Semiotika dalam film Hirup Pikuk Si Alkisah

28 March 2022   |   08:07 WIB

Like

Semiotika dalam Film Hirup Pikuk Si Alkisah
 
Dalam film yang di adaptasi melalui propaganda dunia yakni pendaratan di bulan yang dilakukan oleh NASA yang coba untuk dikompleksasi lebih mendalam, dalam bentuk film yang berjudul Hirup Pikuk Si Alkisah menjadi film yang banyak memberikan simbol-simbol ataupun komunikasi tanda di dalamnya. Film ini banyak menyindir sisi mis komunikasi di dalam masyarakat, seperti bagaimana masyarakat Indonesia cenderung menjadikan kabar burung yang dibicarakan dari mulut ke mulut tetangga menjadi  sebuah hal yang mudah dipercaya, hal ini sangat terasa pada bagian film di akhir scene dimana, setiap pemeran atau tokoh disemua adegan seperti menatap para penonton, dan itu menjadi ending yang cukup menusuk hati, bagi saya pribadi. 
Tak hanya scene yang sangat menyentuh satu itu yang menjadikan film ini cukup menarik untuk dikaji, namun dari segi penerapan narasi secara tersirat yang juga menjadi menarik, seperti contoh lain, dalam adegan dimana Siman yang awal mulanya lambat dalam bergerak sebab memperagakan bagaimana pendaratan di bulan adalah bohong, malah menjadi berjalan cepat ketika sudah membahas soal kebutuhan dalam hal ini ditunjukan dalam bentuk nafsu birahi dan materi. Adegan lain yang sangat mengena ialah bagaimana unsur artistik didalamnya sangat berpengaruh dalam penuturan film secara keseluruhan, seperti bagaimana sang tokoh proklamator mencoba menyembunyikan roll film didalam kaleng biskuit kong ghuan, gula yang dikelilingi oleh semut, roket siman yang menjadi viral, korek api kayu yang bertuliskan sidoaryo, dan lainnya saya tangkap sebagai bentuk kritik oleh masyarakat indonesia sendiri mengenai propaganda tersebut, seperti mempertanyakan mengapa Indonesia menjadi salah satu saksi pembodohan propaganda tersebut, dan bentuk sejarah propaganda tersebut menjadi cikal bakal negara kita yang mudah untuk diperdaya dan dipolitisasi masyarakatnya, sebab mudahnya menerima informasi yang belum sepenuhnya dapat divalidasi tanpa adanya penyaringan informasi.
Selain adegan-adegan unik tersebut yang membawa makna yang mendalam dalam film ini, bentuk alur yang dihadirkan juga menarik, seperti bagaimana sang pencerita menjadikan latar lama dengan frame yang berbeda dengan latar sekarang, hal ini cukup membawa kesan yang mendalam bagi saya, seperti bagaimana akhirnya alur film tersebut sangat terasa sebab pergerakan frame tersebut yang disajikan secara berbeda. Latar filmnya sendiri seperti ingin menyatukan atau menghubungkan keterkaitan satu alasan dengan maksud lainya, seperti diawal film terlihat Siman telah mengenakan baju astrounot, namun di pertengahan di masukan kembali scene tersebut sebagai bentuk penegasan kembali dalam film bahwa scene sebelumnya ialah latar belakang mengapa Siman bertindak seperti bagaimana sebelumnya. 
Selain membicarakan soal frame yang menjadi makna tersendiri dalam pergerakan alur cerita, dari segi karakter dan penokohan pun cukup menarik pula untuk kita bahas, seperti contoh bagaimana tokoh-tokoh dalam film di frame yang pertama yang menunjukan situasi zaman dulu menampilkan tokoh yang sama pula dalam frame yang dibentuk sebagai latar saat ini, namun uniknya mereka tetap mempertahankan perawakan tokoh tersebut tanpa mengurangi atau menambahkan sedikitpun perawakannya, dapat dikatakan mereka seperti tidak bertambah umur dan tetap sama namun dengan dimensi tahun yang berbeda uniknya. 
Selain menbicarakan ilmu simbol dan tanda dalam berkomunikasi di film ini, saya juga dapat menelaah banyak isu yang diangkat dalam film ini, seperti halnya propaganda pendaratan bulan yang menjadi benang merah, isu kelompok PKI di tahun 60an, viralism yang terjadi di era modern, bentuk materi dan nafsu sebagai desakan pribadi, budaya mudah percaya maupun gosip di kalangan kita, dan masih banyak lagi. Itu semua menjadi isu yang cukup menyentuh untuk penuturan dalam film ini. 
Jika saya bisa sedikit menambahkan kritik dalam film ini, bagi saya dengan durasi yang cukup lama itu sangat terasa sebab pergerakan masalah dalam film ini tidak terlalu bergejolak atau kontras sehingga tidak sedikit orang-orang yang menyaksikan film tersebut dapat mudah teralihkan, selain kritik sebagai masukan, film ini membawa kesan era perbudakan yang cukup berat didalamnya, seperti saat lidah Siman terpaksa harus dipotong demi menutup mulut agar tidak membocorkan kejadian yang ia lihat secara real.