudian melampiaskannya dengan cara memukul orang lain.
Akhirnya, hal itu yang ditiru ketika anak merasakan marah atau kesal. “Mereka observer. Terekam di dalam memori anak. Kebetulan yang dia tahu problem solving seperti itu,” ujarnya dalam diskusi bertajuk Cinta Ibu Sempurna, yang digelar Nestle Dancow DortiGro di bilangan Jakarta Selatan, Kamis (25/8/2022).
Ada pula anak yang memang sengaja berulah untuk mendapatkan perhatian orang tuanya, terutama ibu. Ketika mendapat perhatian tersebut namun tidak dengan penanganan yang tepat, lantas hal itu jadi kebiasaan anak untuk ungkapkan perasaannya.
“Aku merasa enggak didengar, enggak dilihat, jadi melakukan sesuatu untuk dilihat. Regulasi emosi mereka belum mateng,” sebutnya.
Memang setiap ibu punya kondisi yang berbeda-beda dan banyak faktor yang tidak bisa dikontrol sendiri. Namun demikian, Putu mengingatkan bahwa yang diharapkan sang buah hati hanyalah sosok ibu yang hadir untuk mereka.
Ilustrasi keluarga/ Freepik
“Buah hati cuma mau cinta bunda. Bahasa cinta banyak, ada waktu, pelukan. Tetapi yang paling susah dicari waktu. Yang si kecil butuhkan, butuh dipahami, dilihat, didengar,” tegasnya.
Bukan waktu selama 24 jam. Kata Putu, yang dibutuhkan adalah waktu berkualitas. Walaupun hanya 20 menit, sebisa mungkin pada menit tersebut perhatian hanya tertuju pada anak.
“Pastikan ini tidak terganggu apapun, pesan yang mau kita sampaikan ke anak dia masih yang utama. Kalau dikit-dikit kita balas WA (WhatsApp), baru sedikit anak ngomong ke-interupsi lagi, anak akan dapat pesan dia memang tidak berarti, hanya jadi yang kedua,” jelasnya.
Ketika orang tua terutama ibu mampu menerapkan waktu berkualitas tersebut, anak pun pada akhirnya akan menjadi paham dan memaklumi kegiatan ibunya yang seorang pekerja.
Sementara itu, Presiden Direktur PT Nestlé Indonesia, Ganesan Ampalavanar menilai berbagai keterbatasan seperti fisik, jarak, waktu, stereotip terhadap sosok bunda terkadang menjadi tantangan tersendiri untuk membesarkan anak. Para bunda kerap merasa kurang dan tidak optimal dalam membesarkan sang buah hati.
Oleh karena itu, Nestle DANCOW FortiGro mengeluarkan kampanye #CintaBundaSempurna sejak Juli 222 yang menggandeng para ahli dari berbagai bidang dan komunitas untuk saling mendukung.
“Ini dapat dimanfaatkan para bunda untuk merasa aman dan nyaman serta mendorong rasa percaya diri untuk memberikan kasih sayang maksimal bagi buah hati mereka,” imbuhnya.
Nestle juga bekerja sama dengan Single Moms Indonesia (SMI), untuk memfasilitasi komitmen pemberdayaan dan dukungan yang akan memberi edukasi serta pelatihan bisnis bagi para bunda tunggal.
Pendiri SMI Maureen Hitipeuw mengatakan, bentuk kolaborasi ini salah satunya adalah digital book yang dapat diakses secara bebas untuk para ibu.
“Kami berharap berbagai program yang dihadirkan dapat semakin memberdayakan para bunda, khususnya para bunda tunggal, serta semakin meningkatkan kepercayaan diri mereka dalam membesarkan sang buah hati,” jelasnya.
Editor: M R Purboyo
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.