Lensa Investor & Keriuhan di Lantai Bursa

18 April 2023   |   16:50 WIB

LENSA INVESTOR & KERIUHAN DI LANTAI BURSA

Pasar modal di Indonesia sebenarnya memiliki sejarah panjang, bahkan lebih tua dari kemerdekaan negeri ini. Cikal bakal bursa efek pertama di Tanah Air tercatat sejak 1912 yang dibentuk di Batavia, sekarang Jakarta, oleh pemerintahan Hindia Belanda.

Dinamika dunia sejak dekade belasan itu pun turut memengaruhi eksistensi pasar modal ini, yang membuatnya harus buka tutup akibat sentimen Perang Dunia I dan Perang Dunia II hingga 1942. Bahkan sempat hadir pula di Semarang dan Surabaya yang bertahan sampai 1939.

Setelah tutup cukup lama, baru pada masa kemerdekaan RI diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto dengan nama Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang dijalankan di bawah Badan Pelaksana Pasar Modal pada 1977.

Pada masa awal ini, perdagangan di BEJ sangat lesu sehingga dihadirkan Paket Desember 1987 yang memberi kemudahan pada perusahaan untuk melakukan penawaran umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia.

Pemerintah mengeluarkan banyak kebijakan positif yang mendorong pertumbuhan pasar modal, hingga pada 1989 dibuka Bursa Efek Surabaya yang dikelola oleh swasta, diikuti dengan dibukanya keran investasi bagi pemodal asing.

Lalu, Badan Pelaksana Pasar Modal berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal dan pada 13 Juli 1992 diperingati sebagai hari ulang tahun BEJ.

Sejak saat itu, kelembagaan BEJ diperkuat dengan lahirnya PT Pemeringkat Efek Indonesia (1993), Undang-Undang No. 8/1995 tentang Pasar Modal yang berlaku awal 1996, Pendirian Kliring Penjamin Efek Indonesia (1996), Kustodian Sentra Efek indonesia (1997), hingga mulai diaplikasikan sistem perdanganan jarak jauh (remote trading).

Langkah strategis pun dilakukan pada 2007 yang melebur Bursa Efek Surabaya ke Bursa Efek Jakarta dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI)

Mengikuti perjalanan panjang pasar modal tersebut, pewarta foto Bisnis Indonesia, sebagai induk media Hypeabis.id,  turut mengabadikan sebagian suasana transaksi dan perdagangan di lantai bursa kala itu.

Misalnya, suasana keriuhan di Bursa Efek Jakarta pada 1994 di mana para investor saling berebut bid dan offer saham yang berjajar di papan perdagangan yang semuanya masih dalam bentuk transaksi tunai.

Pemandangan yang cukup menarik pada saat itu adalah papan emiten di lantai bursa hadir dalam meja lapak bertuliskan nama perusahaannya. Sejumlah investor terlihat menghampiri meja emiten untuk melakukan transaksi langsung jual-beli saham yang diperdagangkan kala itu.

Ada juga pemandangan para pialang saham yang terlihat sibuk berkomunikasi melalui pesawat telepon. Pada saat itu, transaksi di pasar modal mayoritasnya masih dilakukan melalui pasar tunai dan transaksi langsung di gedung bursa.

Salah satu foto yang cukup menarik, baik dari sisi momen maupun ekspresi dari objek fotonya adalah potret seorang pelaku pasar modal yang menepuk jidat di antara jajaran komputer monitor tabung.

Fluktuasi harga di pasar modal memang selalu mendapatkan reaksi yang beragam sebagai respons atas pergerakan indeks dan harga saham yang terjadi.

Gambaran semangat optimisme di lantai bursa juga tertuang dalam sebuah foto tentang suasana tahun baru yang penuh keceriaan dihiasi dengan seikat balon warna-warni yang dipajang di ruang bursa.

Semua pemandangan transaksi di pasar bursa dari era manual hingga serba digital saat ini dihadirkan dalam Hypevirtual sebagai etalase karya foto terbaik Bisnis Indonesia yang dihadirkan di ruang pamer secara digital.

Semua karya foto tersebut merupakan hasil kurasi jurnalis foto senior Bisnis Indonesia, yang juga turut menjadi saksi sejarah dari sebagian perjalanan Bursa Efek Indonesia hingga dewasa ini.

Lihat Juga: