Musisi Anang Hermansyah Masih Ragu Penerapan Aturan Lagu Jadi Jaminan Kredit
24 July 2022 |
16:36 WIB
Rencana pemerintah untuk menjadikan kekayaan intelektual sebagai jaminan pinjaman/utang ke bank disambut musisi sekaligus YouTuber Anang Hermansyah. Akan tetapi, pelantun lagu Separuh Jiwaku Pergi ini memiliki sederet pertanyaan terkait implementasi aturan tersebut.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 24/2022 tentang Ekonomi Kreatif yang ditekan Presiden Joko Widodo pada 12 Juli menurutnya perlu segera dibuat aturan turunan sampai infrastrukturnya. Jika tidak, niat yang sudah baik untuk membantu pelaku kreatif meningkatkan nilai ekonomi karyanya bisa saja stagnan.
“Niat baik ini kalau tidak dibarengi percepatan, sampai peraturan badan, sampai pelaksanaan, ini yang aku worry,” ujarnya belum lama ini.
Perlu diatur secara jelas konten apa yang bisa dijadikan agunan. Sebagai contoh konten yang diunggah ke YouTube. Walaupun dikatakan harus yang sudah memiliki HAKI, tetapi bagaimana mekanisme memastikan konten tersebut layak mendapatkan agunan.
Baca juga: Musisi Anang Hermansyah Masih Ragu Penerapan Aturan Lagu Jadi Jaminan Kredit
“Badan apa yang nanti menyetujui, oke kasih loan, apakah bank punya badan itu? Saat ini bank tidak punya. Bank cuma tanya kolateral,” imbuhnya.
Sebagai contoh akun YouTube miliknya, The Hermansyah yang memiliki 5,8 juta subscriber. Anang menekankan subscriber yang tinggi tidak menjamin setiap konten yang diunggah, ditonton jutaan orang. “Jaminannya sekarang bukan bukan subscriber,” katanya.
Apabila konten yang mendapat agunan adalah yang sudah terdaftar di HAKI, Anang menyebut untuk mengurusnya kekayaan intelektual ini saja, konten kreator harus membayar Rp400.000 per karya.
Menjadi permasalahan ketika seorang YouTuber seperti Anang yang memiliki konten yang jumlahnya ribuan. Artinya, untuk membayar HAKI saja, justru dia harus merogoh kocek ratusan juta rupiah untuk mendaftarkan konten.
“Pertanyaan lain timbul, siapa yang biayai Rp400 juta? Aku? Kalau Rp400 juta aku bayar, apakah aku dapat loan bank? Kalau bank kasih loan Rp1 miliar, sudah kepotong Rp400 juta bayar HAKI doang. Terus bank langsung menarik pendapatan langsung dari YouTube? Apakah seperti itu pelaksanaannya ? Ini perlu diskusi pemerintah dan perbankan,” tutur Anang.
Adapun, PP Nomor 24/2022 ini setidaknya ada lima yang disasar, yakni infrastruktur, perbankan, pemasaran, manajerial, dan permasalahan pada saat default dalam loan. Namun, Anang kembali bertanya, bagaimana pelaksanaannya di pemerintah dan bank. Apakah akan dijalankan serentak oleh bank pemerintah dan swasta.
“Pertanyaannya dana pemerintah cukup enggak? Kita punya 83.368 kecamatan hampir main YouTube semua di 37 provinsi. Darimana nanti uangnya. Kalau swasta pasti berpikir panjang karena ada risiko default, siapa yang tanggung? Ini yang perlu dicacah kembali,” terangnya.
Mengambil contoh lain di sektor film. Apakah ada lembaga atau pihak yang bisa memastikan bahwa film tersebut menjanjikan dijadikan jaminan.
Sementara untuk lagu, menurutnya, bentuk seperti apa yang bisa dijadikan agunan. Apakah yang hanya suara bersanding dengan gitar, atau harus dalam wujud rekaman. Sementara hingga saat ini, tidak ada basis data terhadap lagu karya anak bangsa. Kata Anang, butuh lembaga khusus yang bisa menilai kelayakan dan menghitung nilai konten-konten tersebut.
“Apakah ditarik sampai utang penuh melalui royalti? Sistemnya harus ada dulu. Butuh duduk bersama stakeholder merumuskan mau bikin badan baru, swasta punya, atau diserahkan ke bank masing-masing. Mungkin akan ada OJK untuk konten. Nanti bisa ada badan seperti itu,” tutur Anang.
Untuk menyusun mekanisme dan infrastruktur ini menurutnya butuh waktu sekitar 1 tahun. Harus dimulai dengan segera atau tahun ini, mengingat akhir tahun depan sudah masuk masa pemilu.
“Kalau pemerintah cepat menyusun orang kompeten dan memiliki pengalaman yang mumpuni, keilmuan yang bisa dipertanggungjawabkan, menyusun pelaksananya saya yakin bisa 1 tahun,” tegas Anang.
Baca juga: Kekayaan Intelektual Bisa Jadi Jaminan Utang, Begini Respons Perbankan & Otoritas Jasa Keuangan
Terpisah, Youtuber gaming Dyland Maximus Zidane atau dikenal dengan nama Dyland Pros mengatakan syarat konten yang dijadikan jaminan ke bank sebaiknya tidak diukur dari jumlah views atau orang yang melihat. Tolak ukur tersebut dianggap kurang tepat.
