Penyalin Cahaya (2021): Perempuan didalam kungkungan stereotipe dan tatanan masyarakat
09 March 2022 |
13:18 WIB
5
Likes
Like
Likes
Sebuah film karya Wregas Bhanuteja cukup fenomenal dan ditunggu-tunggu pada 2021 bagi beberapa sineas. Memenangkan beberapa nominasi dalam Festival Film Indonesia meyakinkan bahwa film ini merupakan film yang bagus dan seksi dari segi komposisi cerita. Film yang mengangkat isu tentang perempuan serta pelecehan seksual di instansi pendidikan tinggi membuat film ini terasa dekat dan menyuarakan suara korban maupun aktivis feminis yang memperjuangkan hak-hak perempuan untuk hidup aman serta bebas. Terlepas dari kasus serta segala intrik diluar film ini mampu menyuguhkan cerita yang kuat dan isunya dekat bagi mahasiswa atau mahasiswi Indonesia. Secara keseluruhan Wregas mampu meracik film ini dengan baik dari aspek sinematografi, kostum hingga cocok dengan kisah si Suryani dalam pencarian kebenaran kasusnya.
Suryani seorang mahasiswa baru dijurusan Teknik Informatika berlabuh ke unit kegiatan mahasiswa teater yang ada disana yaitu teater Matahari. Dan dengan kemampuan Suryani dalam mempromosikan pertunjukan teatrikalnya mereka memenangkan kejuaraan Nasional sehingga mereka diajukan untuk menjadi perwakilan Indonesia dalam kejuaraan internasional di Tokyo. Intrik dimulai ketika perayaan kemenangan Teater Matahari di rumah Rama yang merupakan penulis naskah dari pertunjukan teater itu. Namun naas Suryani mabuk dan akhirnya ia mendapat kecaman serta cap sebagai wanita yang tidak "baik" oleh orang orang. Penggambaran kisah yang begitu berani dari Suryani ditambah plot plot twist serta hal-hal biasa namun cukup gelap dikalangan kampus dan mahasiswa memberikan penonton sudut pandang baru. Cerita dalam film ini cukup kuat namun sangat disayangkan sosok Suryani ini menjadi terlihat sangat utopis. Bagaimana tidak, Suryani tidak mengalami trauma atau setidaknya merasa "fuck up" ketika dipertemukan masalah pelecehan seksual, pengkerdilan di masyarakat dan pemojokan yang dilakukan banyak pihak atas dirinya.
Sehingga pengkarakteran Suryani terasa begitu imajinatif karena kurang sesuai dengan kejadian yang terjadi dilapangan. Contoh banyak kasus pelecehan seksual yang akhirnya gagal diungkap karena trauma yang terlalu kuat oleh korban. Sehingga dukungan dari berbagai pihak menjadi salah satu penopang untuk mengembalikan semangat korban dalam meringkus para penjahat kelamin ini. Sedangkan Suryani terlihat sangat tegar menghadapi masalah serta kasusnya sendiri tanpa bantuan signifikan dari tenaga medis, sahabat bahkan orang tua. Dan hal ini membuat film ini terlalu fantasi untuk film yang memperjuangkan hak hak perempuan.
Namun dengan adanya film seperti penyalin cahaya ini setidaknya menguatkan para penyitas pelecehan seksual yang hingga sekarang masih menyuarakan bahwa hal ini merupakan urgensi bagi masyarakat. Kasus pelecehan seksual di Indonesia ini seperti gunung es, yang terlihat hanya sepersekian kasus namun sebenarnya ratusan bahkan ribuan perempuan masih hidup di dalam bayang-bayang pelecehan seksual ini. Dalam hal ini perlu adanya kolaborasi antara masyarakat, pemerintah dan lembaga sosial untuk menuntaskan masalah ini. Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dalam film Penyalin Cahaya ini misalnya stereotipe yang dicapkan kepada perempuan ketika mereka pulang larut maupun pagi sebagai wanita jalang. Atau ketika perempuan meminum minuman beralkohol maka ia akan dicap sebagai sampah masyarakat dan masih banyak lagi. Ironis sekali ketika lelaki yang melakukan hal-hal tersebut akan dianggap lumrah karena mereka "lelaki". Padahal belum ada penelitian yang mengkolerasikan jam pulang serta meminum alkohol bagi perempuan dengan moralitas mereka.
Pada 8 Maret kita merayakan hari perempuan Internasional, dan walau pada kenyataannya masih banyak hak hak perempuan yang diambil oleh aturan masyarakat, kebiasaan serta patriarki api perjuangan bagi kaum perempuan tidak boleh padam. Suara perempuan seharusnya juga didukung oleh laki-laki hal ini serupa dengan Tariq yang selalu memberikan ruang pada Suryani untuk melakukan investigasinya dalam penyingkapan kasus pelecehan seksual yang terjadi atas dirinya. Dengan mengingat bahwa laki-laki dan perempuan itu setara dengan yakin kedepannya pasti hidup bermasyarakat semakin indah.
Kembali kepada film Penyalin Cahaya, secara sinematografi Penyalin Cahaya memiliki pengambilan gambar yang tepat untuk setiap adegan. Pewarnaan yang cenderung hijau menambah suasana dari pencarian Suryani dengan segala ketegangan didalamnya. Tata baju serta letak dalam segi artistik juga digarap dengan serius sehingga suasana dalam film terlihat berantakan namun memberikan kesan aestetik pada adegan per adegan yang ingin ditunjukan oleh Wregas. Penyalin Cahaya memberikan tontonan menghibur sekaligus mengedukasi, hal ini jarang dilakukan oleh sineas Indonesia. Penulis memberikan nilai 8/10 untuk film ini, terlepas dari kasus pelecehan seksual yang dilakukan penulis naskah film ini mampu memberikan pengalaman detektif serta genre teka-teki yang baru terutama untuk film Indonesia.
Suryani seorang mahasiswa baru dijurusan Teknik Informatika berlabuh ke unit kegiatan mahasiswa teater yang ada disana yaitu teater Matahari. Dan dengan kemampuan Suryani dalam mempromosikan pertunjukan teatrikalnya mereka memenangkan kejuaraan Nasional sehingga mereka diajukan untuk menjadi perwakilan Indonesia dalam kejuaraan internasional di Tokyo. Intrik dimulai ketika perayaan kemenangan Teater Matahari di rumah Rama yang merupakan penulis naskah dari pertunjukan teater itu. Namun naas Suryani mabuk dan akhirnya ia mendapat kecaman serta cap sebagai wanita yang tidak "baik" oleh orang orang. Penggambaran kisah yang begitu berani dari Suryani ditambah plot plot twist serta hal-hal biasa namun cukup gelap dikalangan kampus dan mahasiswa memberikan penonton sudut pandang baru. Cerita dalam film ini cukup kuat namun sangat disayangkan sosok Suryani ini menjadi terlihat sangat utopis. Bagaimana tidak, Suryani tidak mengalami trauma atau setidaknya merasa "fuck up" ketika dipertemukan masalah pelecehan seksual, pengkerdilan di masyarakat dan pemojokan yang dilakukan banyak pihak atas dirinya.
Sehingga pengkarakteran Suryani terasa begitu imajinatif karena kurang sesuai dengan kejadian yang terjadi dilapangan. Contoh banyak kasus pelecehan seksual yang akhirnya gagal diungkap karena trauma yang terlalu kuat oleh korban. Sehingga dukungan dari berbagai pihak menjadi salah satu penopang untuk mengembalikan semangat korban dalam meringkus para penjahat kelamin ini. Sedangkan Suryani terlihat sangat tegar menghadapi masalah serta kasusnya sendiri tanpa bantuan signifikan dari tenaga medis, sahabat bahkan orang tua. Dan hal ini membuat film ini terlalu fantasi untuk film yang memperjuangkan hak hak perempuan.
Namun dengan adanya film seperti penyalin cahaya ini setidaknya menguatkan para penyitas pelecehan seksual yang hingga sekarang masih menyuarakan bahwa hal ini merupakan urgensi bagi masyarakat. Kasus pelecehan seksual di Indonesia ini seperti gunung es, yang terlihat hanya sepersekian kasus namun sebenarnya ratusan bahkan ribuan perempuan masih hidup di dalam bayang-bayang pelecehan seksual ini. Dalam hal ini perlu adanya kolaborasi antara masyarakat, pemerintah dan lembaga sosial untuk menuntaskan masalah ini. Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dalam film Penyalin Cahaya ini misalnya stereotipe yang dicapkan kepada perempuan ketika mereka pulang larut maupun pagi sebagai wanita jalang. Atau ketika perempuan meminum minuman beralkohol maka ia akan dicap sebagai sampah masyarakat dan masih banyak lagi. Ironis sekali ketika lelaki yang melakukan hal-hal tersebut akan dianggap lumrah karena mereka "lelaki". Padahal belum ada penelitian yang mengkolerasikan jam pulang serta meminum alkohol bagi perempuan dengan moralitas mereka.
Pada 8 Maret kita merayakan hari perempuan Internasional, dan walau pada kenyataannya masih banyak hak hak perempuan yang diambil oleh aturan masyarakat, kebiasaan serta patriarki api perjuangan bagi kaum perempuan tidak boleh padam. Suara perempuan seharusnya juga didukung oleh laki-laki hal ini serupa dengan Tariq yang selalu memberikan ruang pada Suryani untuk melakukan investigasinya dalam penyingkapan kasus pelecehan seksual yang terjadi atas dirinya. Dengan mengingat bahwa laki-laki dan perempuan itu setara dengan yakin kedepannya pasti hidup bermasyarakat semakin indah.
Kembali kepada film Penyalin Cahaya, secara sinematografi Penyalin Cahaya memiliki pengambilan gambar yang tepat untuk setiap adegan. Pewarnaan yang cenderung hijau menambah suasana dari pencarian Suryani dengan segala ketegangan didalamnya. Tata baju serta letak dalam segi artistik juga digarap dengan serius sehingga suasana dalam film terlihat berantakan namun memberikan kesan aestetik pada adegan per adegan yang ingin ditunjukan oleh Wregas. Penyalin Cahaya memberikan tontonan menghibur sekaligus mengedukasi, hal ini jarang dilakukan oleh sineas Indonesia. Penulis memberikan nilai 8/10 untuk film ini, terlepas dari kasus pelecehan seksual yang dilakukan penulis naskah film ini mampu memberikan pengalaman detektif serta genre teka-teki yang baru terutama untuk film Indonesia.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.