Wajah "Suram" DC pada The Batman (2022)
12 March 2022 |
08:10 WIB
3
Likes
Like
Likes
Serangan balik kembali dilancarkan oleh warabala pahlawan super DC walaupun tergempur pihak lawan yaitu Marvel yang sudah memasuki tahap 4. Berbeda dengan Marvel yang mengusung tema alternate universe serta multiverse, DC dengan berani memilih tema yang sangat berbeda namun memberikan kesan kuat. Film-film DC selalu mengedepankan isu terdekat pada manusia serta penggambaran dunia yang gelap serta suram. Secara menakjubkan ternyata berhasil memberi kesan kuat pada setiap penikmat film layar lebar maupun over the top (OTT). Setelah film Joker (2019) yang mengusung isu kesehatan mental dalam toxic-nya bermasyarakat kini dengan mantap Matt Reeves menyutradarai film The Batman dengan isu kompleks yaitu politik. Walau dengan tema cerita yang kompleks uniknya film The Batman ini mendapat rating PG-13 yaitu penonton film minimal umur 13 tahun ke atas. Padahal film ini mengusung tema yang dalam namun dengan kepiawaian Matt Reeves film ini bisa dinikmati tanpa harus berpikir untuk mencerna alurnya.
Matt Reeves bersama Peter Craig mampu merumuskan sebuah cerita kuat dan berkesan dalam The Batman. Rona suram kota Gotham dieksekusi dengan memukau sehingga cerita pada film ini mampu menciptakan suasana kelam serta suram. Kota Gotham juga berhasil diseting sedemikian rupa sehingga bukan hanya suasana kotanya yang kelam namun juga setiap masyarakat yang hidup serta tinggal disana. Peter Craig secara detail menghubungkan adegan per adegan dengan teliti kemudian dieksekusi oleh Matt Reeves dengan apik. Cerita di film ini dibangun secara perlahan tapi berdedikasi sehingga alur film ini terasa tidak membosankan. Penggarapan cerita yang serius dan eksekusi mantap dari sutradara Matt Reeves mampu menghadirkan kisah film Batman yang otentik.
Hal tersebut juga membuat penokohan dalam film The Batman sangat lugas dan tegas. Pengembangan karakter disini terlihat menonjol terutama pada karakter Batman yang perankan oleh Robert Pattison. Uniknya walau begitu karakter sampingan dalam film ini diberikan porsi dan motivasi yang kuat sehingga mereka terasa bukan hanya sebagai alat untuk mengembangkan karakter Batman ini namun juga menciptakan kesan kuat. Setelah penonton mengetahui bahwa karakter sampingan tersebut saling berhubungan dan memiliki peran besar terhadap kacaunya kota Gotham kata "Lohe? Ternyata itu toh" akan muncul ke permukaan kepala. Hal ini juga yang membuat The Batman terasa tidak mati walau kenyataanya kota Gotham diambang kehancuran karena krisis. Penokohan ini juga didukung kepiawaian pemerannya dalam memerankan karakter dalam The Batman. Ekspresi, mimik dan gerak tubuh mereka berhasil memperkuat kesan dalam setiap adegan.
Scoring dalam film ini diramu oleh Michael Giacchino membantu film ini mendapatkan potensi maksimalnya. Tertata rapi dalam adegan tertentu serta pengomposisian yang pas mampu meningkatkan intensitas suasana pada film ini. Lantunan lembut pada adegan romantis, tabuhan drum serta detak bass ketika adegan tegang mampu memperkuat kesan yang ingin disampaikan di film The Batman ini. Make up warna serta tata ruang di film ini mampu memanjakan mata, walau terkesan berantakan, estetika tetap terasa dalam ruang yang ada disetiap adegan. Tata kostum dalam film ini cukup bagus namun ada beberapa hal yang membuat kostum karakter ini terasa remeh. Misal saja seperti penutup wajah catwoman atau kostum dari the Ridller yang terkesan biasa-biasa saja.
Secara keseluruhan The Batman ialah masterpiece dari Matt Reeves, ia dengan cerdas memperhatikan seluruh aspek film dan meramunya dengan teliti. Aspek paling kuat serta menonjol dalam film ini adalah penceritaan yang terasa lugas juga tegas sehingga mampu memperkuat setiap karakter yang ada dalam film The Batman ini. Kesuksesan Joker pada 2019 mungkin akan diikuti oleh film The Batman ini. Rumusan khas pada setiap film DC ini harus tetap menjadi nilai jual yang mereka miliki. Jangan karena waralaba sebelah menjual alternate universe atau multiverse kemudian mengubah haluannya. Pengisahan yang dekat dengan isu "kemanusiaan" seperti politik atau kesehatan mental bisa menjadi senjata kuat waralaba DC untuk mewarnai film ke-super hero-an ini. Semoga kedepannya DC makin berani bereksperimen serta mengeksplorasi isu yang dekat dengan manusia dan mampu bersaing dengan wajah "suram" nya tanpa harus mengikuti tren. Penulis memberikan nilai 8.9/10 untuk film The Batman yang terasa sangat dekat dan sangat nikmat layaknya menikmati rokok ketika membaca buku.
Matt Reeves bersama Peter Craig mampu merumuskan sebuah cerita kuat dan berkesan dalam The Batman. Rona suram kota Gotham dieksekusi dengan memukau sehingga cerita pada film ini mampu menciptakan suasana kelam serta suram. Kota Gotham juga berhasil diseting sedemikian rupa sehingga bukan hanya suasana kotanya yang kelam namun juga setiap masyarakat yang hidup serta tinggal disana. Peter Craig secara detail menghubungkan adegan per adegan dengan teliti kemudian dieksekusi oleh Matt Reeves dengan apik. Cerita di film ini dibangun secara perlahan tapi berdedikasi sehingga alur film ini terasa tidak membosankan. Penggarapan cerita yang serius dan eksekusi mantap dari sutradara Matt Reeves mampu menghadirkan kisah film Batman yang otentik.
Hal tersebut juga membuat penokohan dalam film The Batman sangat lugas dan tegas. Pengembangan karakter disini terlihat menonjol terutama pada karakter Batman yang perankan oleh Robert Pattison. Uniknya walau begitu karakter sampingan dalam film ini diberikan porsi dan motivasi yang kuat sehingga mereka terasa bukan hanya sebagai alat untuk mengembangkan karakter Batman ini namun juga menciptakan kesan kuat. Setelah penonton mengetahui bahwa karakter sampingan tersebut saling berhubungan dan memiliki peran besar terhadap kacaunya kota Gotham kata "Lohe? Ternyata itu toh" akan muncul ke permukaan kepala. Hal ini juga yang membuat The Batman terasa tidak mati walau kenyataanya kota Gotham diambang kehancuran karena krisis. Penokohan ini juga didukung kepiawaian pemerannya dalam memerankan karakter dalam The Batman. Ekspresi, mimik dan gerak tubuh mereka berhasil memperkuat kesan dalam setiap adegan.
Scoring dalam film ini diramu oleh Michael Giacchino membantu film ini mendapatkan potensi maksimalnya. Tertata rapi dalam adegan tertentu serta pengomposisian yang pas mampu meningkatkan intensitas suasana pada film ini. Lantunan lembut pada adegan romantis, tabuhan drum serta detak bass ketika adegan tegang mampu memperkuat kesan yang ingin disampaikan di film The Batman ini. Make up warna serta tata ruang di film ini mampu memanjakan mata, walau terkesan berantakan, estetika tetap terasa dalam ruang yang ada disetiap adegan. Tata kostum dalam film ini cukup bagus namun ada beberapa hal yang membuat kostum karakter ini terasa remeh. Misal saja seperti penutup wajah catwoman atau kostum dari the Ridller yang terkesan biasa-biasa saja.
Secara keseluruhan The Batman ialah masterpiece dari Matt Reeves, ia dengan cerdas memperhatikan seluruh aspek film dan meramunya dengan teliti. Aspek paling kuat serta menonjol dalam film ini adalah penceritaan yang terasa lugas juga tegas sehingga mampu memperkuat setiap karakter yang ada dalam film The Batman ini. Kesuksesan Joker pada 2019 mungkin akan diikuti oleh film The Batman ini. Rumusan khas pada setiap film DC ini harus tetap menjadi nilai jual yang mereka miliki. Jangan karena waralaba sebelah menjual alternate universe atau multiverse kemudian mengubah haluannya. Pengisahan yang dekat dengan isu "kemanusiaan" seperti politik atau kesehatan mental bisa menjadi senjata kuat waralaba DC untuk mewarnai film ke-super hero-an ini. Semoga kedepannya DC makin berani bereksperimen serta mengeksplorasi isu yang dekat dengan manusia dan mampu bersaing dengan wajah "suram" nya tanpa harus mengikuti tren. Penulis memberikan nilai 8.9/10 untuk film The Batman yang terasa sangat dekat dan sangat nikmat layaknya menikmati rokok ketika membaca buku.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.