Generasi 90-an: Melankolia, Kesedihan yang Sederhana

27 March 2022   |   22:06 WIB

Like
“Perpisahan bukanlah hal yang mudah” semua orang tahu dengan ungkapan itu. Memang benar, semua hal yang ada di dunia ini tidak akan selamanya berada di tempat yang sama. Namun, ketika seseorang pergi dari tempatnya untuk selama-selamanya itu yang membuat sebuah kata perpisahan menjadi amat menyakitkan. Rasa sakit itulah yang dirasakan oleh  sekelompok manusia dalam film Generasi 90-an: Melankolia.

Film yang diangkat dari buku karya Marchella FP dengan judul Generasi 90-an yang disutradarai oleh Irfan Ramli dan diproduseri oleh Angga Dwimas Sasongko ini menyuguhkan nuansa era 90-an dengan sangat apik. Tidak heran, jika banyak orang yang merasa throwback usai menyaksikan film Garapan Visinema Pictures yang satu ini. Generasi 90-an: Melankolia menjadi debut dari seorang Irfan Ramli sebagai sutradara sepanjang kariernya di industri perfilman, yang mana sebelumnya ia dikenal sebagai penulis naskah dari beberapa film terkenal lainnya seperti Love for Sale (2016) hingga Story of Kale: When Someone’s in Love (2020).

Film bergenre drama keluarga ini berkisah tentang Abby (Ari Irham) bersama Ayah (Gunawan Sudrajat) dan Ibunya (Marcella Zalianty) yang dilanda kesedihan usai kematian salah satu anggota keluarganya, Indah (Aghniny Haque), pasca tewas akibat kecelakaan pesawat. Selain itu, ada pula Sephia (Taskya Namya), sahabat Indah dan Kirana (Jennifer Coppen), kekasih Abby, yang sudah sangat dekat dengan keluarga juga merasakan kesedihan yang sama.

Awalnya film ini direncanakan tayang pada 9 April 2020 namun akibat munculnya wabah Virus Corona menyebabkan jadwal perilisan film ini pun diundur, setelah menunggu keadaan hingga kondusif, akhirnya Visinema Pictures resmi merilis film Generasi 90-an: Melankolia pada tanggal 24 Desember 2020.

Kegiatan promosi Film Generasi 90-an: Melankolia dilakukan dengan menggelar acara gala premiere di beberapa kota seperti Jakarta, Bandung, Semarang, dan kota lainnya. Antusiasme penonton yang tinggi terhadap film ini membuat tiket gala premiere sold out dalam sekejap.

Pada awal film, Abby menceritakan terkait silsilah keluarganya, dari cerita tersebut penonton bisa merasakan kehangatan dari keluarganya. Terutama Indah yang diceritakan sebagai gadis yang periang dan jahil selalu memberikan keceriaan pada keluarga tersebut. Sang sutradara (Irfan Ramli) berhasil membangun sebuah keluarga dalam film ini terlihat bahagia di mata penonton.

Akan tetapi, tokoh Abby yang diceritakan lahir tahun 2000 menjadi kontradiktif dengan nuansa yang ada dalam film yang berjudul Generasi 90-an: Melankolia ini. Banyak hal yang membuat kita sebagai penonton mengira film ini mengisahkan masa-masa 90-an. Mulai dari sinematografi, arsitektur rumah, busana dan tata rias para pemain, hingga pencahayaan dari keseluruhan film ini jelas menggambarkan suasana era 90-an.

Set rumah Abby dalam film ini juga menunjukkan suasana 90-an mulai dari permainan konsol Sega, radio tua, poster yang berada di kamar Abby, seperti poster Kurt Cobain serta poster album Green Day, dan yang lainnya. Berbeda dengan arsitektur rumah Abby, rumah Kirana terlihat jauh lebih modern dengan nuansa putih.

Embel-embel 90-an dalam film ini hanya ditonjolkan melalui rumah keluarga Abby yang terlihat jadul dan segala properti vintage milik keluarganya saja, nyatanya film ini berlatar belakang tahun 2018, meskipun tidak disebutkan namun para penonton bisa menebak hal itu dari scene perayaan ulang tahun Abby ke-18, secara logika pada tahun tersebut semua aspek sudah cukup modern, jadi terasa aneh melihat adegan Abby yang melakukan permainan konsol Sega. Akan lebih baik jika film ini berjudul Melankolia saja, karena tanpa Generasi 90-an pun film ini tetap bisa disampaikan dengan baik.

Konflik dimulai ketika diceritakan Indah memutuskan untuk pergi keluar negeri padahal sebelum itu ia pernah berjanji untuk menghadiri hari kelulusan Abby. Mendengar hal itu, Abby memohon pada Indah agar ia mengundurkan waktunya agar bisa menepati janjinya pada Abby. Saat itulah awal terjadinya konflik yang menjadi kisah paling menyakitkan bagi keluarga Abby. Pesawat yang ditumpangi Indah mengalami kecelakaan dan jasadnya tidak ditemukan. Keluarga yang selama ini selalu berbahagia tak pernah terlintas akan mengalami kejadian seperti itu. Tak ada lagi keluarga yang hangat dan penuh canda tawa seperti sebelumnya, semua berubah menjadi sendu dan penuh akan duka.

Sebagai tokoh utama, Abby mengalami konflik batin yang cukup kuat, ia dipenuhi rasa bersalah karena telah menahan kakaknya untuk pergi. Sebagai sosok yang ditinggalkan oleh seseorang yang sangat ia kasihi, Ari Irham berhasil memerankan sosok tersebut dengan baik, penonton bisa merasakan depresi yang dialami oleh peran Abby ini.

Konflik lebih memanas ketika film tersebut menampilkan hubungan yang dijalani oleh Abby dan Sephia. Pada awalnya, Abby meminta Sephia untuk menjadi pengganti sang kakak, namun lambat laun hubungan mereka menjadi di luar kendali, banyak penonton yang mengira bahwa Sephia bukan lagi pengganti sang kakak melainkan sebagai kekasih gelap Abby, karena keduanya menjadi lebih intim terbawa arus kesedihan setelah kepergian Indah. Di sisi lain, Karina berusaha keras untuk mengembalikan kembali senyum Abby yang hilang pasca kematian kakaknya.

Film ini menggambarkan “5 Stages Of Grief” atau 5 tahapan kedukaan yang terdiri dari penyangkalan (denial), marah (anger), tawar-menawar (bargaining), depresi (depression), dan menerima (acceptance). Kehilangan seseorang akibat kecelakaan pesawat adalah salah satu pengalaman terburuk yang dialami manusia. Ditinggalkan orang terkasih secara tiba-tiba tanpa pamit, yang mana sebelumnya terdapat harapan bahwa ia akan segera menghubungi setelah mendarat adalah kehilangan yang akan menimbulkan rasa traumatis paling mendalam. Tanpa sapaan kesedihan datang dengan cara yang paling sederhana, merenggut semua kebahagiaan tanpa tersisa sehingga sangat sulit untuk kembali bangkit dan menerima semua rasa sakit. Penonton dapat merasakan bagaimana kesedihan dalam film ini yang tak kunjung habis, namun walaupun begitu tiap peran berhasil membawakan perannya masing-masing dengan baik.

Penonton pasti setuju bahwa film ini penuh dengan pilu, dari pertengahan hingga akhir Irfan Ramli terus menunjukkan kesedihan dari setiap peran. Namun, siapa sangka untuk melakukan setiap adegan yang penuh emosi tersebut, para pemain harus saling menjaga emosi satu sama lain, hal ini agar emosi para pemain tetap stabil dan tidak down.

Salah satu hal yang paling menarik dalam film ini adalah soundtrack yang diambil dari lagu-lagu lama dari era 90-an, seperti ‘Sephia’ – Sheila on 7, ‘Begitu Indah’ – Padi, dan ‘Cinta kan Membawamu’ - Dewa 19. Dari lagu-lagu tersebut menjadi inspirasi beberapa tokoh, seperti tokoh Sephia yang terinspirasi dari lagu Sheila on 7 ‘Sephia’, tokoh Indah yang terinspirasi dari lagu Padi ‘Begitu Indah’, dan tokoh Kirana yang terinspirasi dari lagu Dewa 19 ‘Cinta kan Membawamu’.

Selama durasi film ini berjalan, penonton disajikan bagaimana dengan kehilangan orang tercinta dapat membuat seseorang menjadi sangat terpuruk walaupun akhirnya secara tersirat keluarga ini berusaha move on dari kesedihan yang mereka rasakan.

Sedih dan bahagia merupakan dua hal yang bertolak belakang tapi saling berkaitan erat dan tak bisa dipisahkan dari kehidupan umat manusia. Kehilangan seseorang yang kita cinta memang sangat menyakitkan, tetapi itu bukanlah akhir dari segalanya. Jangan larut dalam kesedihan karena hidup akan terus berjalan, maka tersenyumlah untuk orang terkasih yang ada di atas sana.