The Batman: Krisis Identitas Bruce Wayne
26 March 2022 |
15:38 WIB
Kita biasa melihat Bruce Wayne, sosok di belakang Batman, sebagai philanthropist yang pandai menempatkan diri di depan publik. Rutin mengadakan aksi sosial untuk membantu Gotham, kehadirannya memberikan energi positif di ruangan, dan bahkan bisa dibilang dia adalah seorang womanizer. Kemampuan bersosialisasinya adalah kemampuan utama seorang Bruce Wayne. Personanya itu yang berhasil membuat satu kota tertipu dan tidak memasukkan dia dalam daftar “Orang-orang yang dicurigai di balik topeng Batman”. Saya percaya sebagian besar penduduk Gotham memiliki daftar itu dengan analisanya masing-masing.
Batman sangat bertolak belakang dengan apa yang penduduk Gotham lihat dari seorang Bruce. Konglomerat yang punya segalanya mempertaruhkan diri hampir setiap malam dengan kostum yang nyeleneh bertarung dengan para kriminal untuk membantu penduduk biasa? Kemungkinan tersebut normalnya sangat sedikit, kalau tidak boleh dibilang mustahil. Nah, di The Batman, Bruce Wayne adalah orang yang seharusnya menempati peringkat pertama di dalam daftar tersebut. Seorang konglomerat yang tidak bisa berkomunikasi normal, tertutup dari dunia luar sampai titik di mana sensitf terkena sinar matahari karena terlalu lama tidak keluar rumah, dan ekspresi mukanya yang hanya meliputi bingung dan kaget. Kedua ekspresi tersebut dibarengi raut wajah yang kesal. Sudah terbayang?
Yang lebih mengernyitkan dahi, kebiasaan Bruce tersebut tidak membuatnya dilupakan penduduk Gotham. Mereka malah menyebutnya sebagai Prince of Gotham. Ketika Bruce datang menghadiri pemakaman di gereja dan ingin bertemu orang penting di klub malam (kedua kunjungan tersebut adalah seluruh kegiatan Bruce yang melibatkan penduduk Gotham sepanjang film), apa respon para penduduk Gotham? Mereka takjub dan seperti tidak percaya bahwa seorang Bruce Wayne keluar dari rumahnya. Apabila dia dilupakan karena lamanya absen di depan publik, saya paham kenapa dia tidak dicurigai. Belum lagi fakta bahwa jajaran kepolisian sangat membenci Batman sembari mencintai sosok Bruce Wayne. Adegan seorang polisi yang melarang Batman masuk TKP dan mengejeknya sebagai orang aneh, untuk beberapa saat kemudian sumringah bisa bertemu dengan Bruce, hingga mengangkat topi kepadanya sebagai bentuk apresiasi, adalah salah satu adegan yang menggambarkan jomplangnya sikap institusi terhadap kedua tokoh tersebut.
Tapi, ya sudahlah. Toh, Clark Kent tidak pernah dicurigai penduduk Metropolis sebagai Superman.
Batman dan The Riddler bagai pinang dibelah dua
Pertama-tama, bukan saya ingin memaklumi tindakan keji dari seorang The Riddler, tapi menurut saya The Riddler tidak sepenuhnya salah. Bahkan bisa dibilang apa yang dilakukannya beberapa hari jauh lebih bermanfaat untuk Gotham ketimbang yang dilakukan Batman hampir setiap hari. Selain mirip dalam hal menjadikan dendam sebagai bahan bakar untuk melakukan aksinya, mereka berdua juga memiliki kesamaan visi, yaitu ingin membereskan para kriminal di Gotham dan menjadikannya lebih layak huni untuk para penduduknya. Perbedaannya, The Riddler paham bahwa situasi terkini di Gotham adalah permasalahan sistemik ketimbang individual. Tidak peduli berapa banyak kriminal yang dipukuli oleh Batman setiap harinya, Gotham akan tetap menjadi kota yang tidak ramah untuk para penduduknya.
Dalam satu aksi penyelamatannya saja, yang menolong bapak tua di stasiun kereta, Batman telah meringkus lebih banyak kriminal ketimbang The Riddler dalam keseluruhan film. The Riddler hanya membereskan beberapa kriminal, tapi para kriminal tersebut adalah pemangku kepentingan di Gotham yang korup dan menyalahgunakan kekuasaannya. Walikota yang sedang menjabat, komisaris kepolisian, jaksa distrik, dan ketua organisasi mafia di Gotham adalah daftar korban yang dibereskan oleh The Riddler. Yang terakhir memang sudah betul dalam mengunakan kekuasaannya, bahkan dia terlalu pintar menggunakannya, maka dari itu dia dibereskan.
Sekali lagi, saya tidak membenarkan apa yang dilakukan oleh The Riddler. The end don't justifies the means. Tapi ketika kita mengingat bahwa sosok Batman adalah hasil dari keputusasaan seorang milyuner yang mengetahui bahwa kota yang dihuninya sudah terlalu rusak dan berbagai aksi sosialnya saja tidak cukup untuk membenahinya, agak lucu melihat dia tidak sama sekali berpikir bahwa aksi The Riddler sedikit banyak akan membawa Gotham ke babak baru yang lebih baik, babak yang dia bayangkan ketika membuat kostum dan segala peralatan penunjangnya.
Bukan Batman biasa
Berbanding terbalik dengan persona di siang hari yang masih kurang dapat saya terima, persona malam harinya sebagai pembela kebenaran cukup membuat saya puas. Tidak seperti Batman yang biasanya terlihat takut dan segan untuk memberikan kerusakan maksimal kepada lawannya, Batman versi Pattinson tidak ragu melakukan hal tersebut. Lantunan suara tulang tergeser lumrah dia mainkan. 2 pukulan cukup untuk melumpuhkan lawan? Dia akan memberikan 5 pukulan untuk lawannya. Atau mungkin lebih. Pun begitu, dia tetap teguh untuk tidak membunuh lawannya. Dia tetap bersikeras bahwa ketika dia membunuh lawannya, itu akan membuat dia berada di level yang sama dengan mereka. Still Batman, but less naive.
Hal lain yang membuat Batman Pattinson menarik adalah kematian orangtuanya memiliki alasan yang personal. Seharusnya, seperti kematian Uncle Ben di Spider-Man, hal paling menyakitkan dari kematian Thomas dan Martha Wayne adalah fakta bahwa mereka dibunuh karena sedang berada di waktu dan tempat yang salah. Siapapun bisa menggantikan peran mereka sebagai korban, kebetulan saja nasib baik sedang absen di hari tersebut. Tapi di film ini, mereka berdua diduga kuat meninggal karena terlibat dalam intrik para elit kriminal Gotham. Sedikit banyak ini adalah hal yang baru untuk penikmat Batman. Semoga di sekuelnya nanti, jika ada, kita bisa dapat penjelasan yang lebih dalam lagi tentang alasan kematian pasangan milyuner tersebut. Mungkin villain selanjutnya memiliki hubungan dengan kasus tersebut? Atau bahkan dia yang menekan pelatuknya?
Angin segar film superhero
Walaupun masih ada beberapa hal yang menganggu, saya menganggap film The Batman adalah babak baru dari DC studio dan era film superhero. Setelah hampir bertahun-tahun film superhero melekat dengan latar belakang yang sangat fiksi dan terlalu berjarak dengan realita, kehadiran film superhero yang cukup masuk akal untuk terjadi di tengah-tengah kehidupan penontonnya adalah sebuah oasis yang menyegarkan. Semoga ke depannya kita dapat melihat superhero lain yang membuat kita tergerak, atau setidaknya menyadari, bahwa di luar jurus-jurus mematikan, kostum eksentrik, dan perlengkapan mutakhir, kita semua memiliki kesempatan menjadi pahlawan di lingkungan masing-masing.
Batman sangat bertolak belakang dengan apa yang penduduk Gotham lihat dari seorang Bruce. Konglomerat yang punya segalanya mempertaruhkan diri hampir setiap malam dengan kostum yang nyeleneh bertarung dengan para kriminal untuk membantu penduduk biasa? Kemungkinan tersebut normalnya sangat sedikit, kalau tidak boleh dibilang mustahil. Nah, di The Batman, Bruce Wayne adalah orang yang seharusnya menempati peringkat pertama di dalam daftar tersebut. Seorang konglomerat yang tidak bisa berkomunikasi normal, tertutup dari dunia luar sampai titik di mana sensitf terkena sinar matahari karena terlalu lama tidak keluar rumah, dan ekspresi mukanya yang hanya meliputi bingung dan kaget. Kedua ekspresi tersebut dibarengi raut wajah yang kesal. Sudah terbayang?
Prince of Gotham (Sumber gambar: Layar)
Tapi, ya sudahlah. Toh, Clark Kent tidak pernah dicurigai penduduk Metropolis sebagai Superman.
Sangat susah memang menemukan perbedaannya (Sumber gambar: CNN)
Pertama-tama, bukan saya ingin memaklumi tindakan keji dari seorang The Riddler, tapi menurut saya The Riddler tidak sepenuhnya salah. Bahkan bisa dibilang apa yang dilakukannya beberapa hari jauh lebih bermanfaat untuk Gotham ketimbang yang dilakukan Batman hampir setiap hari. Selain mirip dalam hal menjadikan dendam sebagai bahan bakar untuk melakukan aksinya, mereka berdua juga memiliki kesamaan visi, yaitu ingin membereskan para kriminal di Gotham dan menjadikannya lebih layak huni untuk para penduduknya. Perbedaannya, The Riddler paham bahwa situasi terkini di Gotham adalah permasalahan sistemik ketimbang individual. Tidak peduli berapa banyak kriminal yang dipukuli oleh Batman setiap harinya, Gotham akan tetap menjadi kota yang tidak ramah untuk para penduduknya.
Dalam satu aksi penyelamatannya saja, yang menolong bapak tua di stasiun kereta, Batman telah meringkus lebih banyak kriminal ketimbang The Riddler dalam keseluruhan film. The Riddler hanya membereskan beberapa kriminal, tapi para kriminal tersebut adalah pemangku kepentingan di Gotham yang korup dan menyalahgunakan kekuasaannya. Walikota yang sedang menjabat, komisaris kepolisian, jaksa distrik, dan ketua organisasi mafia di Gotham adalah daftar korban yang dibereskan oleh The Riddler. Yang terakhir memang sudah betul dalam mengunakan kekuasaannya, bahkan dia terlalu pintar menggunakannya, maka dari itu dia dibereskan.
Dua sisi mata uang (Sumber gambar: Flickering Myth)
Bukan Batman biasa
Berbanding terbalik dengan persona di siang hari yang masih kurang dapat saya terima, persona malam harinya sebagai pembela kebenaran cukup membuat saya puas. Tidak seperti Batman yang biasanya terlihat takut dan segan untuk memberikan kerusakan maksimal kepada lawannya, Batman versi Pattinson tidak ragu melakukan hal tersebut. Lantunan suara tulang tergeser lumrah dia mainkan. 2 pukulan cukup untuk melumpuhkan lawan? Dia akan memberikan 5 pukulan untuk lawannya. Atau mungkin lebih. Pun begitu, dia tetap teguh untuk tidak membunuh lawannya. Dia tetap bersikeras bahwa ketika dia membunuh lawannya, itu akan membuat dia berada di level yang sama dengan mereka. Still Batman, but less naive.
Awal mula seorang Batman (Sumber gambar: CBR)
Angin segar film superhero
Walaupun masih ada beberapa hal yang menganggu, saya menganggap film The Batman adalah babak baru dari DC studio dan era film superhero. Setelah hampir bertahun-tahun film superhero melekat dengan latar belakang yang sangat fiksi dan terlalu berjarak dengan realita, kehadiran film superhero yang cukup masuk akal untuk terjadi di tengah-tengah kehidupan penontonnya adalah sebuah oasis yang menyegarkan. Semoga ke depannya kita dapat melihat superhero lain yang membuat kita tergerak, atau setidaknya menyadari, bahwa di luar jurus-jurus mematikan, kostum eksentrik, dan perlengkapan mutakhir, kita semua memiliki kesempatan menjadi pahlawan di lingkungan masing-masing.
Semua bisa jadi pahlawan (Sumber gambar: iStock)
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.