Wow, Multiplier Effect Pasar Seni Sangat Menjanjikan
30 January 2024 |
21:50 WIB
Prospek pasar seni diramalkan kian bersinar meski sentimen politik banyak melekat pada tahun ini. Di Indonesia, event seni berskala lokal hingga internasional terus menunjukkan pertumbuhan minat yang tinggi. Utamanya dalam konteks seni rupa, ketertarikan kalangan muda terhadap keindahan guratan lukisan, pahatan patung, dan lainnya kian antusias.
Direktur Art Jog Heri Pemad pun turut menyoroti bagaimana kalangan muda kini sudah melangkah lebih jauh dalam menikmati karya seni rupa. Heri berpendapat, perkembangan seni rupa dalam beberapa tahun ini memberi angin segar bagi pasar anak muda.
Baca juga: Begini Geliat Pasar Seni Rupa Indonesia Menjelang Momen Pemilu
Menurutnya, para seniman muda ini mendapat apresiasi yang cukup besar dari penikmat seni dari kalangan muda juga. Penikmat seni sudah jauh lebih berani mengapresiasi seni rupa dengan tidak sekedar melihat, tetapi juga mengoleksi karyanya.
Surabaya, Yogyakarta, dan Bandung hanyalah segelintir contoh dari kota yang dianggap Heri memiliki kemajuan paling progresif dalam pasar seni rupa Indonesia. Boleh dibilang, kota-kota tersebut menjadi yang terdepan dalam hal pusat pengembangan seni rupa.
Bahkan, kata Heri, seniman yang memiliki ambisi kuat untuk lebih cepat belajar biasanya cenderung mencari ilmu di kota-kota tersebut. Sebab untuk di kota-kota tertentu, infrastruktur masih jadi kendala bagi seniman dalam mempresentasikan karyanya.
Apalagi, kehadiran galeri hingga event festival seni rupa kian mendorong daya tarik penikmat seni berfokus pada kota-kota besar. “Pemeran di kota-kota tersebut sepert tidak berhenti dan bisa membawa pasar penggemarnya sendiri,” kata Heri.
Kian banyaknya pameran yang sukses membawa seniman-seniman baru dengan pasar penikmatnya masing-masing juga membuat suasana pasar seni rupa terasa meriah, setidaknya dalam 2 tahun terakhir.
Soal selera, kalangan muda ini tak mau lepas dari konsep kekinian. Karya penuh warna, dekorasi manis, hingga keterlibatan teknologi kecerdasan buatan dinilai masih akan disorot tahun ini. Meski sering cenderung seragam dalam konteks warna, Heri menyebut tiap-tiap seniman mampu membawa karakternya masing-masing dengan gaya yang khas.
Jika berbicara mengenai bursa seni rupa, kalangan muda ini turut mempengaruhi pola pergerakan pasarnya. Pasar penikmat karya seniman di kalangan muda boleh dibilang menarik. “Biasanya, mereka tidak datang dari kalangan konglomerat atau kaya sekali, tetapi mampu mengoleksi. Standar dan terjangkau,” katanya.
Faktor gaya hidup para penikmat seni dari kalangan muda, dinilai Heri menjadi salah satu alasan yang mendasarinya. Dengan ukuran rumah yang minimalis, para kolektor ini relatif memilih karya yang minimalis pula. Tren seperti ini bukan hal baru di luar negeri. Namun di Indonesia, Heri merasakan tren demikian makin kentara.
Event seni rupa memiliki peran signifikan dalam ekosistem bursa seni rupa. Jika mengacu pada dampak ekonomi yang ditimbulkan, ceruk cuan yang tergali dari rangkaian event seni rupa pun tak main-main. Heri mengatakan, berjalannya Art Jog selama 2 bulan pada 2022 lalu sukses menciptakan multiplier effect yang signifikan.
Tercatat dampak multiplier effect gelaran Art Jog tersebut bisa mencapai angka Rp5,2 triliun. Angka ini dihitung oleh badan riset independen berdasarkan pada 2 bulan penyelenggaraan Art Jog.
Belum lagi, dampak ekonomi langsung yang disebut Heri mencatat perputaran uang atau transaksi hampir menyentuh Rp100 miliar. Angka ini belum termasuk dampak yang lebih luas lagi jika ingin dilihat dari perspektif pariwisata dan perkembangan seni budaya. “Kalau bicara bisnis, tidak cukup hanya di ranah pasar lukisan. Ada skala yang lebih luas termasuk dari sisi pelaku ekonomi,” katanya.
Penyelenggara event pun harus cerdik mengambil arah dan menentukan langkah. Heri berpendapat, saat membuat pameran seni rupa, penyelenggara harus memikirkan konsep penuh mulai dari kemasan, promosi, dan pemasaran.
Menawarkan hal-hal baru merupakan kunci menggaet loyalitas penikmat seni. Maka penyelenggara biasanya menarik seniman dengan kekuatan kebaruan yang kemudian bisa berdampak jangka panjang, termasuk dalam hal ekonomi.
“Ketika kita membawa karya baru yang dinantikan publik, maka publik akan datang, melihat, dan kemungkinan besar mengoleksi. Dari sini penilaiannya tidak berkutat pada transaksi karya seninya saja, tetapi dorongan multiplier effect-nya seperti apa,” imbuhnya.
Bagi Heri, festival-festival seni rupa harus menemui ‘gong’-nya. Kemegahan seni rupa harus didorong dengan menciptakan ruang baru yang lebih besar dan representatif. Menurutnya, aspek ini masih menjadi kendala bagi pelaku festival seni. Kurang baiknya infrastruktur masih dinilai menjadi kendala paling berat yang menghambat penyelenggara event seni rupa.
Ruang yang terkesan tidak representatif membuat penyelenggara perlu bekerja ekstra dalam menghadirkan nuansa lebih hidup mulai dari pembuatan dinding baru, penerangan, askes, hingga layanan. Ini memerlukan pengeluaran yang besar, sehingga penyelenggara lebih berat menanggung beban biaya.
Besarnya potensi cuan pasar seni rupa masih bisa digali. Dari perspektif penyelenggara, Heri menyarankan pemerintah merespon potensi ini dengan membuat regulasi yang mendukung peningkatan penyelenggaraan festival seni rupa.
Misalnya, memberi kemudahan izin, meningkatkan pelayanan, serta mendorong akses dan infrastruktur yang lebi baik. Dengan bantuan tersebut, penyelenggara tidak hanya dimudahkan, tetapi juga memberikan efek jauh pada perkembangan seni rupa yang terbukti memberi pengaruh ekonomi besar untuk daerah dan negara.
Editor: Fajar Sidik
Direktur Art Jog Heri Pemad pun turut menyoroti bagaimana kalangan muda kini sudah melangkah lebih jauh dalam menikmati karya seni rupa. Heri berpendapat, perkembangan seni rupa dalam beberapa tahun ini memberi angin segar bagi pasar anak muda.
Baca juga: Begini Geliat Pasar Seni Rupa Indonesia Menjelang Momen Pemilu
Menurutnya, para seniman muda ini mendapat apresiasi yang cukup besar dari penikmat seni dari kalangan muda juga. Penikmat seni sudah jauh lebih berani mengapresiasi seni rupa dengan tidak sekedar melihat, tetapi juga mengoleksi karyanya.
Surabaya, Yogyakarta, dan Bandung hanyalah segelintir contoh dari kota yang dianggap Heri memiliki kemajuan paling progresif dalam pasar seni rupa Indonesia. Boleh dibilang, kota-kota tersebut menjadi yang terdepan dalam hal pusat pengembangan seni rupa.
Bahkan, kata Heri, seniman yang memiliki ambisi kuat untuk lebih cepat belajar biasanya cenderung mencari ilmu di kota-kota tersebut. Sebab untuk di kota-kota tertentu, infrastruktur masih jadi kendala bagi seniman dalam mempresentasikan karyanya.
Apalagi, kehadiran galeri hingga event festival seni rupa kian mendorong daya tarik penikmat seni berfokus pada kota-kota besar. “Pemeran di kota-kota tersebut sepert tidak berhenti dan bisa membawa pasar penggemarnya sendiri,” kata Heri.
Kian banyaknya pameran yang sukses membawa seniman-seniman baru dengan pasar penikmatnya masing-masing juga membuat suasana pasar seni rupa terasa meriah, setidaknya dalam 2 tahun terakhir.
Soal selera, kalangan muda ini tak mau lepas dari konsep kekinian. Karya penuh warna, dekorasi manis, hingga keterlibatan teknologi kecerdasan buatan dinilai masih akan disorot tahun ini. Meski sering cenderung seragam dalam konteks warna, Heri menyebut tiap-tiap seniman mampu membawa karakternya masing-masing dengan gaya yang khas.
Jika berbicara mengenai bursa seni rupa, kalangan muda ini turut mempengaruhi pola pergerakan pasarnya. Pasar penikmat karya seniman di kalangan muda boleh dibilang menarik. “Biasanya, mereka tidak datang dari kalangan konglomerat atau kaya sekali, tetapi mampu mengoleksi. Standar dan terjangkau,” katanya.
Faktor gaya hidup para penikmat seni dari kalangan muda, dinilai Heri menjadi salah satu alasan yang mendasarinya. Dengan ukuran rumah yang minimalis, para kolektor ini relatif memilih karya yang minimalis pula. Tren seperti ini bukan hal baru di luar negeri. Namun di Indonesia, Heri merasakan tren demikian makin kentara.
Ceruk Potensial Event Seni Rupa
Ilustrasi event seni (Sumber gambar: Ruben Ramirez/Unsplash)
Event seni rupa memiliki peran signifikan dalam ekosistem bursa seni rupa. Jika mengacu pada dampak ekonomi yang ditimbulkan, ceruk cuan yang tergali dari rangkaian event seni rupa pun tak main-main. Heri mengatakan, berjalannya Art Jog selama 2 bulan pada 2022 lalu sukses menciptakan multiplier effect yang signifikan.
Tercatat dampak multiplier effect gelaran Art Jog tersebut bisa mencapai angka Rp5,2 triliun. Angka ini dihitung oleh badan riset independen berdasarkan pada 2 bulan penyelenggaraan Art Jog.
Belum lagi, dampak ekonomi langsung yang disebut Heri mencatat perputaran uang atau transaksi hampir menyentuh Rp100 miliar. Angka ini belum termasuk dampak yang lebih luas lagi jika ingin dilihat dari perspektif pariwisata dan perkembangan seni budaya. “Kalau bicara bisnis, tidak cukup hanya di ranah pasar lukisan. Ada skala yang lebih luas termasuk dari sisi pelaku ekonomi,” katanya.
Penyelenggara event pun harus cerdik mengambil arah dan menentukan langkah. Heri berpendapat, saat membuat pameran seni rupa, penyelenggara harus memikirkan konsep penuh mulai dari kemasan, promosi, dan pemasaran.
Menawarkan hal-hal baru merupakan kunci menggaet loyalitas penikmat seni. Maka penyelenggara biasanya menarik seniman dengan kekuatan kebaruan yang kemudian bisa berdampak jangka panjang, termasuk dalam hal ekonomi.
“Ketika kita membawa karya baru yang dinantikan publik, maka publik akan datang, melihat, dan kemungkinan besar mengoleksi. Dari sini penilaiannya tidak berkutat pada transaksi karya seninya saja, tetapi dorongan multiplier effect-nya seperti apa,” imbuhnya.
Bagi Heri, festival-festival seni rupa harus menemui ‘gong’-nya. Kemegahan seni rupa harus didorong dengan menciptakan ruang baru yang lebih besar dan representatif. Menurutnya, aspek ini masih menjadi kendala bagi pelaku festival seni. Kurang baiknya infrastruktur masih dinilai menjadi kendala paling berat yang menghambat penyelenggara event seni rupa.
Ruang yang terkesan tidak representatif membuat penyelenggara perlu bekerja ekstra dalam menghadirkan nuansa lebih hidup mulai dari pembuatan dinding baru, penerangan, askes, hingga layanan. Ini memerlukan pengeluaran yang besar, sehingga penyelenggara lebih berat menanggung beban biaya.
Besarnya potensi cuan pasar seni rupa masih bisa digali. Dari perspektif penyelenggara, Heri menyarankan pemerintah merespon potensi ini dengan membuat regulasi yang mendukung peningkatan penyelenggaraan festival seni rupa.
Misalnya, memberi kemudahan izin, meningkatkan pelayanan, serta mendorong akses dan infrastruktur yang lebi baik. Dengan bantuan tersebut, penyelenggara tidak hanya dimudahkan, tetapi juga memberikan efek jauh pada perkembangan seni rupa yang terbukti memberi pengaruh ekonomi besar untuk daerah dan negara.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.