Mariposa (2020): Alur yang Menarik dan Eksekusi Produksi yang Patut Diacungi Jempol
27 March 2022 |
21:06 WIB
13
Likes
Like
Likes
Mariposa. Judul film ini benar-benar mendominasi film. Keseluruhan cerita bahkan dibahas dengan bagian-bagian yang dikaitkan dengan tahapan metamorfosis kupu-kupu. Tahap #1: Ulat menjelaskan karakter Acha yang unik, periang, pandai, gigih dan optimis yang menyukai Iqbal yang berkarakter dingin dan ambisius—sedikit klise seperti karakter cowok dingin yang keren dan jahat pada novel romansa remaja lain—yang tidak berpikiran apapun selain belajar seperti yang diperintahkan Ayahnya, Bov. Disela-sela pelatihan Olimpiade Sains Nasional yang sedang diikutinya, Acha dengan gigih memperjuangkan cintanya kepada Iqbal yang menolaknya mentah-mentah.
Selanjutnya pada Tahap #2: Kepompong—pada bagian ini sepertinya editor typo karena tertulis angka 3 alih-alih 2, kesalahan ini bisa membuat penonton bingung, namun tidak fatal mengingat beberapa penonton sudah menghafal tahapan metamorfosis kupu-kupu—Acha disarankan untuk berjuang melawan kesukaannya terhadap Iqbal dengan berpura-pura menjadi “air cuek” yang menetesi “hati batu” Iqbal. Karena sulitnya menyelesaikan misi ini, fase kepompong adalah semiotika yang menarik. Hati Acha adalah kepompong yang harus dibalut rapat-rapat agar misi berhasil. Sayangnya karena sedikit perhatian dari Iqbal, Acha gagal dalam misinya menjadi gadis yang cuek terhadap Iqbal.
Tahap #3: Kupu-kupu adalah resolusi yang paling ditunggu-tunggu. Acha bertekad tidak akan mengganggu Iqbal setelah kata-kata jahat yang dilontarkan kepadanya, dan fokus menjalani Olimpiade Sains Nasional. Iqbal berhasil menjawab pertanyaan terakhir dan memenangkan olimpiade dengan kepercayaannya tentang jawaban Acha. Acha sempat menolak beasiswa yang ditawarkan oleh teman Mamanya—yang karakter jiwa muda dan K-poper-nya melekat kuat. Mama Acha menjelaskan bahwa Acha tidak akan melakukan apa yang tidak ia sukainya dan bertekad mengejar apa yang ia sukai. Kalimat itu menjadi tamparan bagi Iqbal. Iqbal lalu menjelaskan kepada Ayahnya yang hanya ingin mendidiknya dengan baik—wejangan almarhumah istrinya—namun caranya kurang tepat. Iqbal berterima kasih kepada Acha sambil memberikan kejutan pada pesta ulang tahun Acha karena ia jadi lebih jujur terhadap perasaaan serta kesukaannya. Film berakhir bahagia.
Sebenarnya banyak hal menarik mengenai alur yang diadaptasi dari novel best-seller Luluk HF ini. Karakter Acha yang luar biasa unik, pintar dan gigih, misalnya. Hal ini menyelipkan isu feminisme yang sedang dibicarakan masyarakat ramai. Acha sangat pintar dan mampu. Dalam babak penyisihan olimpiade sains, Acha berhasil membawa tim ke babak selanjutnya karena kepintaran dan ketelitiannya. Pada babak final, Acha juga menjawab pertanyaan terakhir dengan benar sehingga timnya menang.
Kedua, ada hubungan anak-ibu Acha yang sangat unik. Tidak seperti tipikal Asian Parent yang membebankan pekerjaan rumah pada anak perempuan atau Ibu yang doyan menggosip sana-sini. Mungkin hal ini disebabkan oleh latar belakang keluarga Acha yang merupakan golongan menengah ke atas—sama seperti keluarga Iqbal. Mama Acha sangat asyik dan gaul, bahkan sangat menyukai kebudayaan Korea dan bermimpi untuk menyusul suaminya yang sedang dinas di sana.
Ketiga, akulturasi kebudayaan Korea-Indo. Masih berkaitan dengan poin sebelumnya, kultur Korea ternyata banyak digunakan dalam film Mariposa. Saat Acha meminta nomor telepon Iqbal di awal film, misalnya. Pada kebudayaan Indonesia, hal ini jarang sekali ditemui. Biasanya, belajar dari pengalaman, kalau menyukai seseorang yang tidak begitu dikenal, kita akan meminta kontaknya dari teman atau berkenalan terlebih dahulu. Tentu saja berbeda dengan budaya Korea Selatan, banyak sekali adegan di mana orang asing yang tertarik akan meminta nomor telepon di tempat umum. Lalu setelah adegan tersebut, ada adegan mengenai upacara yang terkesan Indonesia Banget. Ada satu dialog yang amat sangat berkesan bagi penulis.
Dialog ini seperti menyiratkan pesan dari penulis yang menasihati para siswa untuk khidmat saat berupacara biarpun adegan upacara hanya tampil sekilas.
Selain argumen tentang alur yang menarik, film garapan Fajri Bustomi ini diproduksi dengan sangat hati-hati dan patut diacungi jempol! Pada tata artistik, misalnya. Artistik film Mariposa benar-benar niat dalam mendekor set sehingga sebuah set terlihat seperti kamar, atau ruang makan, atau ruang kelas yang realistik. Ditambah lagi, hampir seluruh set didominasi oleh warna biru muda dan biru tua—merah muda mendominasi set kamar Acha dan biru muda mendominasi set kamar Iqbal, semiotika—warna atau tone keseluruhan film jelas sangat konsisten dan berkelanjutan. Set kamar Acha yang dalam cerita menyukai boneka sapi, didekorasi dengan boneka sapi lucu dan bahkan guling boneka sapi. Hal ini membuktikan bahwa artistik Mariposa berperan besar dalam tersampaikannya alur kepada para penonton. Seragam para murid juga dibuat unik, masih dalam nuansa biru muda dan merah muda. Tata busana dalam film ini juga sangat niat dalam mendesain busana. Buktinya, Acha menggunakan seragam yang sama dengan siswi lain, namun tetap mencolok dengan vest atau aksesoris yang dirancang tim tata busana. Benar-benar luar biasa!
Demikian ulasan singkat penulis hari ini. Penulis menyadari kekurangan penulis dalam referensi dan kelengkapan, maka dari itu, penulis meminta maaf secara tulus dan mengharapkan tanggapan dari para pembaca! Jika berkenan, penulis tunggu di laman pribadi penulis, ya! Sampai jumpa di ulasan penulis selanjutnya yang akan lebih baik dari hari ini, ya!
Selanjutnya pada Tahap #2: Kepompong—pada bagian ini sepertinya editor typo karena tertulis angka 3 alih-alih 2, kesalahan ini bisa membuat penonton bingung, namun tidak fatal mengingat beberapa penonton sudah menghafal tahapan metamorfosis kupu-kupu—Acha disarankan untuk berjuang melawan kesukaannya terhadap Iqbal dengan berpura-pura menjadi “air cuek” yang menetesi “hati batu” Iqbal. Karena sulitnya menyelesaikan misi ini, fase kepompong adalah semiotika yang menarik. Hati Acha adalah kepompong yang harus dibalut rapat-rapat agar misi berhasil. Sayangnya karena sedikit perhatian dari Iqbal, Acha gagal dalam misinya menjadi gadis yang cuek terhadap Iqbal.
Tahap #3: Kupu-kupu adalah resolusi yang paling ditunggu-tunggu. Acha bertekad tidak akan mengganggu Iqbal setelah kata-kata jahat yang dilontarkan kepadanya, dan fokus menjalani Olimpiade Sains Nasional. Iqbal berhasil menjawab pertanyaan terakhir dan memenangkan olimpiade dengan kepercayaannya tentang jawaban Acha. Acha sempat menolak beasiswa yang ditawarkan oleh teman Mamanya—yang karakter jiwa muda dan K-poper-nya melekat kuat. Mama Acha menjelaskan bahwa Acha tidak akan melakukan apa yang tidak ia sukainya dan bertekad mengejar apa yang ia sukai. Kalimat itu menjadi tamparan bagi Iqbal. Iqbal lalu menjelaskan kepada Ayahnya yang hanya ingin mendidiknya dengan baik—wejangan almarhumah istrinya—namun caranya kurang tepat. Iqbal berterima kasih kepada Acha sambil memberikan kejutan pada pesta ulang tahun Acha karena ia jadi lebih jujur terhadap perasaaan serta kesukaannya. Film berakhir bahagia.
Sebenarnya banyak hal menarik mengenai alur yang diadaptasi dari novel best-seller Luluk HF ini. Karakter Acha yang luar biasa unik, pintar dan gigih, misalnya. Hal ini menyelipkan isu feminisme yang sedang dibicarakan masyarakat ramai. Acha sangat pintar dan mampu. Dalam babak penyisihan olimpiade sains, Acha berhasil membawa tim ke babak selanjutnya karena kepintaran dan ketelitiannya. Pada babak final, Acha juga menjawab pertanyaan terakhir dengan benar sehingga timnya menang.
Kedua, ada hubungan anak-ibu Acha yang sangat unik. Tidak seperti tipikal Asian Parent yang membebankan pekerjaan rumah pada anak perempuan atau Ibu yang doyan menggosip sana-sini. Mungkin hal ini disebabkan oleh latar belakang keluarga Acha yang merupakan golongan menengah ke atas—sama seperti keluarga Iqbal. Mama Acha sangat asyik dan gaul, bahkan sangat menyukai kebudayaan Korea dan bermimpi untuk menyusul suaminya yang sedang dinas di sana.
Ketiga, akulturasi kebudayaan Korea-Indo. Masih berkaitan dengan poin sebelumnya, kultur Korea ternyata banyak digunakan dalam film Mariposa. Saat Acha meminta nomor telepon Iqbal di awal film, misalnya. Pada kebudayaan Indonesia, hal ini jarang sekali ditemui. Biasanya, belajar dari pengalaman, kalau menyukai seseorang yang tidak begitu dikenal, kita akan meminta kontaknya dari teman atau berkenalan terlebih dahulu. Tentu saja berbeda dengan budaya Korea Selatan, banyak sekali adegan di mana orang asing yang tertarik akan meminta nomor telepon di tempat umum. Lalu setelah adegan tersebut, ada adegan mengenai upacara yang terkesan Indonesia Banget. Ada satu dialog yang amat sangat berkesan bagi penulis.
“…mau upacara, harus khidmat!” – Manda
Dialog ini seperti menyiratkan pesan dari penulis yang menasihati para siswa untuk khidmat saat berupacara biarpun adegan upacara hanya tampil sekilas.
Selain argumen tentang alur yang menarik, film garapan Fajri Bustomi ini diproduksi dengan sangat hati-hati dan patut diacungi jempol! Pada tata artistik, misalnya. Artistik film Mariposa benar-benar niat dalam mendekor set sehingga sebuah set terlihat seperti kamar, atau ruang makan, atau ruang kelas yang realistik. Ditambah lagi, hampir seluruh set didominasi oleh warna biru muda dan biru tua—merah muda mendominasi set kamar Acha dan biru muda mendominasi set kamar Iqbal, semiotika—warna atau tone keseluruhan film jelas sangat konsisten dan berkelanjutan. Set kamar Acha yang dalam cerita menyukai boneka sapi, didekorasi dengan boneka sapi lucu dan bahkan guling boneka sapi. Hal ini membuktikan bahwa artistik Mariposa berperan besar dalam tersampaikannya alur kepada para penonton. Seragam para murid juga dibuat unik, masih dalam nuansa biru muda dan merah muda. Tata busana dalam film ini juga sangat niat dalam mendesain busana. Buktinya, Acha menggunakan seragam yang sama dengan siswi lain, namun tetap mencolok dengan vest atau aksesoris yang dirancang tim tata busana. Benar-benar luar biasa!
Demikian ulasan singkat penulis hari ini. Penulis menyadari kekurangan penulis dalam referensi dan kelengkapan, maka dari itu, penulis meminta maaf secara tulus dan mengharapkan tanggapan dari para pembaca! Jika berkenan, penulis tunggu di laman pribadi penulis, ya! Sampai jumpa di ulasan penulis selanjutnya yang akan lebih baik dari hari ini, ya!
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.