CERITA WANITA KOMUNITAS MBOLA SO

11 January 2023   |   10:49 WIB
Image
Suselo Jati
Hypeabis.id

Siang itu, sejumlah wanita tanggung yang tergabung dalam komunitas tenun ikat Mbola So bersantai disela rutinitas menenun di Desa Hewuli, Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dengan semangat mereka kemudian menceritakan perjuangan para wanita dari keluarga pengungsi asal Pulau Palu’e dalam menggiatkan kembali warisan seni tenun ikat bermotif khas berwarna dalam satu dekade terakhir. 
Siang itu, sejumlah wanita tanggung yang tergabung dalam komunitas tenun ikat Mbola So bersantai disela rutinitas menenun di Desa Hewuli, Maumere, Nusa Tenggara Timur (NTT). Dengan semangat mereka kemudian menceritakan perjuangan para wanita dari keluarga pengungsi asal Pulau Palu’e dalam menggiatkan kembali warisan seni tenun ikat bermotif khas berwarna dalam satu dekade terakhir. 
Para wanita ini menjadi bagian dari 300-an pengungsi asal Pulau Palu’e, Kabupaten Sikka, NTT, yang terpaksa direlokasi ke Maumere akibat erupsi Gunung Rokatenda pada Oktober 2012. Aktivitas vulkanik dari gunung berjenis stratovolcano itu memaksa ratusan warga yang tinggal di pulau di utara Pulau Flores untuk tinggal di Desa Hewuli hingga saat ini.
Para wanita ini menjadi bagian dari 300-an pengungsi asal Pulau Palu’e, Kabupaten Sikka, NTT, yang terpaksa direlokasi ke Maumere akibat erupsi Gunung Rokatenda pada Oktober 2012. Aktivitas vulkanik dari gunung berjenis stratovolcano itu memaksa ratusan warga yang tinggal di pulau di utara Pulau Flores untuk tinggal di Desa Hewuli hingga saat ini.
Dengan situasi saat itu, para wanita mencoba untuk menggiatkan kembali tenun ikat khas Palu’e. Pasalnya, menenun memang menjadi salah satu keahlian yang dimiliki oleh pengungsi asal Pulau Palu'e tersebut. Apalagi, masyarakat Palu’e turun temurun mewariskan seni tenun ikat dengan motif khas. Problemnya, saat itu mereka tidak memiliki peralatan dan modal awal untuk menghasilkan kain tenun ikat. Namun, kendala itu bisa teratasi dengan bantuan dari donatur yang juga merupakan salah seorang pemerhati tenun ikat di NTT. Para wanita ini mendapatkan donasi berupa alat tenun dan benang.
Dengan situasi saat itu, para wanita mencoba untuk menggiatkan kembali tenun ikat khas Palu’e. Pasalnya, menenun memang menjadi salah satu keahlian yang dimiliki oleh pengungsi asal Pulau Palu'e tersebut. Apalagi, masyarakat Palu’e turun temurun mewariskan seni tenun ikat dengan motif khas. Problemnya, saat itu mereka tidak memiliki peralatan dan modal awal untuk menghasilkan kain tenun ikat. Namun, kendala itu bisa teratasi dengan bantuan dari donatur yang juga merupakan salah seorang pemerhati tenun ikat di NTT. Para wanita ini mendapatkan donasi berupa alat tenun dan benang.
Namun, setelah mencoba untuk mempraktikkan kembali dan hasil awalnya tenunnya tidak sesuai harapan. Mereka ditertawakan karena hasilnya tidak bagus dan kainnya tidak dapat dipakai. Para wanita ini tak patah arang. Mereka terus semangat mencoba dengan dukungan para keluarga yang melihat motif tenun sebagai warisan dari leluhur yang perlu dihidupkan kembali. Keluarga mereka yakin hasil tenun dengan motif Palu'e yang dibuat akan semakin baik.
Namun, setelah mencoba untuk mempraktikkan kembali dan hasil awalnya tenunnya tidak sesuai harapan. Mereka ditertawakan karena hasilnya tidak bagus dan kainnya tidak dapat dipakai. Para wanita ini tak patah arang. Mereka terus semangat mencoba dengan dukungan para keluarga yang melihat motif tenun sebagai warisan dari leluhur yang perlu dihidupkan kembali. Keluarga mereka yakin hasil tenun dengan motif Palu'e yang dibuat akan semakin baik.
Sampai pada 2017, wanita dari sanggar ini mendapatkan pelatihan intensif, termasuk dalam proses membuat bahan dasar tenun. Proses dasar membuat benang tenun bukan perkara mudah. Tak sedikit dari mereka yang mengeluhkan jika benang yang mereka buat kusut saat disiapkan dalam proses menenun. Hingga seiring berjalannya waktu, dengan penuh kesabaran mereka bisa menyelesaikan hasil tenun sampai memasarkan hasilnya keluar pulau.
Sampai pada 2017, wanita dari sanggar ini mendapatkan pelatihan intensif, termasuk dalam proses membuat bahan dasar tenun. Proses dasar membuat benang tenun bukan perkara mudah. Tak sedikit dari mereka yang mengeluhkan jika benang yang mereka buat kusut saat disiapkan dalam proses menenun. Hingga seiring berjalannya waktu, dengan penuh kesabaran mereka bisa menyelesaikan hasil tenun sampai memasarkan hasilnya keluar pulau.