Jadi Langganan Pejabat, Bakmi Jogja Ini Suguhkan Rasa yang Berbeda
08 June 2022 |
20:52 WIB
Soal rasa kami beda, begitu bunyi slogan warung makan Bakmi Jawa Mas Timbul yang berada di Jalan Jambon, Sleman, Yogyakarta. Bukan sembarang slogan memang, rasa kuliner yang ditawarkan warung ini tidak perlu diragukan dari pemandangan banyaknya pelanggan yang berdatangan.
Dari warga biasa, pengusaha, direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), hingga menteri sering mampir ke warung bakmi yang didirikan Heru Saputra ini. Bahkan dia sempat diundang untuk memasak langsung kuliner tersebut di Istana Negara.
Bahan berkualitas kata kuncinya. Heru menyebut bahan yang berkualitas tentu menciptakan rasa yang berkualitas pula. Mie basah sebagai bahan utama bakmi Jawa dibuat sendiri menggunakan terigu dengan kualitas paling bagus tanpa campuran lain seperti bahan pengawet. Berbeda dengan warung bakmi kebanyakan yang memakai mie kering lalu direbus.
Dalam memilih ayam, Heru menggunakan ayam kampung yang memiliki rasa lebih gurih, bukan ayam petelur atau ayam negeri walaupun harganya lebih murah. Kuah untuk menggodog bakmi juga memakai kaldu yang diekstrak dari ayam kampung. Tidak ketinggalan bumbu seperti kemiri atau bawang putih, juga dipertimbangkan kualitasnya.
"Kalau mau rasanya beda, kualitasnya harus dijaga," tegas Heru.
Selain kualitas, hal lain yang membuat bakmi Jawa yang namanya terinspirasi dari lakon Srimulat, Timbul ini memiliki rasa sedap dan gurih, yaitu cara memasaknya. Heru menjelaskan dalam proses memasak digunakan kompor yang terbuat dari tanah liat dengan kayu bakar sebagai alat pembakaran. Wajan baja juga digunakan agar bakmi yang dimasak tanak.
Kendati demikian, untuk cabang warung yang berada di luar Yogyakarta, Heru mengatakan bahwa bahan-bahan, terutama mie memakai produk yang sudah jadi karena untuk memproduksinya butuh biaya mahal. Namun demikian, kualitas bahan tetap diperhatikan dengan pakem resep yang sudah dia ajarkan.
Ya, selain di Yogyakarta, Heru telah mendirikan cabang Bakmi Jawa Mas Timbul di sejumlah daerah seperti Jakarta, Bandung, Sumatra, hingga Kalimantan. Totalnya mencapai 23 cabang. Uniknya, warung-warung ini didirikan Heru hasil kerja sama dengan rekan-rekannya untuk menjadi investor. "Teman-teman saya bingung memutar uang, saya ajak gabung. Misal punya modal Rp200 juta, saya bikinkan warung bakmi, SDM saya sediakan," jelasnya.
Dengan modal Rp20 juta-Rp40 juta pun menurutnya sudah bisa membuka usaha bakmi Jawa selama mau berjualan di emperan jalan atau numpang di bengkel milik orang lain.
Warung bakmi milik Heru setidaknya menghabiskan 10 kg mie di luar hari libur atau setara 100-150 porsi. Adapun Warung Bakmi Jawa Mas Timbul menyediakan varian menu mie seperti bakmi godog, bakmi goreng, dan nasi mawud (nasi campur mie digoreng). Rata-rata menu mie dijual dengan harga Rp23.000 per porsi.
Omzet yang dihasilkan Rp2 juta-Rp3 juta pada hari biasa dan Rp4 juta-Rp5 juta pada hari libur.
Editor: Fajar Sidik
Dari warga biasa, pengusaha, direksi Badan Usaha Milik Negara (BUMN), hingga menteri sering mampir ke warung bakmi yang didirikan Heru Saputra ini. Bahkan dia sempat diundang untuk memasak langsung kuliner tersebut di Istana Negara.
Bahan berkualitas kata kuncinya. Heru menyebut bahan yang berkualitas tentu menciptakan rasa yang berkualitas pula. Mie basah sebagai bahan utama bakmi Jawa dibuat sendiri menggunakan terigu dengan kualitas paling bagus tanpa campuran lain seperti bahan pengawet. Berbeda dengan warung bakmi kebanyakan yang memakai mie kering lalu direbus.
Dalam memilih ayam, Heru menggunakan ayam kampung yang memiliki rasa lebih gurih, bukan ayam petelur atau ayam negeri walaupun harganya lebih murah. Kuah untuk menggodog bakmi juga memakai kaldu yang diekstrak dari ayam kampung. Tidak ketinggalan bumbu seperti kemiri atau bawang putih, juga dipertimbangkan kualitasnya.
"Kalau mau rasanya beda, kualitasnya harus dijaga," tegas Heru.
Heru yang sedang membuat bakmi Jogja. (Sumber gambar : Istimewa)
Selain kualitas, hal lain yang membuat bakmi Jawa yang namanya terinspirasi dari lakon Srimulat, Timbul ini memiliki rasa sedap dan gurih, yaitu cara memasaknya. Heru menjelaskan dalam proses memasak digunakan kompor yang terbuat dari tanah liat dengan kayu bakar sebagai alat pembakaran. Wajan baja juga digunakan agar bakmi yang dimasak tanak.
Kendati demikian, untuk cabang warung yang berada di luar Yogyakarta, Heru mengatakan bahwa bahan-bahan, terutama mie memakai produk yang sudah jadi karena untuk memproduksinya butuh biaya mahal. Namun demikian, kualitas bahan tetap diperhatikan dengan pakem resep yang sudah dia ajarkan.
Ya, selain di Yogyakarta, Heru telah mendirikan cabang Bakmi Jawa Mas Timbul di sejumlah daerah seperti Jakarta, Bandung, Sumatra, hingga Kalimantan. Totalnya mencapai 23 cabang. Uniknya, warung-warung ini didirikan Heru hasil kerja sama dengan rekan-rekannya untuk menjadi investor. "Teman-teman saya bingung memutar uang, saya ajak gabung. Misal punya modal Rp200 juta, saya bikinkan warung bakmi, SDM saya sediakan," jelasnya.
Dengan modal Rp20 juta-Rp40 juta pun menurutnya sudah bisa membuka usaha bakmi Jawa selama mau berjualan di emperan jalan atau numpang di bengkel milik orang lain.
Warung bakmi milik Heru setidaknya menghabiskan 10 kg mie di luar hari libur atau setara 100-150 porsi. Adapun Warung Bakmi Jawa Mas Timbul menyediakan varian menu mie seperti bakmi godog, bakmi goreng, dan nasi mawud (nasi campur mie digoreng). Rata-rata menu mie dijual dengan harga Rp23.000 per porsi.
Omzet yang dihasilkan Rp2 juta-Rp3 juta pada hari biasa dan Rp4 juta-Rp5 juta pada hari libur.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.