Dear Nathan: Thank You Salma, Isu Pelecehan Seksual dalam Drama Percintaan Nathan dan Salma

27 March 2022   |   23:23 WIB

Like
Menjadi penutup dari trilogi film Dear Nathan, Dear Nathan: Thank You Salma tayang pada 13 Januari 2022 dengan mengangkat tema pelecehan seksual pada mahasiswi.

Sama seperti kedua film sebelumnya, film ini juga diangkat dari novel dengan judul yang sama karya Erisca Febriani. Meski saya tidak membaca satu pun versi novelnya, tetapi dengan mengikuti versi filmnya, saya bisa bilang bahwa trilogi Dear Nathan adalah film-film yang konsisten mengangkat tema/isu penting. Pertama (Dear Nathan) mengangkat tema Broken Home, kedua (Dear Nathan: Hello Salma) mengangkat tema mental health dan yang ketiga (Dear Nathan: Thank You Salma) mengangkat isu pelecehan seksual pada mahasiswi.

Dalam film ini diceritakan bahwa Salma (Amanda Rawles) dan Nathan (Jefri Nichol) sudah beranjak dewasa. Sudah sama-sama kuliah, meski di jurusan dan kampus yang berbeda. Sama seperti kedua film sebelumnya, dalam film ini pun romansa percintaan Nathan dan Salma masih menemui titik up and down.

Mereka berselisih paham perihal aksi aktivisme. Menurut Nathan, berjuang untuk keadilan adalah dengan turun ke jalan, sementara bagi Salma, memanfaatkan kecanggihan teknologi terasa lebih efektif untuk bersuara. Gara-gara perbedaan itu, Salma meminta break. Hubungan mereka pun berjarak.

Dalam masa kerenggangan hubungan tersebut, Salma dan Nathan sibuk dengan urusan masing-masing. Salma bergabung dalam klub pencinta puisi di kampusnya yang kemudian membuatnya dekat dengan Afkar (Ardhito Pramono) ketua klub sekaligus senior Salma di kampus, sementara Nathan ikut terlibat aktif dalam memperjuangkan keadilan bagi Zanna (Indah Permatasari), teman sekelas Nathan di kampus yang menjadi korban pelecehan seksual.

Apa yang terjadi pada Zanna adalah potret peristiwa yang sempat menjadi isu nasional setahun belakangan dan gaungnya begitu riuh di media sosial.
Zanna adalah mahasiswi biasa dari kalangan ekonomi lemah, sementara pelakunya adalah seorang mahasiswa jempolan dengan persona cowok baik-baik dan anak dari salah satu petinggi di kampus.

Dari sana jelas terlihat ada relasi kuasa yang terjadi. Keputusan Zanna untuk diam pun menjadi gambaran nyata bagaimana selama ini korban takut bersuara karena sadar akan posisinya yang lemah.
Kabar tentang Zanna diketahui oleh Nathan melalui Rebecca (Susan Sameh), cewek yang pads film sebelumnya diselamatkan oleh Nathan dari aksi bunuh diri. Setelah "sembuh" dari masalahnya, Rebecca kemudian mendirikan komunitas Love Yourself, komunitas tempat siapa saja bisa berbagi kesedihan kemudian menemukan cara dan kekuatan untuk bangkit. Di komunitas itulah, Zanna menceritakan lukanya.

Awal mengetahui cerita tentang Zanna, Nathan meresponsnya dengan rasa tidak percaya. Penyebabnya karena Nathan kenal baik dengan pelaku. Pelaku adalah temannya Nathan. Pertanyaan kenapa diam saja? Kenapa tidak lapor polisi? terlontar begitu lantang dari mulutnya Nathan.

Mendengarnya memang terasa sakit, tetapi tidak terkejut. Toh, di dunia nyata pun orang-orang seperti Nathan ini benar-benar ada. Nathan mewakili segelintir orang yang gagal memahami posisi korban. Seperti kata Salma, perempuan memang kerap kali diperlakukan tidak adil sejak dalam pikiran. Menjadi korban pelecehan seksual, yang ditanya adalah memangnya pakai baju apa waktu itu? Ketat, nggak?

Sama seperti cerita dalam kehidupan nyata, perjalanan dalam memperjuangkan keadilan bagi Zanna pun bukanlah perjalanan yang mudah.

Kecerobohan Nathan yang asal spill the tea pada akhirnya malah jadi senjata makan tuan yang berakibat fatal. Alih-alih mendapat bantuan, yang terjadi justru posisi Zanna semakin sulit. Sudahlah jadi korban, masih pula harus mendapat perundungan dan ancaman dari pihak pelaku.

Lagi-lagi hal ini memang terasa menyebalkan, tetapi tidak mengejutkan. Meski tidak sedikit kasus dalam kehidupan nyata yang mendapat angin segar setelah viral di media sosial, tetapi di antaranya ada juga yang mendapat ancaman dengan dalih UU pencemaran nama baik. Terlebih jika kasusnya sama seperti Zanna yang kurang bukti kuat.

Moment ketika Zanna, Nathan, Rebecca dan yang lainnya saat berhadapan dengan pihak kampus yang tampak malu-malu mengakui keberpihakannya kepada pelaku, tampil secara gamblang untuk menggambarkan bagaimana ketidakberpihakan kepada korban bisa terjadi karena adanya perbedaan power antara pihak pelaku dan korban.

Ending yang dipilih untuk kasus yang menimpa Zanna ini memang terasa terlalu diawang-awang. Terasa terlalu sulit untuk diyakini, tetapi saya memilih menangkapnya sebagai kiriman pelukan dan semangat kepada korban untuk bisa bangkit dan berdaya.

Yang perlu mendapat tepuk tangan riuh dari penonton adalah kemampuan akting Indah Permatasari. Caranya memainkan peran sebagai korban pelecehan seksual, sangat memikat.

Tatapan matanya yang kosong, tangisnya yang tertahan maupun yang pecah, sikap diam dan caranya menutup diri, berhasil menyampaikan sisi traumatis seorang korban dan penyintas.

Penonton bukan hanya diajak untuk melihat bagaimana kasus tersebut berjalan mencari keadilan, tetapi juga mengajak penonton untuk menyelami luka dalam diri seorang korban. Sebagai korban, Zanna perlu didampingi. Baik itu dari segi hukum maupun untuk "sembuh" dari lukanya.

Sayangnya, hal-hal mengagumkan tersebut, harus rusak dengan adegan drama percintaan antara Salma dan Nathan yang terasa tidak ingin "ketinggalan kereta" menjelang ending film.

Drama percintaan yang hadir ketika perhatian penonton sedang terpusat pada sosok dan cerita Zanna, pada akhirnya terasa menjadi ending yang berlebihan.
Jika hal tersebut dimaksudkan untuk mengingatkan penonton bahwa biar bagaimana pun film ini adalah filmnya Nathan dan Salma, rasanya tetap saja kurang pas.

Toh, sejak awal penonton sudah disuguhi gombalan-gombalan cringe ala Nathan. Hadirnya Afkar sebagai orang ketiga pun sudah jadi alarm bahwa film ini adalah kisah cintanya Nathan dan Salma.

Terlepas dari hal tersebut, film ini terasa berhasil mengemas rumitnya penanganan kasus pelecehan seksual dengan gambaran yang lebih mudah dipahami.
Sisi komedi melalui tingkah dan dialog Nathan juga hadir sebagai ruang bagi penonton untuk menarik napas.

Sebagai penutup dari trilogi Dear Nathan, Dear Nathan: Thank You Salma adalah penutup yang pas dan mengagumkan.

#hypefilm #hypeabismoviereview