“Lebih aman dilihat dari subscriber, yang follow dan berlangganan di channel tersebut,” saran Dyland yang punya 15 juta subscriber di akun YouTube pribadinya.
Editor: Dika Irawan
Peraturan Pemerintah (PP) No. 24/2022 tentang Ekonomi Kreatif yang ditekan Presiden Joko Widodo pada 12 Juli menurutnya perlu segera dibuat aturan turunan sampai infrastrukturnya. Jika tidak, niat yang sudah baik untuk membantu pelaku kreatif meningkatkan nilai ekonomi karyanya bisa saja stagnan.
“Niat baik ini kalau tidak dibarengi percepatan, sampai peraturan badan, sampai pelaksanaan, ini yang aku worry,” ujarnya belum lama ini.
Perlu diatur secara jelas konten apa yang bisa dijadikan agunan. Sebagai contoh konten yang diunggah ke YouTube. Walaupun dikatakan harus yang sudah memiliki HAKI, tetapi bagaimana mekanisme memastikan konten tersebut layak mendapatkan agunan.
Baca juga: Musisi Anang Hermansyah Masih Ragu Penerapan Aturan Lagu Jadi Jaminan Kredit
“Badan apa yang nanti menyetujui, oke kasih loan, apakah bank punya badan itu? Saat ini bank tidak punya. Bank cuma tanya kolateral,” imbuhnya.
Sebagai contoh akun YouTube miliknya, The Hermansyah yang memiliki 5,8 juta subscriber. Anang menekankan subscriber yang tinggi tidak menjamin setiap konten yang diunggah, ditonton jutaan orang. “Jaminannya sekarang bukan bukan subscriber,” katanya.
Apabila konten yang mendapat agunan adalah yang sudah terdaftar di HAKI, Anang menyebut untuk mengurusnya kekayaan intelektual ini saja, konten kreator harus membayar Rp400.000 per karya.
Menjadi permasalahan ketika seorang YouTuber seperti Anang yang memiliki konten yang jumlahnya ribuan. Artinya, untuk membayar HAKI saja, justru dia harus merogoh kocek ratusan juta rupiah untuk mendaftarkan konten.
“Pertanyaan lain timbul, siapa yang biayai Rp400 juta? Aku? Kalau Rp400 juta aku bayar, apakah aku dapat loan bank? Kalau bank kasih loan Rp1 miliar, sudah kepotong Rp400 juta bayar HAKI doang. Terus bank langsung menarik pendapatan langsung dari YouTube? Apakah seperti itu pelaksanaannya ? Ini perlu diskusi pemerintah dan perbankan,” tutur Anang.
Adapun, PP Nomor 24/2022 ini setidaknya ada lima yang disasar, yakni infrastruktur, perbankan, pemasaran, manajerial, dan permasalahan pada saat default dalam loan. Namun, Anang kembali bertanya, bagaimana pelaksanaannya di pemerintah dan bank. Apakah akan dijalankan serentak oleh bank pemerintah dan swasta.
“Pertanyaannya dana pemerintah cukup enggak? Kita punya 83.368 kecamatan hampir main YouTube semua di 37 provinsi. Darimana nanti uangnya. Kalau swasta pasti berpikir panjang karena ada risiko default, siapa yang tanggung? Ini yang perlu dicacah kembali,” terangnya.
Mengambil contoh lain di sektor film. Apakah ada lembaga atau pihak yang bisa memastikan bahwa film tersebut menjanjikan dijadikan jaminan.
Sementara untuk lagu, menurutnya, bentuk seperti apa yang bisa dijadikan agunan. Apakah yang hanya suara bersanding dengan gitar, atau harus dalam wujud rekaman. Sementara hingga saat ini, tidak ada basis data terhadap lagu karya anak bangsa. Kata Anang, butuh lembaga khusus yang bisa menilai kelayakan dan menghitung nilai konten-konten tersebut.
“Apakah ditarik sampai utang penuh melalui royalti? Sistemnya harus ada dulu. Butuh duduk bersama stakeholder merumuskan mau bikin badan baru, swasta punya, atau diserahkan ke bank masing-masing. Mungkin akan ada OJK untuk konten. Nanti bisa ada badan seperti itu,” tutur Anang.
Untuk menyusun mekanisme dan infrastruktur ini menurutnya butuh waktu sekitar 1 tahun. Harus dimulai dengan segera atau tahun ini, mengingat akhir tahun depan sudah masuk masa pemilu.
“Kalau pemerintah cepat menyusun orang kompeten dan memiliki pengalaman yang mumpuni, keilmuan yang bisa dipertanggungjawabkan, menyusun pelaksananya saya yakin bisa 1 tahun,” tegas Anang.
Baca juga: Kekayaan Intelektual Bisa Jadi Jaminan Utang, Begini Respons Perbankan & Otoritas Jasa Keuangan
Terpisah, Youtuber gaming Dyland Maximus Zidane atau dikenal dengan nama Dyland Pros mengatakan syarat konten yang dijadikan jaminan ke bank sebaiknya tidak diukur dari jumlah views atau orang yang melihat. Tolak ukur tersebut dianggap kurang tepat.
“Lebih aman dilihat dari subscriber, yang follow dan berlangganan di channel tersebut,” saran Dyland yang punya 15 juta subscriber di akun YouTube pribadinya.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.