#BreakTheBias Jadi Tema Hari Perempuan Internasional 2022
08 March 2022 |
09:11 WIB
Hari ini, Selasa (8/3/2022), seluruh perempuan di dunia merayakan International Women’s Day (IWD) atau Hari Perempuan Internasional. Diperingati setiap tahunnya, Hari Perempuan Internasional merupakan bentuk perayaan prestasi perempuan di berbagai bidang seperti sosial, ekonomi, budaya dan politik.
Peringatan ini juga menandai seruan untuk bergerak agar segera tercapai kesetaraan pada perempuan.
Tahun ini, peringatan Hari Perempuan Internasional mengangkat tema #BreakTheBias. Mengutip dari laman resmi IWD, kampanye ini bertujuan untuk menciptakan dunia yang setara bagi semua gender, dunia yang bebas dari bias, stereotip dan diskriminasi, serta dunia di mana segala perbedaan dihargai dan dirayakan.
Hal itu bisa dilakukan baik secara individu maupun komunitas seperti sekolah, kampus, dan tempat kerja setiap harinya dengan mematahkan pandangan yang bias.
Tema ini diangkat karena pandangan yang bias dapat membuat perempuan sulit untuk bergerak maju. Mengetahui bahwa bias ada saja tidak cukup, sehingga diperlukan tindakan untuk menyamakan kedudukan setiap orang dengan gender apapun.
Hari Perempuan Internasional telah diperingati sejak awal 1900-an, ketika masa ekspansi besar di dunia industri dengan pertumbuhan populasi yang pesat dan munculnya ideologi radikal. Penindasan dan ketidaksetaraan pada perempuan memacu perempuan untuk lebih vokal dan aktif mengkampanyekan perubahan.
Pada tahun 1908, sebanyak 15.000 perempuan di kota New York menuntut jam kerja yang lebih pendek, gaji yang lebih baik, dan hak untuk bersuara. Sejak saat itu, Hari Perempuan Nasional (NWD) pertama diperingati di seluruh Amerika Serikat pada 28 Februari. Perempuan terus merayakan NWD pada hari Minggu terakhir bulan Februari hingga 1913.
Namun, pada 1910, seorang perempuan bernama Clara Zetkin, pemimpin 'Kantor Wanita' untuk Partai Sosial Demokrat di Jerman, mengajukan gagasan tentang Hari Perempuan Internasional. Dia mengusulkan bahwa setiap tahun di setiap negara harus ada perayaan pada hari yang sama untuk mendesak tuntutan mereka.
Setelah keputusan yang disepakati di Kopenhagen di Denmark pada tahun 1911, Hari Perempuan Internasional dihormati untuk pertama kalinya di Austria, Denmark, Jerman dan Swiss pada 19 Maret. Lebih dari satu juta perempuan dan laki-laki menghadiri rapat umum IWD yang mengkampanyekan hak perempuan untuk bekerja, memilih, dilatih, memegang jabatan publik dan mengakhiri diskriminasi.
Akan tetapi, pada 25 Maret 1911, 'Kebakaran Segitiga' yang tragis di New York City merenggut nyawa lebih dari 140 wanita pekerja, kebanyakan dari mereka adalah imigran Italia dan Yahudi.
Insiden memilukan tersebut menarik perhatian yang signifikan terhadap kondisi kerja dan undang-undang ketenagakerjaan di Amerika Serikat, yang kemudian menjadi fokus acara Hari Perempuan Internasional pada tahun berikutnya.
(Baca juga: Sri Mulyani Bicara Soal Tantangan Perempuan saat Meniti Karier)
Di masa sekarang, gagasan dan konsep tentang kesetaraan gender kini bukan hal yang tabu lagi untuk dibicarakan. Kini, perempuan memiliki kesempatan untuk berada di pemerintahan, kesetaraan yang lebih besar dalam hak-hak legislatif, dan apresiasi terhadap pencapaian mereka di berbagai bidang.
Meski begitu, masih terdapat sejumlah benang kusut permasalahan perempuan yang belum terpecahkan, seperti masih adanya ketidaksetaraan upah antara perempuan dan laki-laki, juga kasus-kasus kekerasan domestik yang lebih dominan dialami perempuan.
Namun tidak dipungkiri, perbaikan besar telah dilakukan. Perempuan kini bisa menjadi astronot, perdana menteri, memperoleh pendidikan tinggi, bebas untuk bekerja dan memiliki keluarga, serta memiliki kebebasan untuk memilih tujuan hidupnya.
Hari Perempuan Internasional juga ditetapkan sebagai hari libur resmi di banyak negara, seperti Afghanistan, Armenia, Azerbaijan, Belarus, Burkina Faso, Kamboja, China (khusus perempuan), Kuba, Georgia, Guinea-Bissau, Eritrea, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Laos, Madagaskar (khusus perempuan), Moldova, Mongolia, Montenegro, Nepal (khusus perempuan), Rusia, Tajikistan, Turkmenistan, Uganda, Ukraina, Uzbekistan, Vietnam, dan Zambia.
Di beberapa negara, Hari Perempuan Internasional juga dipandang setara dengan Hari Ibu. Pada hari itu, anak-anak akan memberikan hadiah kecil kepada ibu dan neneknya.
Editor: Nirmala
Peringatan ini juga menandai seruan untuk bergerak agar segera tercapai kesetaraan pada perempuan.
Tahun ini, peringatan Hari Perempuan Internasional mengangkat tema #BreakTheBias. Mengutip dari laman resmi IWD, kampanye ini bertujuan untuk menciptakan dunia yang setara bagi semua gender, dunia yang bebas dari bias, stereotip dan diskriminasi, serta dunia di mana segala perbedaan dihargai dan dirayakan.
Hal itu bisa dilakukan baik secara individu maupun komunitas seperti sekolah, kampus, dan tempat kerja setiap harinya dengan mematahkan pandangan yang bias.
Tema ini diangkat karena pandangan yang bias dapat membuat perempuan sulit untuk bergerak maju. Mengetahui bahwa bias ada saja tidak cukup, sehingga diperlukan tindakan untuk menyamakan kedudukan setiap orang dengan gender apapun.
Gerakan kampanye #BreakTheBias (Dok. IWD)
Sejarah Hari Perempuan Internasional
Hari Perempuan Internasional telah diperingati sejak awal 1900-an, ketika masa ekspansi besar di dunia industri dengan pertumbuhan populasi yang pesat dan munculnya ideologi radikal. Penindasan dan ketidaksetaraan pada perempuan memacu perempuan untuk lebih vokal dan aktif mengkampanyekan perubahan. Pada tahun 1908, sebanyak 15.000 perempuan di kota New York menuntut jam kerja yang lebih pendek, gaji yang lebih baik, dan hak untuk bersuara. Sejak saat itu, Hari Perempuan Nasional (NWD) pertama diperingati di seluruh Amerika Serikat pada 28 Februari. Perempuan terus merayakan NWD pada hari Minggu terakhir bulan Februari hingga 1913.
Namun, pada 1910, seorang perempuan bernama Clara Zetkin, pemimpin 'Kantor Wanita' untuk Partai Sosial Demokrat di Jerman, mengajukan gagasan tentang Hari Perempuan Internasional. Dia mengusulkan bahwa setiap tahun di setiap negara harus ada perayaan pada hari yang sama untuk mendesak tuntutan mereka.
Setelah keputusan yang disepakati di Kopenhagen di Denmark pada tahun 1911, Hari Perempuan Internasional dihormati untuk pertama kalinya di Austria, Denmark, Jerman dan Swiss pada 19 Maret. Lebih dari satu juta perempuan dan laki-laki menghadiri rapat umum IWD yang mengkampanyekan hak perempuan untuk bekerja, memilih, dilatih, memegang jabatan publik dan mengakhiri diskriminasi.
Akan tetapi, pada 25 Maret 1911, 'Kebakaran Segitiga' yang tragis di New York City merenggut nyawa lebih dari 140 wanita pekerja, kebanyakan dari mereka adalah imigran Italia dan Yahudi.
Insiden memilukan tersebut menarik perhatian yang signifikan terhadap kondisi kerja dan undang-undang ketenagakerjaan di Amerika Serikat, yang kemudian menjadi fokus acara Hari Perempuan Internasional pada tahun berikutnya.
(Baca juga: Sri Mulyani Bicara Soal Tantangan Perempuan saat Meniti Karier)
Hari Perempuan Internasional Sekarang
Di masa sekarang, gagasan dan konsep tentang kesetaraan gender kini bukan hal yang tabu lagi untuk dibicarakan. Kini, perempuan memiliki kesempatan untuk berada di pemerintahan, kesetaraan yang lebih besar dalam hak-hak legislatif, dan apresiasi terhadap pencapaian mereka di berbagai bidang.Meski begitu, masih terdapat sejumlah benang kusut permasalahan perempuan yang belum terpecahkan, seperti masih adanya ketidaksetaraan upah antara perempuan dan laki-laki, juga kasus-kasus kekerasan domestik yang lebih dominan dialami perempuan.
Namun tidak dipungkiri, perbaikan besar telah dilakukan. Perempuan kini bisa menjadi astronot, perdana menteri, memperoleh pendidikan tinggi, bebas untuk bekerja dan memiliki keluarga, serta memiliki kebebasan untuk memilih tujuan hidupnya.
Hari Perempuan Internasional juga ditetapkan sebagai hari libur resmi di banyak negara, seperti Afghanistan, Armenia, Azerbaijan, Belarus, Burkina Faso, Kamboja, China (khusus perempuan), Kuba, Georgia, Guinea-Bissau, Eritrea, Kazakhstan, Kyrgyzstan, Laos, Madagaskar (khusus perempuan), Moldova, Mongolia, Montenegro, Nepal (khusus perempuan), Rusia, Tajikistan, Turkmenistan, Uganda, Ukraina, Uzbekistan, Vietnam, dan Zambia.
Di beberapa negara, Hari Perempuan Internasional juga dipandang setara dengan Hari Ibu. Pada hari itu, anak-anak akan memberikan hadiah kecil kepada ibu dan neneknya.
Editor: Nirmala
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.