Ilustrasi Chiang Mai (Sumber gambar: Unsplash /Cheese Yang)

Pengalaman Traveling: Wisata Senja di Chiang Mai

21 June 2022   |   16:10 WIB

Senja yang merangkak perlahan-lahan menyambut rombongan kami, yang datang dari Provinsi Lampang —yang terkenal sebagai daerah produsen barang keramik dan operasi penambangan— menemani kami saat memasuki Kota Chiang Mai, Thailand sebelah utara. Udara terasa sejuk. 

Chiang Mai, dalam Bahasa Thailand artinya Kota Baru, salah satu kota terbesar di Thailand, begitu terkenal. Chiang Mai, yang terletak di utara Thailand, berbatasan dengan Myanmar, dan berjarak sekitar 700 kilometer sebelah barat laut utara Bangkok dengan ketinggian sekitar 310 meter di atas permukaan laut. 

Karena letaknya itu, Chiang Mai memiliki suhu relatif lebih moderat dibandingkan dengan kawasan selatan Thailand. Suhu rata-rata di Chiang Mai sepanjang tahun 28° celcius, suhu rata-rata 36° celcius pada April merupakan suhu tertinggi sepanjang tahun, sedangkan suhu terendah biasanya pada Desember, dapat mencapai 14° celcius pada malam hari. Ini tergolong kota tua. 

Baca juga: Mau Wisata ke Thailand? Cek Ini Dahulu

Chiang Mai, yang didirikan oleh Raja Mengrai pada 1296, menggantikan Chiang Rai sebagai ibu kota Kerajaan Lannathai, memiliki udara sejuk. 

Tak ayal, selain udara sejuk, pemandangan indah, Chiang Mai dijadikan objek wisata oleh Pemerintah Thailand pada 1980. Jalan yang kami lalui berliku-liku. Nun jauh di bawah sana, Kota Chiang Mai terlihat seperti hamparan bebatuan di antara pepohonan. Kehijauan pohon di sisi kiri jalan dan tebing di sisi kanan menjadi pemandangan kami. 

Namun, tidak melulu keindahan alam yang mendekati gambaran Puncak Cipanas, Jawa Barat. Kota Chiang Mai, yang dalam peta terlihat berbentuk bujur sangkar, dikelilingi oleh parit kota dan puing tembok kota yang masih dapat dilihat di beberapa tempat. Panjang tiap sisinya sekitar 1,5 kilometer. 

Konon, sejak 1990, Pemerintah Provinsi Chiang Mai melarang pembangunan gedung pencakar langit dalam jarak 93 meter dihitung dari tembok kota untuk melindungi serta mempertahankan pemandangan kota kuno ini. 

Di parit kota dibuat sistem penyaringan air untuk mempertahankan kebersihan air selokan tersebut. Kuil merupakan objek wisata yang paling menonjol di Chaing Mai ini. Banyak sekali tempat ibadah agama Budha berdiri di kota itu. 
 

Tangkapan Layar Bisnis Indonesia Weekend

Tangkapan Layar Bisnis Indonesia Weekend

 

Sejarah Chiang Mai

Menurut data dalam brosur wisata Kota Chiang Mai, sejak pertengahan abad 19 oleh Raja Rama V dari Siam ditetapkan sebagai Ibu Kota Provisni Chiang Mai, memiliki sekitar 300 wat atau kuil Budha di pelosok Chiang Mai. Wat ini didirikan sejak abad 13 bersamaan dengan pendirian kota Chiang Mai oleh Raja Mengrai. 

Chiang Mai didirikan pada 1296 oleh Raja Mengrai sebagai ibu kota baru Kerajaan Lannathai. Salah satu wat yang selalu menjadi objek wisatawan terpopuler yang pernah ke kota ini adalah Wat Phra That Doi Suthep. Kuil ini paling terkenal di Chiang Mai, berlokasi di ketinggian di bukit sebelah barat laut kota. Terbayang pula oleh kami, kita akan mendapatkan pemandangan Kota Chiang Mai dari ketinggian. Sebenarnya, di Chiang Mai, ada kuil tertua. 

Namanya, Wat Chiang Man. Kuil tertua ini merupakan tempat tinggal Raja Mengrai pada masa pembangunan Kota Chiang Mai. Kuil ini menyimpan dua gambar Budha yang sangat penting dan diagungkan, Phra Sila Budha dan Phra Satang Budha. Namun, kuil atau Wat Phra That Doi Suthep paling banyak dikunjungi wisatawan mancanegara. Kuil ini berdiri sejak 1383. 

Lokasi ini ditetapkan para pendirinya dengan menempatkan relik Sang Budha di punggung seekor gajah dan membiarkannya membawa relik tadi ke dalam hutan. Lokasi itu ditentukan di tempat di mana sang gajah berputar-putar sebelum berbaring. Lokasi di ketinggian ini juga membuat Kota Chiang Mai terlihat jelas pada hari cerah. Kami tiba di Wat Phra That Doi Suthep, sering disebut Doi Suthep, saat kuil masih ramai oleh wisatawan. Ini adalah situs suci bagi banyak orang Thailand. 

Candi ini berajarak 15 kilometer dari kota Chiang Mai. Dari kuil ini, pemandangan yang mengesankan dari Chiang Mai dapat dilihat. Doi Suthep adalah gunung yang merupakan bagian dari Doi Suthep-Pui National Park. Taman ini didirikan pada 1981 dan memiliki luas 261 kilometer persegi termasuk Wat Phra That Doi Suthep, serta Bhubing Rjanives Palace.


Selalu Ramai

Kuil ini nyaris tak pernah sepi, kendati senja mulai beranjak. Setiap senja wisatawan disajikan acara khusus. Sembahyang senja. Saat itu, menjelang mahgrib, dalam suasana hening dan angin yang berhembus pelan, diawali suara gong, para biksu keluar dari asrama mereka, berjalan beiringan ke ruang ibadah dipimpin biksu tua.

Prosesi doa itu, diawali doa yang menghadap salah satu relik besar di depan kuil ibadah. Para wisatawan yang duduk di lantai dengan tegel berwarna putih bersih, dan terasa dingin, menyaksikan ritual itu, suasana senyap. 

Lalu para biksu itu, memasuki kuil di depan relik. Suara biksu tua terdengar membaca doa, lalu dibalas oleh para biksu muda secara beriringan. Semua wisatawan terdiam di kuil itu Nuansa Agustus terasa lebih berbeda dibandingkan dengan sebelas bulan lainnya. 

Bendera merah putih dipasang hampir di setiap rumah. Sejumlah ornamen juga melengkapi, seperti lampu kerlap kerlip ataupun gapura bertuliskan HUT RI menghiasi hampir di setiap wilayah. Momentum ini pula yang dimanfaatkan Aston Priority Simatupang Hotel & Conference Center dengan menyajikan menu kuliner bertema kemerdekaan. 

Salah satunya, ada Nasi Merdeka yang dapat dijumpai selama promo Agustus dan September di Canary Coffee Shop. Seperti halnya perayaan kemerdekaan, menu dimasak dengan cita rasa lokal. Nasi Merdeka hampir serupa dengan nasi tumpeng, yakni nasi kuning yang dibentuk mengerucut dengan ragam lauk pauk yang mengelilinginya. 

Ada tujuh macam lauk pauk, yakni ayam bumbu rujak, telur rebus bumbu rujak, udang rica, orek tempe, empal goreng, urap sayur, serta sambal bajak dan sambal kecap. Chef Djoko Hendrasto mengatakan, nasi kuning identik dengan perayaan. Pesta hari kemerdekaan ini akan lebih cocok dimeriahkan dengan nasi kuning. Porsi nasi kuning sebesar kepalan tangan atau sekitar 100 gram. Porsi ini untuk menyesuaikan tujuh macam lauk dan sayur. 

“Bagi yang memiliki alergi terhadap udang, misalnya dapat diganti sesuai permintaan,” tuturnya. 

Rasa ayam bumbu rujak tak cuma gurih, tetapi juga lebih pekat. Hal itu karena dalam proses pengolahan bumbu rujak lebih banyak mengandung rempah. Menurut Chef Djoko, rahasia bumbu rujak bukan pada proses mengolah kacang, tetapi pada ragam rempah yang digunakan. 

Rasa rempah yang kuat juga dapat ditemui pada empal goreng. Bumbu yang menyerap pada empal goreng diperoleh dari proses pengistirahatan sehari semalam setelah direndam bumbu. Jika Anda penyuka rasa pedas, patut mencoba udang rica. Sedikit saja sambal akan memberikan sensasi pedas. Begitu pula pada sambal bajak. 

Tak menyukai sambal bajak? Anda dapat memilih sambal kecap yang tak begitu pedas. Cannary Coffee Shop tidak saja menyajikan hidangan kemerdekaan nan lezat. Coffee Shop berkapasitas 250 orang ini memanjakan mata dengan desain modern oriental pada interior. Dominasi warna coklat dan garis-garis tegas makin menambah kehangatan bersama keluarga. 
 

Prosesi Keagamaan

Wisata Senja di Chiang Mai menyaksikan prosesi keagamaan saat senja mulai gelap. Prosesi itu berlangsung sekitar satu jam. diperbolehkan mengambil foto dalam kuil sebelum atau sesuah prosesi dengan latar belakang patung budha ukuran besar. That Doi Suthep. 

Di seberang jalan pintu keluar wat, berjejer pedagang cinderamata dan makanan ringan ala Thailand. Mereka mengisi sisi kiri trotoar. Kaos bertuliskan Chiang Mai dijual relatif murah, sekitar Rp100.000. 

Wisatawan dibiarkan mengikuti prosesi dari awal hingga akhir. Bahkan Usai menyaksikan prosesi doa sore itu, kami meninggalkan Wat Phra Lalu, kami bergerak meninggalkan Wat Phra That Doi Suthep menuju Kota Chaing Mai nun di bawah sana. 

Pasar malam merupakan atraksi utama di kehidupan malam di Chiang Mai. Pasar malam ini membentang sepanjang jalan Chang Khlan mulai dari pukul 18.00 sampai 01.00 dini hari. Sejak lepas dari Provinsi Lampang, kami menyusuri jalan halus, tanpa kemacetan. 

Baca juga: Thailand Ganti Nama Ibu Kota Bangkok Jadi Krung Thep Maha Nakhon

Memasuki Kota Chiang Mai, selain tertarik dengan angkot kota itu atau Songthaew —sejenis oplet berwarna merah yang melayani rute-rute tertentu dalam kota, merupakan sarana transportasi murah— jalan yang berkelok menanjak. Serasa menyusuri jalur Puncak di Jawa Barat, kami menyantap pemandangan Kota Chiang Mai di bawah sana.

Catatan redaksi: Artikel ini diambil dari Bisnis Indonesia Weekend edisi 7 Agustus 2016.

Editor: Dika Irawan
 

SEBELUMNYA

5 Cara Alami Memutihkan Warna Gigi

BERIKUTNYA

Simak Yuk Cerita-cerita Menarik di Balik Makanan Tradisional Ini

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: