Minat Baca Masyarakat Indonesia Tidak Rendah, Sejarawan JJ Rizal Sarankan Bangkitkan lagi Gagasan Perpustakaan Rakyat
05 February 2023 |
10:41 WIB
1
Like
Like
Like
Akses masyarakat Indonesia terhadap buku masih menjadi masalah sampai saat ini di dalam negeri. Padahal, minat keinginan masyarakat terhadap buku tidak lah rendah. Untuk itu, pemerintah dinilai dapat menghadirkan kembali gagasan yang pernah disampaikan oleh Soekarno – Mohammad Hatta.
Sejarawan JJ Rizal mengatakan bahwa Soekarno dan Hatta membuat keputusan besar ketika kembali ke Jakarta dari Yogyakarta. Pada saat pemerintah sudah berjalan, mereka membuat program yang menghadirkan perpustakaan rakyat di setiap kelurahan.
Pada saat itu, keduanya berpikir masyarakat bisa membaca, berhitung, dan memiliki akses terhadap buku. “Universitas rakyat yang namanya perpustakaan di setiap kelurahan. Nah, itu yang dibayangkan Soekarno dan Hatta,” katanya.
Baca juga: Pendiri & Direktur Komunitas Bambu Menilai Minat Baca Masyarakat Indonesia Tidak Rendah
Dengan dimulainya gagasan itu, pemerintah pada waktu itu memberikan subsidi terhadap kertas meskipun karena berbagai masalah seperti perang dingin, konflik partai, peristiwa 1965, dan sebagainya sehingga gagasan itu selesai.
Menurutnya, gagasan kedua tokoh bangsa ini penting untuk dilihat kembali lantaran mereka sangat tahu bahwa bangsa yang dibangun dan didirikan oleh pembaca buku atau berpondasi terhadap buku dapat bertahan.
JJ Rizal menuturkan bahwa kolonialisme adalah proyek pembodohan, dan antitesisnya adalah pencerdasan. “Mereka tahu modal sebuah negara bertahan adalah pikiran,” katanya.
Dia menilai bahwa minat baca masyarakat di dalam negeri pada saat ini besar, dan membuktikan bahwa UNESCO keliru terhadap tingkat literasi di dalam negeri. Kondisi ini – salah satunya - dapat terlihat dari kemunculan perpustakaan publik yang ada di dalam negeri dalam berbagai bentuk.
Tidak hanya itu, minat baca masyarakat di dalam negeri tidak rendah juga dilihat ketika berbicara dengan aktivis perbukuan di dalam negeri. Jadi, minat baca orang Indonesia yang kecil, yakni 1 orang per 1.000 yang membaca dalam satu tahun harus diuji.
Keberlangsungan Komunitas Bambu sebagai salah satu penerbit di dalam negeri juga tidak terlepas dari budaya pendukungnya, yakni membaca sejarah.
Namun, akses masyarakat terhadap buku masih menjadi pekerjaan rumah di dalam negeri. Pada saat ini, tidak semua daerah di Indonesia memiliki akses terhadap buku. Tidak semua daerah di Indonesia memiliki toko buku.
Tidak hanya itu, akses yang ada seperti perpustakaan umum daerah juga kadang tidak memiliki kelengkapan koleksi buku. Tidak jarang koleksi buku yang ada hanya berupa seperti buku – buku lama, sumbangan pemerintah, atau tentang buku pelajaran saja.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Sejarawan JJ Rizal mengatakan bahwa Soekarno dan Hatta membuat keputusan besar ketika kembali ke Jakarta dari Yogyakarta. Pada saat pemerintah sudah berjalan, mereka membuat program yang menghadirkan perpustakaan rakyat di setiap kelurahan.
Pada saat itu, keduanya berpikir masyarakat bisa membaca, berhitung, dan memiliki akses terhadap buku. “Universitas rakyat yang namanya perpustakaan di setiap kelurahan. Nah, itu yang dibayangkan Soekarno dan Hatta,” katanya.
Baca juga: Pendiri & Direktur Komunitas Bambu Menilai Minat Baca Masyarakat Indonesia Tidak Rendah
Dengan dimulainya gagasan itu, pemerintah pada waktu itu memberikan subsidi terhadap kertas meskipun karena berbagai masalah seperti perang dingin, konflik partai, peristiwa 1965, dan sebagainya sehingga gagasan itu selesai.
Menurutnya, gagasan kedua tokoh bangsa ini penting untuk dilihat kembali lantaran mereka sangat tahu bahwa bangsa yang dibangun dan didirikan oleh pembaca buku atau berpondasi terhadap buku dapat bertahan.
JJ Rizal menuturkan bahwa kolonialisme adalah proyek pembodohan, dan antitesisnya adalah pencerdasan. “Mereka tahu modal sebuah negara bertahan adalah pikiran,” katanya.
Dia menilai bahwa minat baca masyarakat di dalam negeri pada saat ini besar, dan membuktikan bahwa UNESCO keliru terhadap tingkat literasi di dalam negeri. Kondisi ini – salah satunya - dapat terlihat dari kemunculan perpustakaan publik yang ada di dalam negeri dalam berbagai bentuk.
Tidak hanya itu, minat baca masyarakat di dalam negeri tidak rendah juga dilihat ketika berbicara dengan aktivis perbukuan di dalam negeri. Jadi, minat baca orang Indonesia yang kecil, yakni 1 orang per 1.000 yang membaca dalam satu tahun harus diuji.
Keberlangsungan Komunitas Bambu sebagai salah satu penerbit di dalam negeri juga tidak terlepas dari budaya pendukungnya, yakni membaca sejarah.
Namun, akses masyarakat terhadap buku masih menjadi pekerjaan rumah di dalam negeri. Pada saat ini, tidak semua daerah di Indonesia memiliki akses terhadap buku. Tidak semua daerah di Indonesia memiliki toko buku.
Tidak hanya itu, akses yang ada seperti perpustakaan umum daerah juga kadang tidak memiliki kelengkapan koleksi buku. Tidak jarang koleksi buku yang ada hanya berupa seperti buku – buku lama, sumbangan pemerintah, atau tentang buku pelajaran saja.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.