Ini Negara-Negara yang Paling Banyak Minta Penghapusan Konten di Twitter
27 January 2022 |
09:13 WIB
Raksasa media sosial Twitter menyatakan bahwa pemerintah di seluruh dunia telah banyak membuat permintaan untuk menghapus konten yang melanggar kebijakan di dalam platform mereka pada periode Januari sampai Juni tahun lalu.
Disebutkan bahwa pemerintahan di seluruh dunia telah membuat 43.487 pengajuan untuk penghapusan konten dari 196.878 akun pada periode tersebut. Angka ini merupakan jumlah permintaan terbesar yang telah diajukan pemerintah dalam rentang waktu per enam bulan.
Twitter bahkan menyatakan bahwa angka yang dicatat pada periode semester awal tahun lalu itu, merupakan jumlah akun terbesar yang pernah diminta untuk dihapus oleh pemerintahan dalam periode pelaporan rutin sejak mereka merilis laporan transparansi pada 2012.
Adapun, hampir 95 persen dari pengajuan yang disampaikan kepada perusahaan berasal dari lima negara yakni Jepang, Rusia, Turki, India dan Korea Selatan. Tidak disebutkan berapa jumlah spesifik untuk masing-masing negara.
Perusahaan menyebut bahwa mereka menahan akses konten di negara-negara tertentu atau mengharuskan pemegang akun melakukan penghapusan konten yang dilaporkan oleh otoritas setempat.
Secara lebih spesifik, jumlah akun yang dimintai penghapusan kontennya naik hampir 50 persen dari periode enam bulan sebelumnya. Sementara itu, jumlah permintaan penghapusan dari pemerintahnya naik sekitar 14 persen dari periode lalu.
Vice President of Global Public Policy and Philanthropy Twitter, Sinead McSweeney, mengatakan perusahaan menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya karena pemerintahan di seluruh dunia semakin berupaya untuk campur tangan dalam penghapusan konten.
“Ancaman terhadap privasi dan kebebasan berekspresi adalah tren yang sangat mengkhawatirkan dan membutuhkan perhatian penuh dari kami,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Secara umum, para raksasa media sosial saat ini tengah menghadapi pengawasan ketat dari pemerintahan negara-negara dan otoritas global terkait dengan konten yang ada di dalam platform masing-masing.
Tak hanya Twitter, perusahaan Meta dengan Facebook dan Instagramnya juga menerima perlakuan serupa di banyak negara. Selain itu, raksasa mesin pencarian Google juga dihadapkan pada pusaran isu seputar privasi dan keamanan data.
Editor : Gita
Disebutkan bahwa pemerintahan di seluruh dunia telah membuat 43.487 pengajuan untuk penghapusan konten dari 196.878 akun pada periode tersebut. Angka ini merupakan jumlah permintaan terbesar yang telah diajukan pemerintah dalam rentang waktu per enam bulan.
Twitter bahkan menyatakan bahwa angka yang dicatat pada periode semester awal tahun lalu itu, merupakan jumlah akun terbesar yang pernah diminta untuk dihapus oleh pemerintahan dalam periode pelaporan rutin sejak mereka merilis laporan transparansi pada 2012.
Adapun, hampir 95 persen dari pengajuan yang disampaikan kepada perusahaan berasal dari lima negara yakni Jepang, Rusia, Turki, India dan Korea Selatan. Tidak disebutkan berapa jumlah spesifik untuk masing-masing negara.
Perusahaan menyebut bahwa mereka menahan akses konten di negara-negara tertentu atau mengharuskan pemegang akun melakukan penghapusan konten yang dilaporkan oleh otoritas setempat.
Secara lebih spesifik, jumlah akun yang dimintai penghapusan kontennya naik hampir 50 persen dari periode enam bulan sebelumnya. Sementara itu, jumlah permintaan penghapusan dari pemerintahnya naik sekitar 14 persen dari periode lalu.
Vice President of Global Public Policy and Philanthropy Twitter, Sinead McSweeney, mengatakan perusahaan menghadapi tantangan yang belum pernah terjadi sebelumnya karena pemerintahan di seluruh dunia semakin berupaya untuk campur tangan dalam penghapusan konten.
“Ancaman terhadap privasi dan kebebasan berekspresi adalah tren yang sangat mengkhawatirkan dan membutuhkan perhatian penuh dari kami,” katanya dalam sebuah pernyataan.
Secara umum, para raksasa media sosial saat ini tengah menghadapi pengawasan ketat dari pemerintahan negara-negara dan otoritas global terkait dengan konten yang ada di dalam platform masing-masing.
Tak hanya Twitter, perusahaan Meta dengan Facebook dan Instagramnya juga menerima perlakuan serupa di banyak negara. Selain itu, raksasa mesin pencarian Google juga dihadapkan pada pusaran isu seputar privasi dan keamanan data.
Editor : Gita
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.