Suasana pedestrian di Jalan Blora-Kendal, Jakarta. (Sumber gambar: SASO Architecture Interior)

Cerita di Balik Desain Pedestrian Jalan Blora-Kendal, Hadirkan Ruang Hidup yang Inklusif

30 October 2024   |   19:13 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Dahulu, jalan raya di depan Stasiun Sudirman Jakarta dilalui kendaraan pribadi maupun transportasi umum yang kerap menimbulkan kemacetan. Namun, sekitar satu tahun terakhir, jalan tersebut berubah menjadi jalur pejalan kaki atau pedestrian yang berada di Jalan Blora-Kendal.

Ruas pedestriannya juga kini dimanfaatkan oleh para pedagang kaki lima untuk menjajakan dagangannya. Proyek Jalan Blora-Kendal Pedestrian menandai salah satu transformasi signifikan di DKI Jakarta, dengan fokus pada penciptaan lingkungan perkotaan yang lebih ramah pejalan kaki dan berkelanjutan. 

Baca juga: Eksklusif Andra Matin: Menggabungkan Kesadaran Lingkungan dan Budaya Lokal dalam Desain Inovatif

Sebagai bagian dari dari inisiatif Transit-Oriented Development (TOD) kota di bawah rencana besar PT Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek (MITJ), proyek ini bertujuan untuk mengubah jalan yang sangat padat menjadi zona pejalan kaki yang ramai. 

Sasarannya adalah untuk meningkatkan konektivitas antara sistem transportasi umum utama, termasuk MRT, KRL, LRT, dan Transjakarta, sekaligus mempromosikan keselamatan, kenyamanan, dan interaksi pejalan kaki. 

Proyek pedestrian ini dirancang oleh studio berbasis Surabaya-Jakarta, SASO Architecture Interior. Arsitek Andi Subagio bercerita proyek pedestrian ini didesain sejak 2021 hingga 2022. Sementara itu, proses pengerjaannya dilakukan pada 2023, hingga akhirnya diresmikan pada November tahun lalu. 
 

Sebelum mendesain, tim arsitek membaca ulang peraturan-peraturan terkait pembangunan pedestrian tersebut yang dinaungi oleh beberapa dinas terkait. Termasuk, memahami kebutuhan-kebutuhan utilitas setempat, seperti ketersambungan listrik, penempatan pipa-pipa air, hingga menambah area resapan hijau.

Setelah membaca semua syarat pembangunan, akhirnya mereka membuat semacam corridor design yang perlu diperhatikan dalam desain pedestrian. Misalnya, standar keselamatan, jarak antar bollard sebagai pengaman jalan kaki, plus tactile atau ubin pemandu bagi pejalan tunanetra. 

Adapun, sebelum pembangunan, desain yang ada disosialisasikan kepada publik dalam bentuk forum group discussion (FGD) dengan pemerintah, plus mengundang beberapa perwakilan komunitas seperti pengguna sepeda, tunanetra, dan sebagainya.

"Kami menyebutnya reclaim ulang ruang-ruang kota untuk dikembalikan ke pedestrian untuk pejalan kaki. Karena ini benar-benar ruang umum, jadi kita harus benar-benar mempertahankan banyak sekali kepentingan," katanya kepada Hypeabis.id saat ditemui di Jakarta, Selasa (29/10/2024).

Sebelumnya, kondisi Jalan Blora-Kendal padat kendaraan dengan sedikit fasilitas untuk lalu lintas pejalan kaki. Namun, seiring dengan berkembangnya pembangunan di area tersebut, pejalan kaki membutuhkan lebih banyak ruang, dan lalu lintas kendaraan menciptakan keterputusan antara hub transportasi. 

Hal ini membuat orang enggan berjalan kaki atau berinteraksi dengan area tersebut. Kurangnya infrastruktur pejalan kaki yang memadai juga berkontribusi terhadap stagnasi ekonomi di antara bisnis-bisnis di sekitarnya, yang kesulitan menarik lalu lintas pejalan kaki dan menghadapi tantangan dengan parkir. 
 

Untuk mengatasi masalah ini, tim desain perencanaan kota Jakarta mengembangkan solusi yang mengalihkan lalu lintas kendaraan ke rute alternatif, yang memungkinkan jalan tersebut sepenuhnya diubah menjadi zona pejalan kaki.

Perubahan ini memprioritaskan kenyamanan dan keselamatan pejalan kaki, mengubah ruang yang sebelumnya didominasi kendaraan menjadi jalan bersama yang mendorong lalu lintas pejalan kaki. 

Desain tersebut mematuhi standar yang lebih baik untuk rasio pejalan kaki terhadap kendaraan, yang memastikan lingkungan yang aman dan mudah diakses bagi semua pengguna. Selain itu, desain tersebut menciptakan koneksi yang lancar bagi pejalan kaki, yang memungkinkan mereka bergerak dengan lancar melalui ruang dan berinteraksi dengan bangunan dan fasilitas di sekitarnya.

"Tantangan desainnya adalah bagaimana bangunan sekitar itu masih terdukung secara kebutuhan-kebutuhan utilitasnya dan lain-lain, kebutuhan aksesibilitas kendaraan bermotornya, tapi pedestrian juga masih nyaman untuk berjalan di sana. Makanya ada satu koridor di jalan yang kami desain itu adalah area shared space," urai Andi.

Dengan menciptakan lingkungan yang ramah bagi pejalan kaki, proyek tersebut berupaya mengubah paradigma ruang perkotaan Jakarta, mengembalikannya kepada pejalan kaki. Hal ini juga mendorong lebih banyak orang untuk berjalan kaki, berinteraksi dengan lingkungan sekitar dengan nyaman, serta berinteraksi dengan bisnis lokal.

Selain itu, meningkatnya ruang pejalan kaki juga mendorong pemilik toko dan usaha kecil untuk mulai berkembang dan memodernisasi ruang mereka segera setelah zona pejalan kaki baru diperkenalkan. Hal itu tampak dengan mulai munculnya kafe dan tempat makan di sekitar jalan tersebut.

Ketika disinggung banyaknya PKL yang ada di sekitar pedestrian Jalan Blora-Kendal, Andi menilai hal tersebut tidak serta merta menghilangkan fungsi jalan tersebut sebagai pedestrian. Menurutnya, PKL juga menjadi bagian dari penghuni kota.

"Menurut saya, itu [PKL] bagian dari penghuni kota, yang enggak bisa kita pinggirin juga. Jadi, lebih baik kita kasih ruang sambil pelan-pelan harus diformalkan ya. Tinggal gimana caranya pedestrian masih bisa nyaman, meskipun ada PKL," imbuhnya. 

Baca juga: 5 Desain Arsitektur Dunia yang Menjadi Ikon Hingga saat Ini

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Kebiasaan Para Pemain Film Pantaskah Aku Berhijab Sebelum Take Adegan Emosional

BERIKUTNYA

Ajang Penghargaan Musik K-Pop, Hanteo Music Awards Siap Digelar 15-16 Februari 2025

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: