Keluar dari Jebakan Kekerasan
27 March 2022 |
20:25 WIB
Kisah tentang penyintas kekerasan dalam rumah tangga. Perjuangan seorang ibu tunggal keluar dari lingkaran kekerasan yang menimpanya.
Alexandra seperti batu karang yang bertubi-tubi diterjang ombak besar sepanjang hidupnya. Ia menjadi orang tuanggal bagi gadis kecilnya yang berusia 3 tahun,Maddy. Alex (Margareth Qualley) menjalani semuanya dengan sangat berat karena tidak mempunyai apa-apa. Masih beruntung ia mendapat bantuan dari pemerintah setelah melewati birokrasi yang rumit dan penuh cemooh dari orang-orang di sekitarnya.
Semua berawal pada suatu malam buta ketika Alex minggat bersama Mady. Ia tak membawa uang sepeser pun yang bisa menebus kehangatan selembar kasur di hostel misalnya. Mereka menginap di mobil yang di parkir di tempat terbuka. Bahkan si kecil Maddy mengalami kecelakaansaat mobilnya berhenti di bahu jalan, di tabrak mobil lain ketika Alex mengambil boneka kesayangan putrinya. Nasib sialnya membawanya ke kantor sosial.
Sementara waktu ia bisa bernapas lega di rumah aman korban kekerasan dalam rumah tangga yang disarankan si petugas sosial. Semula Alex masih menyangkal, tak mengakui dan merasa dirinya sebagai korban.
“Saya mungkin bukan korban kekerasan yang asli,” ujar Alex. Perempuan muda ini hanya mengira, korban KDRT adalah mereka para perempuan yang sudah merah biru lebam di muka atau sekujur badannya. Bukan seperti kasusnya. Dari sini penonton akan mulai diajak melalui perjalanan Alex dengan segala kenaifannya.
Proses bertumbuh Alex sebagai seorang perempuan penyintas. Dengan kepolosannya, ia nyaris kehilangan putrinya. Situasi ini membuat Alex putus asa. Tetapi kata-kata Daniella, tetangga kamardi rumah aman melecut Alex. Membuatnya melawan!. Ia berhadapan dengan suami toxic, bermasalah, Sean (Nick Robinson), seorang bartender. Seorang lelaki dengan hidup yang rumit dari pengasuhan orang tua yang bermasalah.
Setiap saat Sean bisa berubah menjadi monster, apalagi ketika alkohol menguasainya. Ia akan menyemprotkan kata-kata kasar yang merendahkan Alex. Perempuan itu nyaris ditonjok, ketika suatu malam pertengkaran terjadi. Pukulan Sean membuat lubang di dinding, persis di samping wajah Alex yang terpaku. Pada malam yang lain, Alex harus membersihkan serpihan kaca di rambut Maddy karena amukan Sean.
Tak mudah bagi Alex yang sudah mengalami gangguan sindrom pasca trauma (PSTD) bangkit. Ia harus berjuang menghidupi diri sebagai tukang bersih-bersih yang diupah murah. Dari rumah ke rumah yang ia bersihkan, ia belajar tentang kehidupan. Bertemu beragam klien, dari yang ramah sampai menyebalkan seperti Regina (Anika Noni Rose). Ia tumbuh menjadi perempuan yang ulet,tegar, welas asih. Sesungguhnya ia seorang cerdas. “Saya hampir kuliah, dapat beasiswa di sebuah universitas. Tapi tak kuambil karena keburu hamil dulu,” ujarnya suatu ketika.
Cobaan peristiwa demi peristiwa, seperti rantai yang tak putus selalu menyertai langkah Alex dan Maddy, tapi penulis naskah tetap adil menyisipkan secercah harapan di tengah kesulitan yangmembelit hidup perempuan muda ini. Ia tak bisa mengandalkan ayah atau ibunya sekalipun. Seperti mengupas bawang, dalam serial Maid, dari satu episode ke episode berikutnya, penonton akan mengetahui kompleksitas, kesulitan hidup Alex dengan orang-orang di sekitarnya.
Ada jarak antara Alex dan ayahnya yang seorang penganut Katolik dan keluarga barunya. Sementara sang ibu, Paula (Andi MacDowell), dengan bakat seni dan hidup hippiesnya, bahagia di karavan bersama kekasihnya. Jiwanya kekanak-kanakan, tak bisa menjaga dirinya, penuh penyangkalan.
Melihat hidup Paula, bikin geregetan. Beruntung Alex masih bisa ‘waras’ dan menjadi telaga yang teduh bagi Maddy putrinya.
Maid, memperlihatkan betapa KDRT membuat masalah hidup yang panjang. Tak hanya merusak fisik tapi juga mental korban atau penyintasnya. Ia bahkan sering tak sadar telah menjadi korban. Bahkan ia bakal kembali masuk ke jebakan lingkaran setan KDRT lagi, keluar lagi dan masuk lagi. Seperti yangdisampaikan pengelola rumah aman, Denise. “Seorang penyintas biasanya butuh tujuh kali (keluar masuk rumah aman),” ujarnya.
Film ini juga memperlihatkan bertumbuhnya Alex sebagai penyintas kekerasan, dengan modal keuletan mencoba keluar dari lingkaran itu. Tak terbayangkan bagaimana seorang ibu tunggal tanpa sistem pendukung yang memadai, upah murah dan subsidi yang tak bisa diandalkan dan persoalan yang dihadapi. Sangat melelahkan fisik dan mental. Alex juga memperlihatkan betapa perempuan juga berhak menentukan nasibnya, menebalkan pilihan dan prinsipnya. Sebuah serial yang mengaduk emosi.
Tapi di serial ini penonton bisa melihat bagaimana negara seharusnya bisa hadir melindungi penyintas dan korban. Bagaimana petugas sosial yang tanggap situasi seorang korban, sistem rujukan ke rumah aman untuk anak dan perempuan korban. Juga bagimana elemen dasar tentang pengasuhan, dampak terhadap mental, bahkan soal asupan gizi yang diajarkan di kelas ‘penyintas’.
Kelas ini untuk pembekalan para perempuan, ibu yang akan menghadapi pengadilan dan upaya mengembalikan kepercayaan diri mereka. Serial ini terinspirasi dari buku memoar terlaris New YorkTime: Low Pay and a Mother’s will Survive tulisan Stephane Land. DIAN YULIASTUTI
Film : MAID
Sutradara: John Wells, Nzingha Steward
Pemain: Margareth Qualley, Nick Robinson, Rylea Nevaeh Whittet, Andie MacDowell, Anika Noni
Rose, Tracy Vilar, Billy Burke, B.J. Harrison, Raymond Ablack, Toby Levins, Xavier de Guzman
Genre: Drama
Tayang: Netflix
#hypefilm #hypebismoviereview
Alexandra seperti batu karang yang bertubi-tubi diterjang ombak besar sepanjang hidupnya. Ia menjadi orang tuanggal bagi gadis kecilnya yang berusia 3 tahun,Maddy. Alex (Margareth Qualley) menjalani semuanya dengan sangat berat karena tidak mempunyai apa-apa. Masih beruntung ia mendapat bantuan dari pemerintah setelah melewati birokrasi yang rumit dan penuh cemooh dari orang-orang di sekitarnya.
Semua berawal pada suatu malam buta ketika Alex minggat bersama Mady. Ia tak membawa uang sepeser pun yang bisa menebus kehangatan selembar kasur di hostel misalnya. Mereka menginap di mobil yang di parkir di tempat terbuka. Bahkan si kecil Maddy mengalami kecelakaansaat mobilnya berhenti di bahu jalan, di tabrak mobil lain ketika Alex mengambil boneka kesayangan putrinya. Nasib sialnya membawanya ke kantor sosial.
Sementara waktu ia bisa bernapas lega di rumah aman korban kekerasan dalam rumah tangga yang disarankan si petugas sosial. Semula Alex masih menyangkal, tak mengakui dan merasa dirinya sebagai korban.
“Saya mungkin bukan korban kekerasan yang asli,” ujar Alex. Perempuan muda ini hanya mengira, korban KDRT adalah mereka para perempuan yang sudah merah biru lebam di muka atau sekujur badannya. Bukan seperti kasusnya. Dari sini penonton akan mulai diajak melalui perjalanan Alex dengan segala kenaifannya.
Proses bertumbuh Alex sebagai seorang perempuan penyintas. Dengan kepolosannya, ia nyaris kehilangan putrinya. Situasi ini membuat Alex putus asa. Tetapi kata-kata Daniella, tetangga kamardi rumah aman melecut Alex. Membuatnya melawan!. Ia berhadapan dengan suami toxic, bermasalah, Sean (Nick Robinson), seorang bartender. Seorang lelaki dengan hidup yang rumit dari pengasuhan orang tua yang bermasalah.
Setiap saat Sean bisa berubah menjadi monster, apalagi ketika alkohol menguasainya. Ia akan menyemprotkan kata-kata kasar yang merendahkan Alex. Perempuan itu nyaris ditonjok, ketika suatu malam pertengkaran terjadi. Pukulan Sean membuat lubang di dinding, persis di samping wajah Alex yang terpaku. Pada malam yang lain, Alex harus membersihkan serpihan kaca di rambut Maddy karena amukan Sean.
Tak mudah bagi Alex yang sudah mengalami gangguan sindrom pasca trauma (PSTD) bangkit. Ia harus berjuang menghidupi diri sebagai tukang bersih-bersih yang diupah murah. Dari rumah ke rumah yang ia bersihkan, ia belajar tentang kehidupan. Bertemu beragam klien, dari yang ramah sampai menyebalkan seperti Regina (Anika Noni Rose). Ia tumbuh menjadi perempuan yang ulet,tegar, welas asih. Sesungguhnya ia seorang cerdas. “Saya hampir kuliah, dapat beasiswa di sebuah universitas. Tapi tak kuambil karena keburu hamil dulu,” ujarnya suatu ketika.
Cobaan peristiwa demi peristiwa, seperti rantai yang tak putus selalu menyertai langkah Alex dan Maddy, tapi penulis naskah tetap adil menyisipkan secercah harapan di tengah kesulitan yangmembelit hidup perempuan muda ini. Ia tak bisa mengandalkan ayah atau ibunya sekalipun. Seperti mengupas bawang, dalam serial Maid, dari satu episode ke episode berikutnya, penonton akan mengetahui kompleksitas, kesulitan hidup Alex dengan orang-orang di sekitarnya.
Ada jarak antara Alex dan ayahnya yang seorang penganut Katolik dan keluarga barunya. Sementara sang ibu, Paula (Andi MacDowell), dengan bakat seni dan hidup hippiesnya, bahagia di karavan bersama kekasihnya. Jiwanya kekanak-kanakan, tak bisa menjaga dirinya, penuh penyangkalan.
Melihat hidup Paula, bikin geregetan. Beruntung Alex masih bisa ‘waras’ dan menjadi telaga yang teduh bagi Maddy putrinya.
Maid, memperlihatkan betapa KDRT membuat masalah hidup yang panjang. Tak hanya merusak fisik tapi juga mental korban atau penyintasnya. Ia bahkan sering tak sadar telah menjadi korban. Bahkan ia bakal kembali masuk ke jebakan lingkaran setan KDRT lagi, keluar lagi dan masuk lagi. Seperti yangdisampaikan pengelola rumah aman, Denise. “Seorang penyintas biasanya butuh tujuh kali (keluar masuk rumah aman),” ujarnya.
Film ini juga memperlihatkan bertumbuhnya Alex sebagai penyintas kekerasan, dengan modal keuletan mencoba keluar dari lingkaran itu. Tak terbayangkan bagaimana seorang ibu tunggal tanpa sistem pendukung yang memadai, upah murah dan subsidi yang tak bisa diandalkan dan persoalan yang dihadapi. Sangat melelahkan fisik dan mental. Alex juga memperlihatkan betapa perempuan juga berhak menentukan nasibnya, menebalkan pilihan dan prinsipnya. Sebuah serial yang mengaduk emosi.
Tapi di serial ini penonton bisa melihat bagaimana negara seharusnya bisa hadir melindungi penyintas dan korban. Bagaimana petugas sosial yang tanggap situasi seorang korban, sistem rujukan ke rumah aman untuk anak dan perempuan korban. Juga bagimana elemen dasar tentang pengasuhan, dampak terhadap mental, bahkan soal asupan gizi yang diajarkan di kelas ‘penyintas’.
Kelas ini untuk pembekalan para perempuan, ibu yang akan menghadapi pengadilan dan upaya mengembalikan kepercayaan diri mereka. Serial ini terinspirasi dari buku memoar terlaris New YorkTime: Low Pay and a Mother’s will Survive tulisan Stephane Land. DIAN YULIASTUTI
Film : MAID
Sutradara: John Wells, Nzingha Steward
Pemain: Margareth Qualley, Nick Robinson, Rylea Nevaeh Whittet, Andie MacDowell, Anika Noni
Rose, Tracy Vilar, Billy Burke, B.J. Harrison, Raymond Ablack, Toby Levins, Xavier de Guzman
Genre: Drama
Tayang: Netflix
#hypefilm #hypebismoviereview
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.