Ozark, Imigran, & Cerita Mereka di Minari (2020)

22 March 2022   |   13:32 WIB

Like
Angin menghardik barisan rerumputan dan matahari menyeruak ke dalam karavan. Ozark seolah-olah telah melupakan hujan badai dan tornado yang menggeliat semalam. Kota kecil itu hanyalah sebuah sudut pertanian tenang di tengah-tengah negara bagian Arkansas, Midwest. Lewat Minari, ia dilukiskan sebagai sudut Amerika yang luput dari geliat pembangunan. Tak nampak kantor pemerintahan, sarana pendidikan, ataupun rumah sakit. Yang ada hanyalah hamparan rumput, tempat penetasan telur, serta gereja kayu tua yang disambangi orang-orang kulit putih setiap akhir pekan.

Namun, semua agaknya berubah semenjak kedatangan keluarga imigran dari Korea: Jacob (ayah), Monica (ibu), Anne (anak pertama), David (anak kedua), yang kemudian disusul Soon-Ja (nenek). Mereka adalah orang-orang eksentrik yang sekonyong-konyong mencoba peruntungan American Dream di California. Alkisah, visi sang kepala keluarga untuk menjadi petani independen justru memboyong mereka ke sebuah karavan tak beroda dan halaman rumput tak berujung di sisi dataran lain.

Monica, wanita paruh baya yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di Korea Selatan, tak pernah benar-benar setuju dengan ide gila suaminya untuk pindah. Ia selalu merasa lebih “aman” tinggal di California dengan pendapatan ala kadarnya dari hasil mengecek kelamin (sexing) ayam di tempat penetasan. Hal ini tentu memantik konflik serius dengan suaminya, Jacob, seorang idealis yang bercita-cita grandeur menjadi pemasok utama sayur-sayuran Korea di Amerika Serikat. Bermodalkan kredit, Jacob telah membeli tanah hektaran di Ozark dan memperkerjakan seorang asisten kulit putih bernama Eric.

Adu argumen yang panas di antara Jacob dan Monica mewarnai hari-hari anak-anak mereka, Anne dan David. Situasi pun tak mereda setelah kedatangan Soon-Ja, ibu mertua Jacob, yang jauh-jauh terbang dari Korea Selatan untuk membantu menengahi keluarga itu.

Minari dengan sorot narasi kehidupan keluarga yang rumit hingga penghujungnya, mencoba menitikberatkan kehidupan imigran generasi pertama yang penuh dengan ujian. Berangkat dari memori sang penulis dan sutradara, Lee Isaac Chung, karya ini memberikan sangkalan pada stereotipe kelompok imigran Asia di AS yang lekat dengan hiruk pikuk metropolitan dan karir white collar. Minari hadir dengan penggambaran Korea Amerika yang cukup “gila” untuk mencari penghidupan di ladang. Lewat keluarga Jacob, ia meneriakkan dan menarikan isu minoritas, isolasi, dan takdir di antara desir angin dan suara kotbah gereja.  

Menyangkut konteks latar Minari di era 80-an, kepindahan Jacob dan keluarganya ke Amerika boleh jadi sehubungan dengan fenomena industrialisasi besar-besaran yang menggerus lahan pertanian dan menyudutkan kelompok tani di Korea Selatan. Bersamaan dengan latar belakang pendidikannya - yang tidak tamat - di bidang pertanian, Jacob seolah tak punya pilihan selain meninggalkan negeri kelahirannya. Tak aneh jika ia berakhir dengan menginjakkan kaki di Arkansas, sebuah negara bagian yang terkenal sebagai pemasok hasil tani di Negeri Paman Sam.

Minari, dengan caranya yang sensitif dan hangat, mencoba untuk memberikan ruang bagi imigran-imigran Asia dan ragam pengalaman mereka yang kerap kali terlewatkan. Lewat alur yang "nyaman", penonton pun diajak untuk mengontemplasikan pertanyaan-pertanyaan soal isu identitas di tengah geliat mobilitas abad dua puluh.

Dalam perkara keluarga Jacob, perpindahan (imigrasi) telah menimbulkan kebingungan dan kecemasan sehubungan jati diri ganda: sebagai orang Amerika sekaligus orang Korea. Pertanyaan yang sama terus menggema selama satu jam lima puluh lima menit, “Apa makna menjadi orang Korea Amerika yang sesungguhnya?”

Di sisi lain, pewarnaan hangat dan sudut pengambilan gambar yang cantik, telah memberikan sensasi teduh bagi siapa saja yang menatap layar untuk merenung dan mengimajinasikan Ozark, kota yang sudut-sudutnya tetap membisu menyaksikan Jacob, Monica, Anne, David, dan Soon-Ja bernavigasi.

Chung, sang kreator Minari, berhasil menciptakan sebuah lubang kecil – dari masa lalunya sendiri - untuk mengintip lika-liku kehidupan imigran dan fenomena lintas negara (transnasionalisme), khususnya dalam konteks ke-Amerika-an. Mengapa lubang kecil? Ini mengingat betapa luas, riuh, dan kompleksnya isu imigran di AS dan Minari hanya mencoba menggarisbawahi beberapa di antaranya. Satu hal yang begitu jelas ialah bahwa kelompok imigran terus menegosiasikan ulang diri mereka di hadapan hegemoni yang telah berdiri lebih dahulu – dan seringkali proses ini tidak berjalan dengan mulus.

Minari adalah karya cantik yang menghadirkan cerita-cerita itu dengan sentimentil, tetapi tetap sederhana.