Binar Kemerdekaan Bapak
22 August 2021 |
21:35 WIB
145
Likes
Like
Likes
Binar Kemerdekaan Bapak
"Mas, Bapak kapan vaksin?" lelaki lanjut usia itu bertanya padaku. "Nanti dulu, Pak. Ingat Bapak ada penyakit jantung, darah tinggi, sama ginjal. Dokter acc, kita vaksin ya, Pak," sahutku. Bapak mengangguk tersenyum, walau maniknya memancarkan kekecewaan.
"Mas, Bapak kontrol ginjal tadi. Katanya Prof. Endang, semua bagus. Bapak boleh vaksin," Bapak menyambutku sepulang kerja. "Boleh vaksin, asalkan disetujui dokter jantung, Pak," Ibuku menimpali dari dapur. Aku tersenyum kecil melihat tingkah Bapak. Menggemaskan. Bapak semangat sekali untuk Vaksin Covid-19.
"Mas, baru pulang?" Bapak menyapaku senja itu. "Iya, Pak. Ada pasien gawat, sesak, Pak," jawabku lirih. "Covid ya, Mas? Tertolong?" tanya Bapak. "Iya Pak, Covid. Ndak, Pak. Meninggal di rumah," suaraku semakin mengecil. Bapak menepuk bahuku menenangkan. "Bapak mau vaksin, Mas. Supaya bisa ringanin beban kamu. Memerdekakan kamu sedikit dari tuntutan profesimu. Kamu anak Bapak, Mas. Merdekamu bahagiaku. Tetep berikan yang terbaik, Mas," Bapak tersenyum menghibur. Tapi binarnya tak berbohong, ada kesungguhan dalam netra tua lelaki itu.
"Mas, Bapak sudah kontrol jantung. dr. Didi bilang Bapak sudah bisa vaksin! Mas yang antar Bapak, nggih!" pekik riang Bapak di telepon siang itu. Butir air mata perlahan luput dari pelupuk mataku. Gelora asa Bapak untuk merdeka dari pandemi untukku, sukses menamparku agar melayani lebih bagi warga Indonesia. Bapak memang tak mengerti medis, tapi Bapak mendorongku berusaha yang terbaik untuk sehatnya negeriku.
"Mas, Bapak sudah vaksin!" lelaki berpakaian merah putih itu menghampiriku dengan antusias. "Ndak sakit, Mas. Alhamdulillah. Mugi-mugi kita semua sehat merdeka yo, Mas," kekeh Bapak. Dalam binarnya, nampak harapan akan negeri ini untuk terus tumbuh, tetap tangguh, merdeka dari Covid-19.
"Alhamdulillah, Pak. Insya Allah, Pak. Negeri kita sehat merdeka," aku tersenyum mengaminkan.
Dirgahayu Indonesiaku ke-76.
Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh.
"Mas, Bapak kontrol ginjal tadi. Katanya Prof. Endang, semua bagus. Bapak boleh vaksin," Bapak menyambutku sepulang kerja. "Boleh vaksin, asalkan disetujui dokter jantung, Pak," Ibuku menimpali dari dapur. Aku tersenyum kecil melihat tingkah Bapak. Menggemaskan. Bapak semangat sekali untuk Vaksin Covid-19.
"Mas, baru pulang?" Bapak menyapaku senja itu. "Iya, Pak. Ada pasien gawat, sesak, Pak," jawabku lirih. "Covid ya, Mas? Tertolong?" tanya Bapak. "Iya Pak, Covid. Ndak, Pak. Meninggal di rumah," suaraku semakin mengecil. Bapak menepuk bahuku menenangkan. "Bapak mau vaksin, Mas. Supaya bisa ringanin beban kamu. Memerdekakan kamu sedikit dari tuntutan profesimu. Kamu anak Bapak, Mas. Merdekamu bahagiaku. Tetep berikan yang terbaik, Mas," Bapak tersenyum menghibur. Tapi binarnya tak berbohong, ada kesungguhan dalam netra tua lelaki itu.
"Mas, Bapak sudah kontrol jantung. dr. Didi bilang Bapak sudah bisa vaksin! Mas yang antar Bapak, nggih!" pekik riang Bapak di telepon siang itu. Butir air mata perlahan luput dari pelupuk mataku. Gelora asa Bapak untuk merdeka dari pandemi untukku, sukses menamparku agar melayani lebih bagi warga Indonesia. Bapak memang tak mengerti medis, tapi Bapak mendorongku berusaha yang terbaik untuk sehatnya negeriku.
"Mas, Bapak sudah vaksin!" lelaki berpakaian merah putih itu menghampiriku dengan antusias. "Ndak sakit, Mas. Alhamdulillah. Mugi-mugi kita semua sehat merdeka yo, Mas," kekeh Bapak. Dalam binarnya, nampak harapan akan negeri ini untuk terus tumbuh, tetap tangguh, merdeka dari Covid-19.
"Alhamdulillah, Pak. Insya Allah, Pak. Negeri kita sehat merdeka," aku tersenyum mengaminkan.
Dirgahayu Indonesiaku ke-76.
Indonesia Tangguh, Indonesia Tumbuh.
Komentar
Safeq Yusuf
23 Aug 2021 - 08:16Baca berulang-ulang tetap kagum, Mas.
Fahmed Yone
23 Aug 2021 - 05:42Jadi keinget mendiang bapakku
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.