Pawang hujan yang bertugas di ajang MotoGP Mandalika, Rara Isti Wulandari (Sumber gambar: MotoGP Official Twitter)

Ramai Soal Pawang Hujan, Begini Sejarahnya yang telah Ada Sejak Zaman Purba

21 March 2022   |   11:16 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Nama Rara Isti Wulandari masih menjadi trending topic di Twitter. Namanya masih terus menjadi perbincangan warganet setelah kemunculannya sebagai pawang hujan di gelaran MotoGP Pertamina Grand Prix of Indonesia pada Minggu (20/3/2022) kemarin.

Aksinya memicu perhatian sekaligus perdebatan di jagat dunia maya. Ada yang memberikan apresiasi positif dan menyebut hal itu menjadi bagian dari tradisi di Indonesia, ada pula yang mengkritiknya. Namun, di luar sejumlah pro dan kontranya, istilah pawang hujan sendiri sebenarnya telah memiliki sejarah yang panjang, di mana telah eksis sejak zaman manusia purba.

Mengutip dari laman US Forest Service, sepanjang sejarah manusia bahkan sebelum Homo Sapiens berevolusi, muncul para herbalis yang memiliki keinginan bawaan untuk berkomunikasi langsung dengan para dewa-dewa. 

Dengan menggunakan tanaman-tanaman herbal psikoaktif, mereka memimpin banyak upacara sakral seperti ritual penguburan, ritus peralihan, ritual penyembuhan, pencarian penglihatan dan ritual pemurnian.

Para herbalis atau dukun itu masuk ke dalam kekuatan supranatural untuk memerangi roh jahat atau penyakit, berkomunikasi dengan leluhur, mencegah kelaparan, termasuk mengendalikan cuaca atau tarian hujan.

Dalam penglihatan dan trans yang diinduksi ke dalam tanaman, mereka mampu memahami dunia roh dan dunia nyata untuk menjaga keseimbangan di antara keduanya. Dengan kata lain, doa dipanjatkan kepada roh-roh yang memiliki tanaman suci itu. Bagi mereka, tanaman-tanaman tersebut adalah dewa atau memberikan jalan kepada dewa.

(Baca juga: Ini Profil Pawang Hujan MotoGP Mandalika, Pernah Terlibat di Beberapa Acara Berskala Nasional & Internasional)

Tim peneliti dari Universitas Cape Town, pernah menemukan sebuah situs pengendali hujan di Afrika Selatan. Terletak di dekat Botswana dan Zimbabwe, situs bernama Ratho Kroonkop (RKK) itu digunakan para dukun untuk meminta kepada para dewa untuk ‘membuka’ langit.

Situs itu terdiri dari dua tangki batu besar yang berada di atas bukit setinggi 1.000 kaki atau 300 meter yang terbentuk secara alami. Ketika para peneliti menggali salah satunya, mereka menemukan lebih dari 30.000 spesimen hewan, termasuk sisa-sisa tubuh badak, zebra dan jerapah.

“Apa yang membuat RKK istimewa adalah bahwa setiap bagian dari materi fauna yang ditemukan di RKK dalam beberapa hal dapat dikaitkan dengan pengendalian hujan,” kata Simone Brunton, salah satu anggota tim peneliti tersebut, dikutip dari Live Science.

Dia menjelaskan bahwa para dukun akan naik ke puncak RKK melalui celah-celah batu. Setelah sampai puncak bukit, mereka akan menyalakan api untuk membakar sisa-sisa hewan sebagai bagian dari ritual hujan mereka.

Diketahui, orang-orang yang melakukan ritual ini berasal dari San, sebuah kelompok pribumi di Afrika bagian selatan yang hidup sebagai pemburu dan pengumpul. Brunton menjelaskan bahwa mereka adalah pengendali hujan San yang dipekerjakan oleh para petani untuk mengendalikan hujan.

“Para petani, pada gilirannya, bergantung pada mereka untuk memastikan pengaturan ini berjalan lancar dan bahwa mereka, pada kenyataannya, mendapatkan hujan,” jelas Brunton.
 

Selanjutnya: Ritual penangkal hujan di Indonesia
 
1
2


SEBELUMNYA

Perusahaan Ini Membuat Robot Teman Lansia Agar Tak Kesepian

BERIKUTNYA

Wah Superhero Marvel Ini Muncul di Game Fortnite Chapter 3 Season 2, Kuy Mabar

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: