Regulasi Masih Menjadi Tantangan Bagi Layanan Kesehatan Digital
16 June 2022 |
18:22 WIB
Regulasi masih menjadi salah satu tantangan yang dihadapi oleh perusahaan rintisan Klinik Pintar, mengingat sejumlah aturan yang diperlukan masih belum tersedia sampai saat ini. Aturan yang diperlukan adalah terkait dengan layanan kesehatan digital.
Harya Bimo, CEO Klinik Pintar, menuturkan salah satu tantangan yang dihadapi oleh Klinik Pintar adalah Indonesia masih belum memiliki undang-undang tentang rekam medis digital. Undang-undang yang ada, ujarnya, hanya terkait rekam medis.
“Undang-undang rekam medis digital belum dikeluarkan, dan katanya masih digodok oleh pemerintah,” katanya.
Di satu sisi undang-undang belum keluar, di sisi lain pelaksanaannya tidak bisa menunggu mengingat digitalisasi di sektor kesehatan harus sudah selesai pada 2024. Jadi, proses integrasi sektor layanan kesehatan tidak akan selesai jika harus menunggu undang-undang rekam medis digital.
Undang-undang yang mengatur tentang rekam medis digital yang belum ada membuat banyak pihak di daerah-daerah mengalami kebingungan banyak hal terkait dengan layanan digital di sektor kesehatan saat bekerja sama dengan Klinik Pintar.
“Akhirnya kami mengajak open mind. Mulai dahulu, begitu ada undang-undangnya, maka yang perlu diperbaiki akan diperbaiki,” kata Haryo.
Selain tentang aturan rekam medis digital, tantangan lain dari sisi regulasi adalah mengenai telemedicine. Aturan mengenai telemedicine baru ada beberapa tahun terakhir, dan beleid yang dikeluarkan adalah untuk selama pandemi Covid-19.
Dia menuturkan masih menunggu apakah pemerintah akan mengeluarkan undang-undang telemedicine setelah pandemi Covid-19 selesai. Telemedicine yang diatur dalam beleid terakhir, lanjutnya, adalah telemedicine antara fasilitas kesehatan.
Tantangan lainnya yang dihadapi oleh perusahaan adalah interpretasi yang kerap berbeda di daerah-daerah terhadap peraturan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang ada. “Di setiap daerah itu beda interpretasi yang kadang jadi tantangan buat kami,” ujar Haryo.
Klinik Pintar, lanjutnya, telah mendigitalisasi klinik-klinik di Indonesia dengan sistem yang dimiliki, yakni Klinik Operating System (OS). Klinik-klinik yang menjadi mitra perusahaan dapat mendigitalisasi operasional dan layanan d klinik dengan menggunakan platform Klinik OS.
Selain membuat Klinik OS, lanjutnya, perusahaan juga membuat jaringan pendukung, seperti jaringan laboratorium, rumah sakit rujukan, dan asuransi. “Intinya semua untuk mempermudah pasien dan meningkatkan bisnis klinik,” katanya.
Klinik swasta dan puskesmas di kota-kota tier 2 atau 3 memiliki peranan penting dalam kesehatan masyarakat lantaran jarang masyarakat di kota-kota tersebut yang langsung bertemu dengan dokter spesialis ketika harus pergi ke fasilitas keseahtan.
Sampai dengan Maret 2022, sebanyak 152 klinik telah bergabung dengan jaringan Klinik Pintar yang tersebar di 60 kota, dari Aceh sampai dengan Papua. Perusahaan juga telah bekerja sama dengan berbagai perusahaan seperti maskapai penerbangan, agen perjalanan daring, dan sejumlah perusahaan seperti perbankan, manufaktur, dan asuransi.
Harya Bimo, CEO Klinik Pintar, menuturkan salah satu tantangan yang dihadapi oleh Klinik Pintar adalah Indonesia masih belum memiliki undang-undang tentang rekam medis digital. Undang-undang yang ada, ujarnya, hanya terkait rekam medis.
“Undang-undang rekam medis digital belum dikeluarkan, dan katanya masih digodok oleh pemerintah,” katanya.
Di satu sisi undang-undang belum keluar, di sisi lain pelaksanaannya tidak bisa menunggu mengingat digitalisasi di sektor kesehatan harus sudah selesai pada 2024. Jadi, proses integrasi sektor layanan kesehatan tidak akan selesai jika harus menunggu undang-undang rekam medis digital.
Undang-undang yang mengatur tentang rekam medis digital yang belum ada membuat banyak pihak di daerah-daerah mengalami kebingungan banyak hal terkait dengan layanan digital di sektor kesehatan saat bekerja sama dengan Klinik Pintar.
“Akhirnya kami mengajak open mind. Mulai dahulu, begitu ada undang-undangnya, maka yang perlu diperbaiki akan diperbaiki,” kata Haryo.
Selain tentang aturan rekam medis digital, tantangan lain dari sisi regulasi adalah mengenai telemedicine. Aturan mengenai telemedicine baru ada beberapa tahun terakhir, dan beleid yang dikeluarkan adalah untuk selama pandemi Covid-19.
Dia menuturkan masih menunggu apakah pemerintah akan mengeluarkan undang-undang telemedicine setelah pandemi Covid-19 selesai. Telemedicine yang diatur dalam beleid terakhir, lanjutnya, adalah telemedicine antara fasilitas kesehatan.
Tantangan lainnya yang dihadapi oleh perusahaan adalah interpretasi yang kerap berbeda di daerah-daerah terhadap peraturan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang ada. “Di setiap daerah itu beda interpretasi yang kadang jadi tantangan buat kami,” ujar Haryo.
Klinik Pintar, lanjutnya, telah mendigitalisasi klinik-klinik di Indonesia dengan sistem yang dimiliki, yakni Klinik Operating System (OS). Klinik-klinik yang menjadi mitra perusahaan dapat mendigitalisasi operasional dan layanan d klinik dengan menggunakan platform Klinik OS.
Selain membuat Klinik OS, lanjutnya, perusahaan juga membuat jaringan pendukung, seperti jaringan laboratorium, rumah sakit rujukan, dan asuransi. “Intinya semua untuk mempermudah pasien dan meningkatkan bisnis klinik,” katanya.
Klinik swasta dan puskesmas di kota-kota tier 2 atau 3 memiliki peranan penting dalam kesehatan masyarakat lantaran jarang masyarakat di kota-kota tersebut yang langsung bertemu dengan dokter spesialis ketika harus pergi ke fasilitas keseahtan.
Sampai dengan Maret 2022, sebanyak 152 klinik telah bergabung dengan jaringan Klinik Pintar yang tersebar di 60 kota, dari Aceh sampai dengan Papua. Perusahaan juga telah bekerja sama dengan berbagai perusahaan seperti maskapai penerbangan, agen perjalanan daring, dan sejumlah perusahaan seperti perbankan, manufaktur, dan asuransi.
Editor: Indyah Sutriningrum
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.