The Batman (2022): Jati Diri Batman yang Terlupakan

27 March 2022   |   23:22 WIB
Image
Eko Priyantoro seorang penggiat seni, literasi dan budaya pop


Mungkin orang lupa bahwa Batman termasuk  salah satu tokoh “The Greatest Fictional Detectives”. Melalui premis ini, Sutradara Matt Reeves mencoba menghidupkan kembali hikayat Sang Manusia Kelelawar dalam film The Batman (2020). Batman kali ini ditampilkan dengan gaya yang terkesan suram, muram dan penuh misteri.

Nuansa film noir terasa kental ditampilkan sepanjang film ini. Seperti layaknya film noir yang kerap mengambil plot cerita tentang detektif yang menangani kasus pelik pembunuhan. Batman sekarang hadir bukan saja sebagai superhero, tetapi juga hadir sebagai pemecah kasus layaknya Sherlock Holmes atau Hercules Poirot.  

Suatu pertaruhan besar dari kubu DC Comics untuk melawan hegemoni Marvel Cinematic Universe (MCU) yang sudah malang melintang menghiasi layar bioskop atau hadir secara personal ke rumah-rumah anda. Seolah kadung dengan stigma DCU lebih terkesan “gelap” dibanding MCU yang lebih berwarna, tokoh Batman yang diperankan Robert Pattinson tidak kepalang tanggung hadir sebagai karakter Batman yang selalu cemberut sepanjang film!

Kali ini Batman harus berhadapan dengan The Riddler (Paul Dano), salah satu musuh bebuyutan Batman yang sudah pernah diangkat ke layar lebar. Pada film Batman Forever (1995) tokoh The Riddler diperankan oleh Jim Carrey. Unsur pembeda dari The Riddler versi Matt Reeves adalah rekonstruksi total wujud sang penjahat yang gemar membuat teka-teki, The Riddler.

Publik lebih mengenal The Riddler dengan ciri khas kostum berwarna hijau menyala, dipenuhi gambar tanda tanya di sekujur badan dan  berkesan komikal. Semua identitas tersebut tergantikan di sini oleh topeng yang menutupi sekujur muka ala pembunuh di film horor DAN MEMAKAI KACAMATA BACA. Penjahat sinting macam apa yang mengenakan kacamata baca diatas topeng pembunuh?

Suatu kombinasi yang aneh dan tidak pernah terjadi sebelumnya untuk merepresentasikan karakter The Riddler.

The Batman (2022) bisa dibilang sebagai sebuah film superhero yang memiliki terobosan dalam elemen cerita, di film ini kilas balik cerita tentang Bruce Wayne dengan kedua orang tuanya—Thomas dan Martha Wayne—dinarasikan lebih mendalam. Matt Reeves  mengajak penonton untuk menggali lebih jauh hubungan masa lampau Batman, keluarga Wayne, dan organisasi kriminal yang semuanya saling berkaitan. Keseluruhan kisah ini terjadi di kota tempat kelahiran Batman, Gotham City. Sebuah kota yang megah, namun juga menyimpan banyak borok dan kusta dibalik deretan gedung tinggi pencakar langit.  


Batman sebagai Detektif

Detective Comics atau orang lebih mengenalnya dengan nama DC Comics adalah sebuah ikon waralaba industri komik kedua terbesar di Amerika serikat (peringkat satu masih dipegang oleh Marvel). Membangun cerita tentang detektif di tengah maraknya dunia superhero yang sudah umumnya dikenal sebagai dunia yang penuh dengan kekuatan super, kisah heroik, peralatan super canggih bukan perkara mudah.

Kecerdikan untuk mengambil sisi humanitas dalam film The Batman (2022) boleh diacungkan jempol. Siapa tidak jatuh cinta melihat Kota Gotham yang mulai dari pejabat teras, para politisi, dan seluruh jajaran aparat hukum yang seharusnya melindungi masyarakat malahan saling bahu membahu untuk membangun organisasi kriminal. Sungguh terasa akrab bagi penonton, bukan?

Mengambil sisi detektif Batman sebagai bingkai untuk film The Batman adalah pilihan tepat. Pasalnya peran antagonis dalam film ini adalah Si Teka-teki Riddler. Seperti gambaran detektif pada umumnya, kali ini Batman tampil lebih manusiawi. Adegan Batman mendatangi Tempat Kejadian Perkara (TKP) pembunuhan digambarkan seperti layaknya seorang detektif normal, memperhatikan setiap petunjuk yang ditinggalkan penjahat, berdialog dengan Letnan Gordon.
 
Sisi Batman sebagai manusia normal juga terlihat di beberapa adegan lain. Alih-alih Batman tampak perkasa, ada saatnya Sang Manusia Kelelawar panik saat dikerubuti polisi yang berusaha melepas topengnya.

Film superhero tidak komplet jika sang jagoan tidak dikeroyok musuhnya, maka di film ini juga Batman beberapa kali dikeroyok musuh-musuhnya. Batman yang terkenal dengan gaya bertarung seperti ninja, kali ini sering terjebak di tengah kerumunan musuh. Tentu saja Batman jadi sering terkena pukulan dan kesakitan, nampaknya Batman versi ini agak melupakan cara berkelahi dan lebih mengutamakan kemampuan otaknya untuk memecahkan kasus di TKP. Pencitraan Batman yang pemarah dan murung seolah mengajak penonton untuk menyadari bahwa Batman bisa juga dipandang sebagai manusia aneh yang berlindung di balik topeng.


Batman yang Mana?

Bruce Wayne bin Batman dalam Film The Batman (2022) bukanlah hartawan flamboyan yang gemar berpesta dan digandrungi para perempuan. Film ini menampilkan sosok Bruce Wayne anti sosial yang jarang tampil di publik, sekalipun masyarakat Gotham tentu mengenal dia sebagai putra mahkota pewaris harta Thomas Wayne. Sedangkan Batman adalah tokoh freak yang memang sudah dikenal sebagai sosok yang sering ikut campur untuk kasus kejahatan psikopat. Syahdan para penjahat yang tertangkap langsung dikirim ke Arkham Asylum, sebuah rumah sakit jiwa sekaligus penjara bagi musuh-musuh Batman.

Menurut rumor yang beredar, Batman versi Pattinson ini berdiri terpisah dari DC Extended Universe (DCEU). Warner Bros dan DC Comics sudah mulai terbiasa menceritakan tokoh-tokoh superhero-nya secara ketengan. Tercecer dan tidak berhubungan satu dengan yang lain seperti contohnya film Joker (2019). Kondisi ini menjadi kekuatan sekaligus hambatan bagi pengembangan karakter. Sisi positifnya, film DC berikutnya bisa mencangkok cerita secara bebas tanpa harus memikirkan kontinuitas film yang lain. Sedangkan sisi negatifnya, DC akan berkesusahan untuk membentuk ketergantungan penonton, seperti halnya penggemar Marvel yang harus menonton semua film Marvel jikalau mau mendapatkan cerita secara komplet.

Apakah ini berarti Batman Pattinson tidak akan bertemu dengan Superman? Mungkinkah kisah Joker yang diperankan oleh Joaquin Phoenix akan berlanjut? Semua itu akan terjawab seiring dengan berjalannya waktu. DC memang tidak memiliki keutuhan cerita seperti halnya MCU, namun itu tidak berarti di masa depan, jagoan dari DC tidak bisa saling bertemu.

Film The Flash yang direncanakan hadir pada tahun atau tahun depan sudah memberi sinyal-sinyal ditrailer-nya tentang “kekacauan waktu dan dimensi”. Akankah konsep kekacauan dimensi menjadi jurus pamungkas untuk memuaskan penggemar superhero DC?

MCU sudah terlebih dahulu menggunakan  formula ini, di film Spider-Man: No Way Home. Hasilnya film Spider-Man ini menjadi film Marvel ketiga terlaris sepanjang masa. Bagaimanapun juga, Warner Bros sudah mempersiapkan film Superhero DC lainnya seperti Black Adam, Flash, dan Aquaman lengkap dengan trailer yang menjanjikan bahwa DCEU akan terus berlanjut. The World Needs Heroes.