Menguak Misteri Kekerasan Seksual
27 March 2022 |
20:47 WIB
Penyalin Cahaya mengetengahkan upaya perlawanan terhadap kekerasan seksual. Kampus digambarkan menjadi salah satu tempat yang tak aman dan tak mendukung korban.
Pagi itu, Suryani bangun kesiangan. Padahal ia harus melakukan presentasi untuk mempertahankan beasiswanya di kampus. Dengan pakaian pesta yang dikenakan semalam, kebaya brokat hijau dilapis kaos yang belum sempat ganti, Suryani (Shenina Cinnamon) melesat ke kampus. Ia tidak perduli meski bapaknya (Lukman Sardi) marah dan menghalanginya pergi. Ia pun berhasil tiba di kampus, meskipun terlambat.
Namun nasib baik tidak berpihak pada gadis yang jago komputer ini. Ia kehilangan beasiswa bukan karena keterlambatannya, tapi karena fotonya yang memperlihatkan dia sedang teler diunggah di media sosialnya. Ia beralasan tidak tahu siapa yang memotretnya saat mabuk dalam pesta kemenenangan Teater Matahari di sebuah kompetisi itu. Ia pun protes mengapa hanya karena foto itu bisa menggugurkan beasiswa. Tapi pihak kampus tak menghiraukan.
Stigma bukan mahasiswa baik-baik langsung melekat padanya. Penderitaan Sur tak sampai di situ. Ia kemudian diusir dari rumah oleh bapaknya. Sang ayah merasa malu pada warga lain karena Sur mabuk. Akibat mabuk, ia diantar taksi online yang dipesan temannya seusai pesta. Sur yang tak bangun-bangun itu pulang tanpa didampingi siapa pun. “Orang itu mengetuk pintu sejumlah rumah untuk mendapatkan alamat rumah ini,” kata sang ayah.
Ia lalu numpang di kios fotokopi milik Amin (Chicco Kurniawan), sahabat baik sejak zaman SD. Dari sanalah Sur mulai berjuang menguak apa yang terjadi pada dirinya pada malam itu dan siapa yang mengerjainya. Ia menyatukan puzle-puzle yang berserakan. Petunjuk pertama adalah kaosnya yang terbalik. Ia yakin betul telah terjadi sesuatu pada dirinya setelah permainan medusa-medusaan di pesta itu yang menjebaknya harus mencicip alkohol.
Dengan kemampuan komputer, dibantu Amin yang doyan lagu dangdut Pantura, ia mengkondisikan suasana. “Gue mau cari bukti kalau gue dikerjain. Mulai besok gue akan nyolong data anak-anak,” ujar Sur kepada Amin dengan geram. Ia juga meminta bantuan Anggun (Dea Panendra) yang bermain cukup cemerlang untuk mencari titik terang. Anggun pun dengan senang hati membantu menyelusuri apa yang terjadi pada Sur. Tariq (Jerome Kurnia), salah seorang anggota teater itu, pun menjadi tertuduh.
Dari sinilah, penonton diajak mengikuti perjalanan Sur menguak misteri itu. Mulai dari memutar ulang CCTV di rumah Rama (Giullio Parengkuan), tempat pesta itu berlangsung, hingga mengumpulkan satu persatu data-data di komputer dan handphone anggota teater itu. Tentu saja tidak mudah, tapi Sur tak menyerah. Apalagi, ketika ditemukan bahwa salah satu gambar untuk instalasi teater itu diolah dari potret punggungnya. Dari sana, ia menyimpulkan ada seseorang yang telah memotret bagian tubuhnya tanpa izin.
Suryani adalah sosok pahlawan atas kekerasan seksual yang menimpa dirinya dalam film besutan sutradara muda Wregas Bhanuteja berjudul Penyalin Cahaya itu. Film ini memborong 12 Piala Citra dalam Festival Film Indonesia 2021. Wregas membukanya selapis demi selapis misteri yang dipecah Sur dalam film berdurasi 130 menit ini. Lapisan-lapisan itu menghadirkan kejutan demi kejutan. Korban demi korban lain pun perlahan-lahan bermunculan. Tak hanya perempuan, juga laki-laki.
Film ini seperti ingin mengatakan bahwa kekerasan, apa pun bentuknya, terutama seksual, tak hanya terjadi pada perempuan tapi bisa terjadi pada siapa saja, termasuk laki-laki. Dan pelecehan itu tak hanya dalam bentuk vebal seperti ucapan, rabaan, sentuhan, hingga pemaksaan hubungan intim, tapi juga dalam bentuk lain seperti mengambil gambar tubuh seseorang tanpa izin. Sebab, setiap orang punya otoritas terhadap tubuhnya sendiri.
Perjuangan Sur menguak kasus itu mempertemukannya dengan sejumlah orang. Dari sini, muncul orang-orang yang tidak mendukungnya. Bahkan, pihak yang dianggap paling dia percaya pun, yakni dewan etik di kampus, justru menusuknya dari belakang.Termasuk dosen-dosen di sana, yang tampak tidak punya sedikit pun empati pada Sur. Mereka cuma menagih bukti demi bukti bahwa apa yang terjadi pada Sur adalah kesialan dan kecelakaan, dengan kata-kata yang cenderung memojokkannya.
Bahkan ayahnya sendiri pun berada di pihak yang tidak mendukungnya. Sang ayah bahkan sampai menghiba-hiba minta maaf pada pihak kampus dan orang yang diyakini Sur sebagai pelaku kekerasan itu bersama pengacaranya. “Mohon maaf pak, anak saya ini sering bikin salah tolong dimaafin. Anak saya ini tidak ada aturan, damai saja pak,” ujar bapak Suryani.
Hal semacam ini menjadi potret lazim terjadi dalam masyarakat: korban kekerasan seksual bukan hanya tak didukung, tapi juga ditekan dan dintimidasi. Tak jarang, korban mendapat ancaman balik hingga dipolisikan demi nama baik seorang pelaku dan keluarganya maupun sebuah institusi. Akibatnya, banyak penyintas tutup mulut, mengalah karena lingkungan tak memihak padanya. Beruntung Sur masih mendapatkan dukungan ibunya (Ruth Marini), pedagang warteg, yang percaya pada Sur namun berada di bawah tekanan suaminya.
Dalam Penyalin Cahaya, Wregas mengurai kegelisahan banyak orang tentang nasib korban dan penyintas kekerasan seksual yang selama ini diam dan sulit mencari keadilan. Bahkan, ruang aman pun nyaris absen di berbagai situasi. Akting tokoh utama dan para pendukung baik muda hingga yang cukup senior seperti Landung Simatupang, Rukman Rosadi, Lukman Sardi, Ruth Marini, membuat film ini begitu kuat dan hidup.
Rentetan adegan sangat runtut dan terus memicu rasa ingin tahu penonton. Meskipun adegan teatrikal yang mengusung tokoh mitologi Yunani Perseus dan Medusa, sebagai pembuka cerita, terasa agak menganggu. Jika saja film ini dibuka dengan adegan pesta, dan kemenangan teater itu cukup disampaikan secara naratif di sana, barangkali akan lebih kuat. Lepas dari itu, film ini layak mendapat apresiasi tinggi sekaligus menjadi cermin bagi kita dalam menghadapi persoalan pelecehan dan kekerasan seksual.
Penyalin Cahaya
Sutradara: Wregas Bhanuteja
Penulis naskah : Wregas Bhanuteja
Pemain: Shenina Syawalita Cinnamon, Chicco Kurniawan, Dea Panendra, Giullio Parengkuan, Luthesa, Jerome Kurnia, Lukman Sardi, Rukman Rosadi, Landung Simatupang, Ruth Marini, Yayan Ruchyan
Produksi: Rekata Studio, Kaninga Pictures
Tayang: Netflix
Durasi: 2 jam 10 menit
#hypefilm #hypeabismoviereview
Pagi itu, Suryani bangun kesiangan. Padahal ia harus melakukan presentasi untuk mempertahankan beasiswanya di kampus. Dengan pakaian pesta yang dikenakan semalam, kebaya brokat hijau dilapis kaos yang belum sempat ganti, Suryani (Shenina Cinnamon) melesat ke kampus. Ia tidak perduli meski bapaknya (Lukman Sardi) marah dan menghalanginya pergi. Ia pun berhasil tiba di kampus, meskipun terlambat.
Namun nasib baik tidak berpihak pada gadis yang jago komputer ini. Ia kehilangan beasiswa bukan karena keterlambatannya, tapi karena fotonya yang memperlihatkan dia sedang teler diunggah di media sosialnya. Ia beralasan tidak tahu siapa yang memotretnya saat mabuk dalam pesta kemenenangan Teater Matahari di sebuah kompetisi itu. Ia pun protes mengapa hanya karena foto itu bisa menggugurkan beasiswa. Tapi pihak kampus tak menghiraukan.
Stigma bukan mahasiswa baik-baik langsung melekat padanya. Penderitaan Sur tak sampai di situ. Ia kemudian diusir dari rumah oleh bapaknya. Sang ayah merasa malu pada warga lain karena Sur mabuk. Akibat mabuk, ia diantar taksi online yang dipesan temannya seusai pesta. Sur yang tak bangun-bangun itu pulang tanpa didampingi siapa pun. “Orang itu mengetuk pintu sejumlah rumah untuk mendapatkan alamat rumah ini,” kata sang ayah.
Ia lalu numpang di kios fotokopi milik Amin (Chicco Kurniawan), sahabat baik sejak zaman SD. Dari sanalah Sur mulai berjuang menguak apa yang terjadi pada dirinya pada malam itu dan siapa yang mengerjainya. Ia menyatukan puzle-puzle yang berserakan. Petunjuk pertama adalah kaosnya yang terbalik. Ia yakin betul telah terjadi sesuatu pada dirinya setelah permainan medusa-medusaan di pesta itu yang menjebaknya harus mencicip alkohol.
Dengan kemampuan komputer, dibantu Amin yang doyan lagu dangdut Pantura, ia mengkondisikan suasana. “Gue mau cari bukti kalau gue dikerjain. Mulai besok gue akan nyolong data anak-anak,” ujar Sur kepada Amin dengan geram. Ia juga meminta bantuan Anggun (Dea Panendra) yang bermain cukup cemerlang untuk mencari titik terang. Anggun pun dengan senang hati membantu menyelusuri apa yang terjadi pada Sur. Tariq (Jerome Kurnia), salah seorang anggota teater itu, pun menjadi tertuduh.
Dari sinilah, penonton diajak mengikuti perjalanan Sur menguak misteri itu. Mulai dari memutar ulang CCTV di rumah Rama (Giullio Parengkuan), tempat pesta itu berlangsung, hingga mengumpulkan satu persatu data-data di komputer dan handphone anggota teater itu. Tentu saja tidak mudah, tapi Sur tak menyerah. Apalagi, ketika ditemukan bahwa salah satu gambar untuk instalasi teater itu diolah dari potret punggungnya. Dari sana, ia menyimpulkan ada seseorang yang telah memotret bagian tubuhnya tanpa izin.
Suryani adalah sosok pahlawan atas kekerasan seksual yang menimpa dirinya dalam film besutan sutradara muda Wregas Bhanuteja berjudul Penyalin Cahaya itu. Film ini memborong 12 Piala Citra dalam Festival Film Indonesia 2021. Wregas membukanya selapis demi selapis misteri yang dipecah Sur dalam film berdurasi 130 menit ini. Lapisan-lapisan itu menghadirkan kejutan demi kejutan. Korban demi korban lain pun perlahan-lahan bermunculan. Tak hanya perempuan, juga laki-laki.
Film ini seperti ingin mengatakan bahwa kekerasan, apa pun bentuknya, terutama seksual, tak hanya terjadi pada perempuan tapi bisa terjadi pada siapa saja, termasuk laki-laki. Dan pelecehan itu tak hanya dalam bentuk vebal seperti ucapan, rabaan, sentuhan, hingga pemaksaan hubungan intim, tapi juga dalam bentuk lain seperti mengambil gambar tubuh seseorang tanpa izin. Sebab, setiap orang punya otoritas terhadap tubuhnya sendiri.
Perjuangan Sur menguak kasus itu mempertemukannya dengan sejumlah orang. Dari sini, muncul orang-orang yang tidak mendukungnya. Bahkan, pihak yang dianggap paling dia percaya pun, yakni dewan etik di kampus, justru menusuknya dari belakang.Termasuk dosen-dosen di sana, yang tampak tidak punya sedikit pun empati pada Sur. Mereka cuma menagih bukti demi bukti bahwa apa yang terjadi pada Sur adalah kesialan dan kecelakaan, dengan kata-kata yang cenderung memojokkannya.
Bahkan ayahnya sendiri pun berada di pihak yang tidak mendukungnya. Sang ayah bahkan sampai menghiba-hiba minta maaf pada pihak kampus dan orang yang diyakini Sur sebagai pelaku kekerasan itu bersama pengacaranya. “Mohon maaf pak, anak saya ini sering bikin salah tolong dimaafin. Anak saya ini tidak ada aturan, damai saja pak,” ujar bapak Suryani.
Hal semacam ini menjadi potret lazim terjadi dalam masyarakat: korban kekerasan seksual bukan hanya tak didukung, tapi juga ditekan dan dintimidasi. Tak jarang, korban mendapat ancaman balik hingga dipolisikan demi nama baik seorang pelaku dan keluarganya maupun sebuah institusi. Akibatnya, banyak penyintas tutup mulut, mengalah karena lingkungan tak memihak padanya. Beruntung Sur masih mendapatkan dukungan ibunya (Ruth Marini), pedagang warteg, yang percaya pada Sur namun berada di bawah tekanan suaminya.
Dalam Penyalin Cahaya, Wregas mengurai kegelisahan banyak orang tentang nasib korban dan penyintas kekerasan seksual yang selama ini diam dan sulit mencari keadilan. Bahkan, ruang aman pun nyaris absen di berbagai situasi. Akting tokoh utama dan para pendukung baik muda hingga yang cukup senior seperti Landung Simatupang, Rukman Rosadi, Lukman Sardi, Ruth Marini, membuat film ini begitu kuat dan hidup.
Rentetan adegan sangat runtut dan terus memicu rasa ingin tahu penonton. Meskipun adegan teatrikal yang mengusung tokoh mitologi Yunani Perseus dan Medusa, sebagai pembuka cerita, terasa agak menganggu. Jika saja film ini dibuka dengan adegan pesta, dan kemenangan teater itu cukup disampaikan secara naratif di sana, barangkali akan lebih kuat. Lepas dari itu, film ini layak mendapat apresiasi tinggi sekaligus menjadi cermin bagi kita dalam menghadapi persoalan pelecehan dan kekerasan seksual.
Penyalin Cahaya
Sutradara: Wregas Bhanuteja
Penulis naskah : Wregas Bhanuteja
Pemain: Shenina Syawalita Cinnamon, Chicco Kurniawan, Dea Panendra, Giullio Parengkuan, Luthesa, Jerome Kurnia, Lukman Sardi, Rukman Rosadi, Landung Simatupang, Ruth Marini, Yayan Ruchyan
Produksi: Rekata Studio, Kaninga Pictures
Tayang: Netflix
Durasi: 2 jam 10 menit
#hypefilm #hypeabismoviereview
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.